"Tiga tahun lamanya hidupku kosong."
"Meskipun aku menunggunya, dia tak pernah datang. Dia sudah mati."
"Kami semua menganggapnya mati."
"Kalau ia hidup, ia tak akan meninggalkanku sendirian hingga selama ini."
"Pembohong. Pembohong. Aku membencinya."
"Tapi aku merindukannya."
"Hyung, cepatlah pulang."
"Buktikan kalau kau masih hidup."
---
Begitu beruntungnya Jungkook.
Begitu cepatnya ia mencapai puncak.
Semuanya terasa sempurna untuk seorang pemuda seperti Jungkook. Hampir terlihat curang untuk orang lain.
Menjadi orang yang cukup terkenal hanya dalam waktu singkat.
Jungkook sendiri bertanya-tanya apakah ini hadiah kecil permintaan maaf sang takdir?
---
Riuh sorak sorai memenuhi pendengarannya, bersamaan dengannya yang menatap sendu kepada para insan yang mengaguminya dengan senyuman kecil.
Sejenak ia diam di sana, menghirup udara panggung yang sudah tak lagi asing baginya.
Sejauh ini.
Sudah sejauh ini ia berjuang.
Sejauh ini ia berusaha menggapai bintang mimpinya, akhirnya berhasil menemukan apa yang ia dapat sebut sebagai keberhasilan.
Dengan ribuan, jutaan tangan yang menahannya tetap berdiri tegak, menatap lurus ke depan.
Serta dua orang yang berjalan di sebelahnya sebagai keluarga penggantinya.
Pemuda itu terlingkupi sukses dan kebahagiaan.
Cahaya terang yang tersorot kepadanya, keringat yang berkilauan di wajahnya, dan napasnya yang terengah-engah.
Jungkook melepas pandangannya dari para penonton dan menunduk.
Ia menjauhkan mikrofon di genggamannya.
Dalam iringan seruan dukungan yang ditujukan padanya, oleh para penggemar yang bagai malaikat-malaikat penjaganya.
Jungkook menggigit bibir bawahnya, terisak sekali sebelum air matanya jatuh.
Semuanya sempurna.
Semuanya sempurna kecuali dirinya.
Ia memiliki segala sesuatu yang didambakan semua orang, tetapi ia sampai di sini dengan bagian yang hilang, yang tak tergantikan.
Teriakan para penggemar yang mengelilinginya berubah sedikit demi sedikit ke arah riuh kecemasan.
Lebih lagi ketika kaki sang penyanyi tak lagi dapat berdiri tegak dan membiarkan tubuh itu jatuh di sana.
Jungkook meremas baju yang ia kenakan, di depan dadanya yang berdetak sakit.
Napasnya semakin cepat, haus akan udara yang tak bisa masuk bebas dalam paru-parunya.
Saluran napasnya yang tersiksa kesedihan.
Beberapa pasang mata terlihat khawatir, beberapa bisikan bertanya soal keadaanya.
Namun yang ditanya tetap terisak pilu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Hyung
FanfictionJika seorang kakak yang kehilangan adiknya bertemu dengan adik yang kehilangan kakaknya, apakah mereka bisa saling melengkapi? Namjoon dan Jungkook yang sama, tetapi juga berbeda di saat yang bersamaan. Masing-masing hidup dalam ratapan penyesalanny...