"Hyung, kau keren sekali..."
"Ajari aku, ya, hyung."
"Kau ceroboh, Joon."
"Cepatlah bangun, Joon. Aku ingin bicara denganmu. Banyak hal yang ingin kusampaikan. Aku yakin kau juga memiliki banyak hal yang ingin kau sampaikan."
Dalam kegelapan, tak ada pijakan kaki dan tak ada langit-langit.
Tak ada namanya "atas" dan tak ada namanya "bawah".
Tubuhnya terasa melayang di tengah-tengah ruang hitam tak berujung. Tak dirasakannya suatu apapun. Kulitnya terasa mati rasa.
Hanya gema kalimat-kalimat itu yang terdengar satu per satu keluar entah berasal dari mana. Seakan-akan berasal dari pikirannya sendiri.
Ia mengenal suara-suara itu.
Yang satu adalah sahabatnya, yang satu lagi adik dari sahabatnya.
"Hyung , gomawo."
Kali ini suara yang lain terdengar.
Seketika ia merasa gembira mendengar suara itu.
Jungkook! Itu suara Jungkook!
Ia ingin berteriak, memanggil nama yang muncul dalam benaknya bersamaan ketika suara itu muncul.
Jungkook, orang yang sangat penting baginya, orang yang ingin ia lindungi, orang yang ingin ia bahagiakan.
Bahagiakan...
Sesuatu yang tidak pernah ia dapat lakukan dahulu. Sesuatu yang gagal ia laksanakan.
Sesuatu yang ingin ia lakukan pada Jungkook.
Ia berusaha membuka mulutnya, mengeluarkan suara sekencang mungkin.
Tetapi tidak ada yang keluar.
Ia mencoba terus menerus, mencoba memanggil nama yang sama, tetapi tidak ada yang terjadi.
"Mian, hyung. Aku harusnya lebih berhati-hati dengan sekelilingku. Kalau tidak hyung tidak akan terluka begini. Maaf, hyung."
Ia berhenti berusaha. Kali ini lebih fokus untuk mendengarkan ketika ia akhirnya sadar usahanya sia-sia.
Suara itu berterima kasih dan meminta maaf sekaligus.
Kenapa?
Ia bertanya, mengingat-ingat apa yang terjadi.
Dan ia pun ingat.
Obat yang menidurkannya, dua figur yang berjuang meraihnya, dan sebuah pisau yang melayang menusuk punggungnya.
Rasa sakit yang tajam yang berhasil membawanya ke alam bawah sadarnya, yang berhasil meneteskan air mata orang yang ia sayangi.
Daripada itu, ia lebih memikirkan orang yang saat itu ia lindungi.
Orang itu saat ini sedang berbicara padanya entah dari mana. Tetapi itu berarti dia baik-baik saja, kan?
"Hyung..."
Suara itu memanggil lagi.
Namjoon tidak dapat mengutarakan betapa gembiranya ia setiap kali suara itu ia dengar.
"Aku tidak mau hyung terluka lagi, ne? Aku tidak mau hyung harus mengorbankan diri hyung hanya untuk aku."
Suara itu menggema lagi, kali ini agak bergetar, seperti menahan tangis.
"Kalau ada bahaya, hyung tidak perlu melindungi aku terus. Aku laki-laki, hyung. Seharusnya aku bisa melindungi diriku sendiri."
Ia terkejut ketika tiba-tiba tangannya tersentuh sesuatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Hyung
Fiksi PenggemarJika seorang kakak yang kehilangan adiknya bertemu dengan adik yang kehilangan kakaknya, apakah mereka bisa saling melengkapi? Namjoon dan Jungkook yang sama, tetapi juga berbeda di saat yang bersamaan. Masing-masing hidup dalam ratapan penyesalanny...