"WOI! CEWE TIGAAN YANG PALING BELAKANG!" seru kaka pembina yang tadi.
Ketiga sahabat itu memutar kepalanya memastikan siapa yang dipanggil. Dalam hati mereka merapalkan doa supaya bukan mereka yang dipanggil.
Lalu dengan berani Alvina menunjuk diri "Kita ka?"
"IYA LO BERTIGA! CEPET MAJU!" perintahnya.
Mampus gue hari ini! Rutuk Alvina dalam hati.
***
Alvina mulai takut hari ini, hari pertam ia menginjakan kaki dia sudah membuat dua kesalahan sudah tidak membawa nametag di tambah ia mengobrol sampai tertawa terbahak-bahak.
Dengan sekuat tenaga dan keberanian yang cukup ia menarik kedua sahabatnya dan berjalan ke depan menuju orang yang meneriakinya, yang tidak lain tidak bukan adalah pria yang ia kagumi sejak tadi.
"Eh lepasin woi! Lo kira gue sapi di tarik-tarik!" Adara berteriak dengan suara cemprengnya yang khas dan langsung di beri tatapan tajam yang mengandung arti 'Diem atau gue bunuh lo di sini' dari Alvina.
Bagaimana tidak? Karna teriakan adara yang menggelegar, sekarang banyak siswa-siswi peserta MOS lain menyoraki mereka.
Setelah melihat Adara yang mulai diam sambil menggerutu tak jelas, ia menengok ke sebelah kanannya dan mendapati Rain yang sedang melambaikan tangan dan tersenyum tebar pesona seakan ia adalah artis dan siswa-siswi lain adalah fansnya. Alvina hanya menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah kedua sahabatnya. Yang satu suka sekali berteriak dan yang satu lagi otak nya sudah miring. Ia tak tahu apa yang ada di pikiran Rain hingga gadis itu bertingkah tak jelas.
"Rain lu ngapain sih?!" Bisik Alvina.
"Gua lagi dadah sama para fans. Ya.... Itung-itung latihan jadi artis gitu," Jawab Rain dengan santai.
Adara yang berada di kiri Alvina terkekeh melihat tingkah gila Rain. "Temen lo bukan Vin?"
"Bukan orang gila baru depan rumah kali." Jawab Alvina sarkatis.
Rain yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya.
mereka tak sadar sudah berada di hadapan pria tampan yang menyuruh mereka kedepan tadi.
Alvina memperhatikan wajah pria itu. Pria itu memiliki wajah yang bisa di katakan nyaris sempurna. Mata yang tajam, alis tebal, hidung mancung, bibir tipis dan rahang yang tegas. Sungguh Alvina hampir saja meneteskan air liurnya jika saja pria di hadapannya ini tidak membuka suara.
"Enak ya ngobrol ketawa-tawa ga menghargai orang yang lagi ngomong." Ucap kaka kelas itu dengan tatapan yang sangat tajam membuat ketiga gadis yang ia marahi itu tertunduk ketakutan.
Saat tertunduk Alvina tak sengaja melihat nametag pria di hadapannya itu.
Oh namanya Alvaro gumamnya dalam hati.
"Kemarikan nametag kalian!" perintah Alvaro.
Adara dan Rain pun melepaskan nametag mereka dan memberikannya kepada Alvaro.
Alvina yang mendengar perintah itu langsung ketar-ketir. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ia hanya bisa merapalkan doa agar ia terselamatkan hari ini.
"Mana nametag lo?" Alvina tersentak mendengar itu. Ia mendongak dan menatap Alvaro gugup karna malu.
"Em itu anu ka-" ucapnya terbata-bata "Emm ketinggalan ka,"
"Lo tau lo udah bikin berapa kesalahan? Pertama lo ribut saat upacar berlangsung, kedua lo ga ngehargain orang ngomong, ketiga lo ga bawa nametag yang jelas sangat penting buat lo." Jelas Alvaro membuat Alvina diam dan merasa bersalah.
"Maaf ka. Tadi beneran ketinggalan ko,"
"Ck lo ikut gue sekarang!" Alvina hanya mengangguk mengiyakan.
Alvaro beralih menatap Adara dan Rain. "Dan lo berdua! Keruang Osis sekarang!" Perintahnya dan langsung berjalan yang di ekori oleh Alvina.
Mereka berdua berjalan melewati lorong-lorong yang gelap dan sepi. Jujur saja Alvina mulai takut sekarang. Pasalnya ia adalah orang yang penakut.
"K- ka em, kita mau kemana?" tanyanya gugup.
"Perpus."
"Baca buku ka?"
"Ngehukum lo lah, masa baca buku!" sahut Alvaro geram.
"Oh. Ya gua pikir tadi ke sono buat baca buku soalnya kan biasanya orang ke perpus itu buat baca buku."
"Bawel lo." Ucap Alvaro dengan sinis.
Alvina yang mendengar itu hanya tersenyum menunduk. Entah kenapa ia merasa senang walau di maki. Setidaknya mereka sekarang sudah tidak terlalu formal saat berbicara.
Saat sampai di perpustakaan sekolah ia tertegun. Ruangan yang ada di hadapannya sungguh luas dan gelap. Ditambah tidak ada siapapun yang menjaga perpustakaan itu, Alvina merinding seketika.
"Tuh lo beresin perpus sampe bersih. Jangan kabur! Kalo lo kabur..." Alvaro menghentikan ucapannya dan menatap tajam Alvina. "Gue tambahin hukuman lo."
"I-Iya ka,"
"Oke kalau gitu gue tinggal dulu. Jangan berani-berani lo kabur ya!"
Saat Alvaro ingin merjalan untuk ke aula tiba-tiba ada sebuah tangan yang menghadangnya dan sudah dapat di pastikan bahwa tangan itu adalah tangan Alvina.
"Ka gue boleh minta tolong?"
Alvaro menoleh dan menatap Alvina dengan tatapan 'Apa?'
"Temenin gua ya di sini,"
"Ga bisa gue mau ke aula."
"Please ka tolongin gue, di sini serem, gelap ga ada siapa-siapa lagi. Beneran, sumpah gue takut. Gue ga lagi carmuk atau modus ko. Ini beneran."
Alvaro memperhatikan wajah Alvina yang sudah ingin menangis. Memang jika dilihat-lihat perpustakaan itu tampak menyeramkan dan lorong ini pun sepi.
Emang serem sih Alvaro bergumam dalam hati.
"Ya udah cepetan lo bersihin gue tunggu depan pintu. Jangan lama-lama! Lama gue tinggal."
"Iya ka. Makasi ya," ucap Alvina dengan senyuman.
"Iya." balas Alvaro dengan wajah datar yang membuat Alvina bingung karna sedari tadi Alvaro tidak mengeluarkan ekspresi apapun.
Aneh tapi ganteng
Alvina pun masuk dan mulai mengambil buku-buku yang tergeletak di lantai perpustakaan
***
TBC
Hai . Semoga pada suka sama cerita pertama aku ya walaupun gaje terus typo bertebaran di mana-mana haha. mohon lah di maafkan karna yaaaa ini kan cerita pertama ya jadi masih belajar ;) Jangan lupa di vote tapi jadi sider juga gapapa ikhlas ko :')
8 April 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
Teen FictionAlvina Florien menyukai kaka kelasnya sendiri. Memang itu hal yang lumrah. Ia hanya bisa memandanginya dari jauh dan berharap suatu saat nanti ada keajaiban yang membuatnya dekat dengan sang pujaan hati. Sampai suatu hari permainan Truth or Dare ya...