maaf kalo alay terus banyak typonya hehe....
happy reading.....
----
Rain menggebrak meja di hadapannya dengan keras hingga menimbulkan suara yang membuat beberapa murid di kantin menatapnya keheranan.
"Lo kenapa sih Rain?" tanya Alvina
"Dari tadi Kita di sini ga ngapa-ngapain loh,"
Memang sudah dari dua jam yang lalu mereka berada di kantin dan tidak melakukan apa-apa selain makan makanan ringan. Pelajaran kedua tadi gurunya tidak ada mrmbuauat para siswa-siswi kelas X IPA 3 berpencar melakukan aktifitasnya masing-masing.
"Terus kita mau ngapain? Gue sih ga gabut." Sahut Adara sembari menunjukan novel yang sedari tadi di bacanya.
"Ya apa kek gitu, main misalnya?"
"Main apaan, petak umpet?" Alvina terkekeh mendengar pertanyaan Rain.
"Gimana kalo truth or dare?" saran Adara dengan alis yang di naik turunkan.
"Boleh juga tuh," jawab Rain melakukan gerakan yang sama dengan Adara. Alvina heran melihat itu. Mereka berdua seperti sedang merencanakan sesuata yang tidak di ketahui Alvina.
"Kita mulai!" Adara mengambil botol minum miliknya yang sudah kosong lalu ia taruh di tengah meja.
"Siap?" Alvina dan Rain menganguk. Adara pun langsung memutar botol yang ia pegang. Botol itu berputar dengan cepat. Dalam hati Alvina terus berdoa agar botol itu tak mengarah ke arahnya. Botol itu mulai memelan dan berhenti dengan tutup botol yang mengarah ke Adara. Alvina menghela nafas lega melihat bukan dirinyalah yang kena.
"Oke Adara you choose truth or dare?" Rain bertanya dengan seringaian di bibirnya.
"Gue cari aman, jadi bakalan pilih truth."
Alvina tersenyum dengan ini ia mempunyai kesempatan untuk bertanya pertanyaan yang sudah lama ia pendam.
"Biar gue yang tannya Rain," intrupsinya kepada Rain. "Jawab yang jujur ya Dar, sebenernya unknown siapa sih?"
Mendengar pertanyaan itu Adara langsung gelagapan. Matanya bergerak kesana kemari. Terlihat sekali bahwa ia sedang gugup.
"Hah? Maksudnya?"
"Ga usah pura-pura bego deh! Kemaren gue liat hp lo penuh dengan WA dari si unknown itu." Ujar Rain dengan cepat.
"Oh itu, dia ka Ezra,"
"Ka Ezra.... temennya ka Varo itu?" Alvina merasa tak asing dengan namanya.
"Iya yang waktu itu ngajarin gue main basket," Adara menaik turunkan alisnya lagi dengan senyuman yang genit.
"Lo jadian sama dia?" Rain mendelik.
"Belum mungkin nanti hehehe,"
"Terus kenapa username nya unknown?" tanya Alvina penasaran.
"Gue takut di introgasi sama ka Rey jadi gue ganti." Jelas Adara.
"Oke kita mulai lagi," Rain mulai memutar botol kembali untuk melanjutkan permainan. Botol pun berputar dan sekarang tutup botol itu mengarah ke Alvina.
"Alvina lo pilih truth or dare?" tanya Adara lengkap dengan senyuman misterius.
Alvina tampak berfikir sejenak lalu dengan semangat dia menjawab "Gue pilih dare!"
"Oke Dare buat lo..." Rain memutar kepalanya, memandangi seluruh isi kantin seperti sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba matanya berhenti di pintu kantin, lalu ia tersenyum dan membisikan sesuatu dengan Adara.
Alvina mengerutkan dahinya semakin bingung "Jadi dare buat gue apa?"
"Bentar bentar," Rain kembali memutar kepalanya kali ini badannya pun ikut berputar ke belakang. Matanya terus berjalan seperti sedang mengikuti seseorang. Begitu juga dengan Adara.
Alvina mengikuti arah pandang orang di depannya. Alvina terkejut saat melihat siapa yang tengah di perhatikan temannya. Alvaro bersama teman-temannya baru saja duduk di salah satu meja kosong yang tak jauh dari mejanya. Di situ pun ada Ezra orang yang baru saja menjadi topik pembicaraan.
Perasaannya mulai tak enak. Pasti kedua sahabatnya membuat dare yang berhubungan dengan Alvaro.
Mati gue! Tuh dua dugong pasti mau bikin gue sengsara.
"Nah Vin lo liat kan ada ka Varo di belakang gue?" kata Rain yang di jawab anggukan ragu dari Alvina. Mereka berdua sudah kembali menghadap ke arah Alvina.
"Lo harus tembak ka Varo! Sekarang. Di sini. Di kantin. Di hadapan semua orang. Dan ga bisa di bantah." Jelas Rain sambil menyeringai.
Alvina membulatkan matanya. Benar dugaannya kedua temannya hari ini pasti ingin membuatnya malu.
"Ko gitu?!" Alvina menggebrak meja dengan kesal "Ngga gue ga mau!"
"Ga bisa gitu lo sendiri yang pilih dare tadi." Adara tersenyum mengejek membuat Alvina berdecak kesal. Ia menyesali keputusannya memilih dare tadi.
"Lo berdua tega banget sih sama gue!"
"Udah lah Vin tinggal bilang 'ka jadian yu' udah gitu doang apa susahnya abis itu lo bilang ini tod selesai." Jelas Rain.
"Iya ngomong doang mah gampang," geram Alvina sedang kan Adara dan Rain hanya terkekeh melihat sahabatnnya yang tengah kelimpungan.
"Ayolah ganti aja. Ga papa deh gue nembak dia, tapi jangan di sini banyak orang Rain, Dar," Alvina memperhatikan sekitar banyak sekali siswa-siswi di sini karna memang sekarang adalah jam istirahat. Lalu matanya tak sengaja melihat Diana yang baru memasuki kantin. "Ya Alloh apa lagi ada ka Diana, mati dah gue."
"Ga bisa Vin ini udah kesepakatan kita berdua jadi ga bisa di ganggu gugat." sahut Rain
"Udah sana cepetan gue temenin deh," Adara membujuk Alvina.
Dengan pasrah Alvina pun mengangguk dan mulai berjalan mendekati Alvaro sambil menarik tangan Adara. Ia merasa kakinya begitu berat untuk berjalan.
Terlihat Alvaro sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Saat Alvina sampai di hadapannya semua yang ada di meja itu pun serentak berhenti tertawa.
"Hai ade manis, ada apa nih kesini? Mau ketemu gue ya?" tanya seorang kaka kelas dengan genit.
"Ade ade lo pikir dia ade lo!" sahut kaka kelas yang bertubuh gendut.
Alvina tidak mendengarkan celotehan dari kaka kelasnya itu. Ia hanya tertunduk denngan tangan yangan menggenggam erat tangan Adara. Alvina mencoba memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Dia melihat Alvaro sedang meminum minumannya. Ia melihat sekelilingnya siswa-siswi yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing sekarang malah tengah menatapnya dengan heran.
Adara mengusap lengannya seperti memberi semangat. Alvina menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Ia berharap dengan ituu kegugupannya akan hilang.
"Ka Varo," panggilnya dengan suara yang sangat pelan.
"Hm?" sahut Alvaro sambil menatapnya.
Alvina mengigit bibirnya "Lo mau ga jadi pacar gue?" ucapnya dengan sekali tarikan nafas.
Kantin yang tadinya sangat berisik sekarang menjadi hening, tak ada suara sedikit pun. Bahkan meja itu sudah di kelilingi oleh para siswa-siswi. Alvina memejamkan mata berusaha menahan malu.
"Oke." Tiba-tiba Alvaro berucap memecahkan keheningan.
Alvina membuka matanya saat mendengar jawaban Alvaro. Walaupun kata-kata Alvaro kurang jelas, ia sudah mengerti jika Alvaro salah paham. Saat ingin menjelaskan maksudnya menembak Alvaro, Rain yang entah sejak kapan berada di sebelahnya dengan cepat memotongnya.
"Oke apa ka?" tanya Rain
Alvaro berdiri dan seperti sedang mencari seseorang. "Gue mau jadi pacar dia."
----
26 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
Teen FictionAlvina Florien menyukai kaka kelasnya sendiri. Memang itu hal yang lumrah. Ia hanya bisa memandanginya dari jauh dan berharap suatu saat nanti ada keajaiban yang membuatnya dekat dengan sang pujaan hati. Sampai suatu hari permainan Truth or Dare ya...