Tiga hari telah, berlalu masa orientasi siswa pun telah selesai. Hari ini adalah hari Senin, hari di mana semua siswa-siswi baru itu resmi menyandang status sebagai murid SMA Pancasila.
Begitu juga dengan Alvina walaupun hari ini hari pertamanya masuk sekolah baru, tapi entah kenapa pagi ini ia masih bermalas-malasan di atas kasurnya. Mungkin karna ia sudah lama tidak bertemu pujaan hati barunya. Yak sudah semenjak ia di hukum oleh Alvaro, Alvina tidak melihatnya lagi. Itu membuat Alvina jadi tidak bergairah untuk pergi ke sekolah.
"Alvina bangun lo! Kebo banget jadi cewe." Teriak seseorang dari luar kamar.
Alvina begeming menghiraukan suara teriakan itu dan mencoba kembali tertidur. Tetapi baru saja ia memejamkan mata selimutnya telah di tarik oleh orang yang tadi berteriak.
"Bangun lo masa hari pertama telat!" seru Aldino adik lelaki Alvina.
"Ganggu mulu lo masih subu juga!" Alvina kembali menarik selimutnya.
"Subuh mata lo pecak! Ini udah jam 06.45 bego."
"Demi apa lo?! Kenapa ga bilang dari tadi!"
Alvina langsung meloncat dari kasur dan berlari menuju kamar mandi. Setelah memakan waktu 20 menit untuk mandi dan bersiap-siap, dengan secepat kilat ia menuruni tangga menuju dapur dan mengambil roti yang sudah di siapkan oleh mamanya.
"Mampus gue berangkat pake apa nih?" gumamnya sambil memakai sepatu dan bingung karna biasanya ia menaiki angkot, dan sekarang tidak mungkin ia menaiki angkot.
"Kamu udah mama pesenin ojek online paling bentar lagi juga nyampe." Ucap mamanya yang sedari tadi memperhatikan anak gadisnya itu.
"Ugh mama perhatian banget sih samaa anaknya," Alvina memeluk mamanya sekilas. "Berangkat dulu ya mah." Pamitnya menyalami tangan mamanya dan langsung lari keluar rumah.
***
Alvina turun dari motor ojek online itu dan melihat gerbang yang hampir di tutup. Tanpa pikir panjang ia berlari dan menerobos gerbang dan menghiraukan teriakan dari satpam sekolah.
Belum sampai situ cobaan Alvina, sekarang ia harus menghadapi beberapa anggota Osis dan guru yang memang ada jadwal piket hari ini.
Mampus gue ada guru sama anak Osis! Ya tuhan selamatkanlah hambamu yang imut nan cantik ini dari hukuman yang menyengsarakan.
Dengan perlahan ia melangkah mengendap-ngendap untuk masuk ke barisan para peserta upacara.
Tiba-tiba ada seseorang yang mencekal tangannya.
"Heh mau kemana kamu!"
Alvina menoleh dan melihat seorang bapak-bapak bertubuh besar dan tinggi. Belum lagi tatapan matanya yang seakan mampu untuk membunuh seseorang. Dan dapat di pastikan dia adalah seorang guru yang belum Alvina kenal.
"Eh anu itu pa-"
"Anu anu kamu itu terlambat! Cepat ikut saya!"
Dengan langkah gontai Alvina mengikuti guru itu.
"Kamu berdiri di ditu!" suruh guru yang belum di ketahui namanya.
"I-iya pa,"
Malu hanya itu yang di rasakan Alvina saat ini. Bagaimana tidak? Saat ini ia tengah berdiri di barisan upacara paling depan. Sedangkan guru tadi kembali ke tempatnya di sisi lapangan.
Dari tempatnya sekarang ia bisa melihat kedua sahabatnya yang berada di barisan siswi kelas X sedang mentapnya dengan iba. Dan Alvina hanya terkekeh melihat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
Teen FictionAlvina Florien menyukai kaka kelasnya sendiri. Memang itu hal yang lumrah. Ia hanya bisa memandanginya dari jauh dan berharap suatu saat nanti ada keajaiban yang membuatnya dekat dengan sang pujaan hati. Sampai suatu hari permainan Truth or Dare ya...