Malam sudah tiba. Cahaya dari sang surya telah tenggelam di gantikan oleh cahaya dari rembulan. Rembulan yang bersinar terang seakan menemani seorang gadis yang tengah berdiri sendirian di pinggir jalan. Angin pun seakan tak mau kalah, ia ikut menemani gadis itu. Desau angin dari kendaraan yang lewat membuat rambut panjangnya berterbangan.
Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Artinya hampir dua jam Alvina menunggu, namun Alvaro tak kunjung datang. Padahal tadi dia sendirilah yang meminta Alvina untuk menunggunya. Berkali-kali ia mengirim pesan kepada Alvaro dan tak satu pun di balas.
"Apa mungkin ka Varo lupa ya? udah dari sore gue di sini tapi dia ga dateng-dateng." Alvina menghela nafas. Sakit rasanya saat memikirkan kemungkinan Alvaro yang lupa pada janjinya.
Jalanan di depannya masih ramai tetapi tak satu pun angkot atau angkutan umum lain yang lewat. Mereka ada hanya pada saat jam pulang sekolah saja, Karna memang jalanan ini bukanlah jalur angkutan umum. Mungkin ada angkot, tapi biasannya ada di ujung persimpangan jalan yang jauh dari tempat Alvina berdiri.
Tapi zaman sekarang semuanya mudah, jika tidak ada angkot maka masih ada ojek online dapat diandalkan. Dengan segera Alvina membuka aplikasi ojek online yang ada di ponselnya dan mulai mengetik lokasi penjemputan serta tujuannya.
Lama menunggu tapi tidak ada driver yang menerima pesanannya.
Alvina berdecak kesal. "Ck lama banget sih."
Tiba-tiba Alvina merasakan getaran di ponselnya. Ia tersenyum, itu pasti pesan dari seorang driver. Namun senyuman itu langsung meredup ketika melihat itu adalah pemberitahuan baterai ponselnya yang habis. Dalam beberapa saat pasti ponselnya akan mati. Benar saja, baru lima detik ponsel itu mati.
Lengkap sudah penderitaan Alvina. Ia benar-benar ingin menangis sekarang. Ini adalah pertama kalinya ia berdiri sendirian di pinggir jalan pada malam hari. Ia juga merutuki dirinya sendiri karna dengan bodohnya ia menunggu Alvaro hingga berjam-jam.
Dengan tergesa-gesa Alvina berjalan. Mau tidak mau ia harus berjalan ke persimpangan agar dapat menaiki angkot. Walau jauh tapi mau bagaimana lagi?.
Alvina baru berjalan sekitar dua meter dari tempat semula. Entah kenapa ia merasa ada seseorang yang mengikutinya. Alvina semakin mempercepat langkah tapi sepertinya orang itu masih mengikuti. Dalam hatinya ia terus berdoa agar tak terjadi apa-apa dengannya.
Langkah kaki orang itu semakin mendekat. Alvina berniat untuk berlari menjauh. Namun ia kalah cepat, sebelum berhasil berlari tangan kirinya sudah di cekal orang itu.
Alvina berbalik sambil menutup mata. Berusaha memberontak menarik tangannya.
"Lepasin!" teriak Alvina berusaha menarik tangannya.
"Gue mohon lepasin!" Tangan kanannya memukul-mukul dada orang itu.
"Hei ini gue," orang itu berusaha menahan tangan Alvina agar berhenti memukul.
Mendengar itu, Alvina membuka matanya dan melihat seseorang dihadapannya. Sepertinya ia mengenli orang itu.
"Ka Ezra?" tanyanya memastikan.
"Iya ini gue." Jawab Ezra dengan senyum hangat.
Alvina merasakan kelegaan yang luar biasa. syukurlah ternyata Ezra, orang yang ia kenali.
"Ya ampun ka lo hampir aja bikin gue mati ketakutan," ucap Alvina sambil menghapus air mata yang tanpa ia sadari sudah berjatuhan di pipinya.
Ezra hanya terkekeh "Lo ngapain di sini malem-malem?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
Teen FictionAlvina Florien menyukai kaka kelasnya sendiri. Memang itu hal yang lumrah. Ia hanya bisa memandanginya dari jauh dan berharap suatu saat nanti ada keajaiban yang membuatnya dekat dengan sang pujaan hati. Sampai suatu hari permainan Truth or Dare ya...