PART 20

76 13 0
                                    


Suara alarm berdering dari salah satu ponsel cewek yang tengah menjeelajah alam mimpinya di sebuah tenda. Tak ada yang terganggu dengan suara itu kecuali gadis yang tertidur bersama sang ponsel.

Dengan segera Alvina meraih benda itu dan mematikan alarmnya. Padahal ia baru saja tertidur selama 3 jam. Ya, kegiatan api unggun tadi malam membuatnya terpaksa harus tertidur larut malam.

"Dar," panggilnya seraya mengguncangkan tubuh Adara. "Dar, bangun," panggilnya lagi yang hanya dijawab gumaman saja.

"Kita harus masak Dar, sekarang giliran gue sama lo yang masak." Alvina memukul pelan pipi Adara berkali-kali.

"Ck, lo masak nasi aja sana nanti gue yang masak yang lainnya." Sahut Adara tanpa membuka matanya.

"Tempat nyuci berasnya di mana?"

"Belakang tenda panitia."

"Dar, ini masih jam 6.30 loh, lo tega ngebiarin gue sendian?" tanya Alvina dengan wajah memberengut.

"Guru-guru udah pada bangun ko, di luar aja udah berisik."

Alvina menghela nafas pasrah. Tahu begini ia tak akan mau memasak di pagi hari. Karena sarapan harus sudah siap pukul 6. Jujur Alvina sedikit takut saat melihat keadaan di luar masih gelap.

Dengan menyampingkan rasa takutnya, Alvina keluar dari tenda dan masuk ke tenda kecil tempat makanan untuk mengambil beras dan wadahnya. Setelah dirasa cukup, Alvina berjalan menuju tempat yang Adara maksud tadi dengan hati-hati.

Berbeda dengaan yang dikatakan Adara tadi, di luar masih sangat sepi hanya ada satu dua orang yang terlihat. Membuat rasa takut kembali menghampiri Alvina.

Sampai di tempat, Alvina segera mencuci beras yang ia bawa. Ia terus saja menunduk tanpa mau melihat sekitar. Takut jika matanya melihat apa yang seharusnya tidak dilihat. Alvina merutuki Adara dalam hati karena telah membiarkannya sendirian. Dan entah kenapa ia merasa tengah diperhatikan oleh seseorang.

Alvina mempercepat gerakannya. Ia harus segera pergi dari sini. Baru saja ia berdiri, tiba-tiba ada yang menpuk pundaknya.

"AAAAAA AMPUN NYAI, MAAPIN VINA, VINA CUMAN MAU NYUCI BERAS, KALO MAU BERASNYA AMBIL AJA." teriaknya dengan mata terpejam. Tangannya terulur memberikan beras beserta wadahnya.

Suara tawa yang tak asing di teliga Alvina terdengar. Perlahan, matanya terbuka melihat siapa yang tertawa.

Alvina mendengus kesal melihat Alvaro tengah puas mentertawainya. Ia juga benar-benar malu karena telah berteriak yang aneh-aneh tadi. dipukulnya lengan Alvaro berkali-kali.

"Hahaha ampun nyai ampun," kata Alvaro menirukan Alvina tadi.

"Diem!" seru Alvina beralih menncubitnya.

"Akh iya-iya maaf-maaf." Alvaro mengaduh kesakitan membuat Alvina melepaskan cubitannya.

Alvaro mengusap-usap lengannnya yang sakit. "Sakit tau! Merah nih!" ucapnya menunjuk bekas cubitan Alvina.

"Lagian suruh siapa ngagetin!" Alvina mempoutkan bibirnya kesal.

"Gue gak bermaksud ngangetin lo nya aja yang tiba-tiba ampun nyai ampun hahaha." Alvaro kembali meledek.

Alvina mendelik sebal, lalu memalingkan wajahnya.

"Ngapain di sini sendirian?" tanya Alvaro setelah tawanya mereda.

Alvina tak menjawab pertanyaan Alvaro, ia malah berjalan melewati cowok itu. Baru beberapa langkah berjalan tak sengaja ia terpelesat dan terjatuh. Beras yang ia bawa beserta airnya tadi pun sedikit terjatuh mengenai bajunya.

The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang