PART 9

94 22 0
                                    

----

"Oke." Tiba-tiba Alvaro berucap memecahkan keheningan.

Alvina membuka matanya saat mendengar jawaban Alvaro. Walaupun kata-kata Alvaro kurang jelas, ia sudah mengerti jika Alvaro salah paham. Saat ingin menjelaskan maksudnya menembak Alvaro, Rain yang entah sejak kapan berada di sebelahnya dengan cepat memotongnya.

"Oke apa ka?" tanya Rain

Alvaro berdiri dan seperti sedang mencari seseorang. "Gue mau jadi pacar dia."

Alvina menganga tak percaya dengan apa yang ia dengar. Tadi ia sempat menduga arti dari jawaban Alvaro namun dirinya menepis pemikiran liarnya itu. Karna tidak mungkin Alvaro menerimanya. Padahal itu hanyalah sebuah permainan belaka. Sekarang ia tidak bisa menanggkalnya lagi, apa yang ia pikirkan benar adanya.

Semua yang berada di situ pun tak kalah kagetnya dengan Alvina. Ada yang menatap Alvaro dengan pandangan tak percaya dan ada juga beberapa orang yang di dominasi oleh para siswi menatap Alvina sinis.

"Ka itu cuman TO-" ucapannya terpotong karna Alvaro sudah lebih dulu pergi keluar dari kantin tanpa mempedulikan penjelasan Alvina.

Kesal, karena Alvaro tak mau mendengarkannya Alvina menghentakan kakinya. Tatapannya masih tertuju ke pintu kantin. Jika Alvaro benar-benar serius dengan ucapannya tadi, maka itu bisa menjadi mujizat sekaligus musibah bagi Alvina. Musibah karna ia harus mengahadapi para siswi yang mengidolakan Alvaro, atau mujizat sebab mungkin ia bisa lebih dekat dengan cowo yang di sukainya.

"Ck Varo laku ya, baru pegat langsung udah ada yang nembak."

Celetukan itu membuat Alvina ingat bahwa ada banyak orang di belakangnya. Dengan kepala yang tertunduk ia berbalik. Untunglah sekarang di meja hanya ada teman-teman Alvaro.

"Gini loh ka, tadi itu cuman TOD," jelas Alvina.

"Udah ga usah malu," Rafli mengibaskan tangannya "Banyak ko cewe yang nembak Varo terus pas di tolak dia bilang cuman TOD, udah ngomong gitu langsung deh lari sambil nangis bombay."

Penjelasan dari Rafli itu membuat Alvina menghembuskan nafas lega. Setidaknya ia sudah tahu bukan dirinya saja yang menembak Alvaro duluan. Di sisi lain ia juga merasa kesal karna mereka tidak percaya bahwa itu hanyalah sebuah permainan.

"Beneran ka itu cuman TOD do-" ucapannya kembali terpotong. Kali ini suara bel masuklah yang memotongnya. Orang-orang yang ada di hadapannya pun beranjak dari tempatnya.

"Gini aja, yang penting sekarang lo udah jadian sama Varo." Kata Ezra saat melewati Alvina.

Sekarang hanya ada mereka bertiga saja di meja itu. Alvina menatap horor kedua sahabatnya. Dan yang di tatap pun hanya memamerkan cengiran khas masing-masing.

"Ini semua gara-gara lo berdua!" omelnya dengan tangan yang memukul lengan kedua orang di hadapannya.

"Anjir sakit ogeb!" sungut Adara

"Harusnya lo berterimakasih sama kita karna udah ngebantu lo jadian sama doi, bukannya marah-marah!" Rain ikut bersungut.

"Dar, Rain, gue males berurusan sama fans nya ka Varo, lo ga liat mereka tadi ngeliat gue kaya gimana? Belum lagi dia baru pegat sama ka Diana." Cerocos Alvina sebal.

"Udah deh mending ke kelas sekarang pelajarannya madam loh," ucap Adara yang diangguki keduanya dan langsung bergegas meninggalkan kantin.

Mereka berjalan dengan tergesa-gesa menuju kelas. Sekarang adalah jam pelajaran matematika, gurunya yang killer dan sangat di siplin membuat para murid menyebutnya 'Madam Killer'.

The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang