4. Fever

914 68 32
                                    

Pagi hari usai subuh, Teo kembali meringkuk di kasur. Ah, pasti dia kelelahan karena beberapa minggu ini sibuk bekerja, ditambah kemarin dia pulang terburu-buru dan dalam situasi yang kurang mengenakkan. Kubangunkan saja dia untuk menanyakan jadwalnya hari ini.

"Teo, bangunlah ..." kugapai lengan kanannya, "astaga!" Aku terkaget karena permukaan kulit lengannya sepanas bara api. Segera kudekati kotak obat untuk mengambil termometer.

42 derajat Celcius.

Kutatap sendu dirinya. Terlihat dia menautkan alisnya dengan matanya menutup rapat. Akupun menggapai ponselnya dan menelpon managernya.

"Assalamu'alaikum, Halo Kak Indra,"

"Wa'alaikumsalam, siapa ya?"

"Ini Phyta Kak. Apa hari ini Teo ada jadwal?"

"Ah iya Phyt, maafkan Kakak nggak mengenal suaramu. Hari ini dan besok dia free. Mau liburan ya?" godanya.

"Enggak kak. Ini Teo demam. Bisa panggilkan dokter kemari?"

"Ah tentu. Akan kuantarkan Dokter Sofian ke Apartement kalian. Tunggu ya."

"Terima kasih, Kak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku akan segera beranjak ke dapur untuk membuatkannya bubur. Namun, dia malah menggapai pergelangan tangan kiriku.

"Jangan pergi, Ta," lirihnya.

---

Kak Indra datang dengan seorang dokter. Menurut Kak Indra, Dokter tersebut adalah dokter Management.

"Bagaimana dok?" tanyaku ke dokter Sofian.

"Dia kelelahan. Besok pasti sembuh. Biarkan dia beristirahat."

"Terima kasih, Dok,"

"Sama-sama,"

"Kalo begitu Aku dan Dokter Pamit dulu ya, Phyt. Assalamu'alaikum."

"Iya, Kak. Terima Kasih. Wa'alaikumsalam."

Aku mengantarkan tamu kami itu menuju lift.

---

Teo terlihat begitu lelap tertidur. Aku melanjutkan pekerjaanku menggambar desain gaun di samping tempat tidur. Bel apartement berbunyi. Aku pun pergi ke depan dan membukanya.

"Selamat siang," suara dari seseorang yang kutahu bernama BJ. Di belakang BJ, ada segerombolan rekan syuting Teo di project film terbarunya 'Big Trauble Star' datang.

"Apakah ini tempat tinggal Teo?" tanya BJ lagi, Dia kemudian dipukul seseorang yang begitu manis dan membawa sekantong ... sayuran?

"Iya, benar. Silahkan masuk," ajakku sambil tersenyum. Kubiarkan mereka yang ternyata berenam itu masuk terlebih dahulu kemudian menutup pintu. Terlalu berbahaya ketika pintu dibiarkan terbuka, mungkin saja ada paparazzi yang mengikuti mereka.

 Terlalu berbahaya ketika pintu dibiarkan terbuka, mungkin saja ada paparazzi yang mengikuti mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka tidak duduk di ruang tamu, namun langsung masuk di ruang makan, membuatku tersenyum simpul. Aku hanya mengenal BJ dari mereka berenam karena kita pernah bertemu di acara fanmeeting dengan Teo di film 'Love You'.

---

Aku masuk ke kamar, terlihat Teo sudah duduk bersandar dan hendak berdiri. Aku segera mendekatinya.

"Apa kamu sudah merasa baikkan?" tanyaku saat memapahnya. Dia tersenyum padaku,

"Tenanglah ... aku baik-baik saja, Ta. Lagipula, aku mendengar suara-suara makhluk aneh berada di sini." Senyumnya mengembang lebar meski wajahnya masih pucat.

Kami berdua keluar dan kulihat mereka hanya berempat di ruang makan. Ah, ternyata dua orang lagi sedang berada di dapur. Aku menuntun Teo hingga meja makan, kemudian berjalan ke arah dapur.

"Nyonya Teo, aku pinjam dapur ini ya," ucap lelaki tampan itu sambil tersenyum. Tangannya sudah terampil mengiris sesuatu, sementara seseorang yang lain nampak tengah mencuci sayuran.

"Boleh kubantu?"

"Nggak usah, nanti aku dan bocah ini yang akan menyiapkan makanan."

Baiklah, kalian ingin minum apa?" tanyaku.

"Biar dia yang siapkan. Kau fokus temani Teo saja," ucap lelaki tampan itu lagi sambil menunjuk seseorang yang tadi mencuci sayuran. Lelaki itu tersenyum, tampan.

Aku berjalan ke arah meja makan dan menarik salah satu kursi makan di samping Teo dan mulai duduk. Sedikit perasaan khawatir mempercayakan dua orang lelaki -apalagi artis- berada di dapur.

"Sayang, nggak usah khawatir, mereka bisa diandalkan, kok. Oh iya, Kamu sudah kenal mereka semua?" aku menggelengkan kepalaku menanggapi Teo, "kenalan gih satu-satu."

"Hai Kak Phyta, aku James Aditya, panggil saja James. Aku pernah sekelas dengan Teo di SMA." Teo mengarahkan pandanganku pada seseorang berambut abu-abu berhoodie hitam.

"Hai James,"

"Hello Kak Phyt, aku Hose. Jusuf Hosein. Salam kenal. Hehehe," katanya sambil melambaikan tangannya. Warna rambutnya merah-pink. Ia memakai kaos panjang putih bertuliskan 'Arabic'.

"Hello Hose," Aku tersenyum padanya, nama panggilannya sedikit unik. Namun, dia terlihat sangat ramah.

"Yongki," ucap singkat seseorang yang duduk di hadapanku. Aku tersenyum padanya dan melirik ke arah Teo.

Teo pun membisikkan sesuatu padaku, "Dia emang begitu orangnya. Namanya Yongki Bastian."

"Ah begitu ... " balasku.

"Tebak siapa aku?"

"Kau BJ," kataku pada seseorang yang duduk di depan Teo.

"Yap, thats right. I am Big Joon. Cukup panggil BJ." Lesung pipinya mengembang di kedua pipinya. Senyumnya sangat manis.

"Seru ya obrolan kalian. Bahas apa?" tanya lelaki tampan yang tadi sibuk memasak di dapur, warna rambutnya coklat gelap. Ia membawa nampan berisi kari putih khas Thailand dan kimchi khas Korea.

"Bahas nama, Kak. Perkenalkan dirimu ke istriku dong," pinta Teo.

"Hai, Aku Jean Fernando. Cukup panggil aku Jin kayak pas kamu menyebut celana denim merk 'jeans'," penjelasannya membuatku tersenyum. Dia begitu detail menerangkan cara memanggil nama segala.

Berikutnya seorang lelaki datang membawa nampan berisi delapan gelas jus buah dengan warna yang berbeda.

"Kalau aku Juna, Kak. Arjuna Choky. Salam kenal." Dia menaruh gelas di atas meja disusul Hose dan James yang membawa nasi dan sayuran lain.

"Wah, makan besar. Kak Jean jago masak ya," pujiku dengan mata berbinar. Tak pernah sebelumnya meja makan kami penuh makanan seperti sekarang ini.

"Wah, jangan salah. Kak Jean memang terbaik." Juna memperjelas suasana, membuat Kak Jean tersipu.

"Kakak kami satu ini yang sering memasak pas jeda syuting, makanya kami hafal seleranya. Sekarang dia lagi suka buat masakan Korea dan Thailand," terang BJ.

"Kami dengar dari Kak Indra kalau Teo sakit, makanya aku dan yang lain berencana menyemangatinya biar cepat sembuh." Ah, Hose menjelaskan niat kedatangan mereka.

Aku mengangguk dan kami mulai makan. Aku sedikit ragu, ini tak pantas disebut makan pagi, namun belum masuk jam makan siang juga. Jadi, kami sepakat bahwa kali ini kami makan demi kesembuhan Teo, sekaligus merayakan pernikahan kami berdua yang tepat sebulan.

Aku mengecek suhu badan Teo yang berangsur normal. Alhamdulillah sudah mulai sembuh, aku merasa lega dan berterima kasih dengan sahabat-sahabatnya yang berkunjung ini.

-Rey-

Hai... Rey update. Terima kasih telah menanti cerita ini dengan setia. Maaf karena minggu kemarin Rey tidak update. Semoga terobati dengan part kali ini. Vomment ya... ^^/





TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang