10. Crack

511 47 14
                                    

"Aku kira Kak Phyta single. Ternyata, Kakak memiliki hubungan spesial. Siapa, Kak?" tanya John mampu melumpuhkan kinerja otakku. Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab pertanyaannya. Mengapa dia tahu aku tak single? Nadiku?

Aku masih saja memikirkan kata-kata itu dari kemarin, dan rasanya seperti baru saja terjadi.
Apalagi Teo seakan kembali menghilang tanpa kabar jelas. Aku semakin terpuruk.

---

Sore ini, Aku pulang kerumah dengan membawa sekantung belanjaan. Saat baru saja masuk ke rumah, seseorang memencet bell. Mama.

"Ah, Selamat datang, Ma."

"Nggak usah memasang tampang memelas begitu. Masih juga menghambur-hamburkan uang Teo kamu ya? Aku tidak akan berbasa-basi. Di mana buku nikah kalian?"

"Ada sama Teo, Ma?"

"Buku nikahmu juga?"

"..." Aku hanya mengangguk.

Plaaaaak!

Bruk!

Aku ditampar beliau hingga menubruk pintu.

"Gadis bodoh. Mana mungkin buku nikah milikmu di simpan olehnya. Kau benar-benar. Ah ...,"

"..."

"Kamu tak punya mulut ya? Hmm, pura-pura pucat. Kemana selingkuhanmu itu?"

"..."

Kamu sedang hamil ya? Semoga itu anak selingkuhanmu."

"..." Kosa kata dalam kepalaku menghilang. Kosong. Aku tak tahu akan menjawab apa. Aku bisa saja melawannya, namun aku enggan.

Aku sungguh menyayangi wanita ini layaknya ibu kandungku. Aku juga yakin, ini bukti kekecewaannya karena Teo seharusnya menikah dengan wanita impiannya. Bukan gadis panti asuhan dengan latar belakang miskin sepertiku.

"Setelah Teo pulang, aku akan mengurus perceraian kalian. Keluarlah dari rumah ini ketika proses selesai. Mengerti!" Wanita itu pergi.

Aku terpaku, detik berikutnya kulangkahkan kaki terseok kedalam apartemen. Duduk di depan aquarium, spot favoritku.

Aku menangis sesenggukan. Merasakan betapa pedihnya hujaman dua pisau tepat di jantungku. Pertama, Teo yang kedapatan tengah berjalan berdua di Korea. Kedua, mama yang akan menceraikan kami. Belum lagi aku diusir dari apartemen milikku susah payah, juga masalah tentang John yang mulai mencurigaiku.

Aku membuka Line Today pada ponsel pintar milikku.

TEO MAHENDRA KEDAPATAN BERKENCAN DI KOREA!

TEO MAHENDRA KEDAPATAN BERKENCAN DI KOREA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Miris. Aku tak kuasa membacanya hingga kututup berita itu. Rasanya, belum genap empat bulan kita menikah. Namun, yang kurasakan tekanan batin terjadi terus menerus.

Ponselku berbunyi. Teo memanggil. Kutarik napasku dalam dan kuembuskan setenang mungkin. Jangan sampai Teo tahu aku baru saja menangis.

"Assalamu'alaikum," sapaku berusaha dengan nada biasa.

"Wa'alaikumsalam Sayang. Kamu baik-baik saja?" Dia terdengar khawatir.

Apa aku sedang terlihat baik sekarang, Teo? Ah ... Dia tak melihat.

"Hmm ...," aku anggap itulah jawabanku.

"Kau merindukanku ya?"

"Iya, apa pekerjaanmu lancar di sana?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Alhamdulillah lancar. Ah senang rasanya mendengar kau merindukanku. Hehehe ... Aku banyak merencanakan masa depan kita selama aku berada di sini. Kau hanya perlu bersabar ya, Sayang."

Aku menganguk meski Dia tak mungkin melihatku. Kuseka air mata di pipi, sambil berusaha keras untuk menekan napasku agar tak terdengar habis menangis.

"Baiklah, makan yang teratur ya Teo. Jaga ibadahmu."

"Siap boss,"

"Assalamu'alaikum," ucapku.

"Wa'alaikumsalam, Sayang."

Setelah telepon dimatikan, aku pun menuju wastafel dan berkumur. Darah akibat bibir pecah mengalir. Perih ... begitu keras aku menghujam pintu. Namun sekali lagi, luka ini tak seperih hatiku.

---

Acara John dilangsungkan malam ini. Taksi yang kutumpangi berhenti di depan sebuah rumah besar.

Aku pastikan alamat rumah John sekali lagi pada pesan chat yang dikirim John sore tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku pastikan alamat rumah John sekali lagi pada pesan chat yang dikirim John sore tadi. Rupanya dari luar nampak sepi. Kuyakinkan diri untuk turun. Rasanya merosotlah percaya diri yang kubangun saat berangkat tadi. Untung saja aku tak terlihat salah kostum.

"Nona, silakan masuk," sapa seseorang dengan setelan jas abu-abu rapi. Kulangkahkan kakiku sambil menjinjing gaun warna biru safir milikku. Melewati beberapa pasang orang yang berdiri tersebar dalam ruang tamu yang disulap menjadi ballroom sepertinya.

Acara dimulai. Semua kolega dari keluarga ini berkumpul. Begitu ramai orang-orang dengan gaya busana mewah nan elegan. Style mereka mampu menunjukkan gaya yang berkelas.

Aku tahu John orang berada, namun aku tak menyangka jika John seorang anak konglomerat. Putra mahkota lebih tepatnya.

Papa John ternyata pemilik sebuah perusahaan pemasok mobil terbesar di Indonesia. Sedangkan Mamanya seorang dokter sekaligus pemilik rumah sakit ternama di Jakarta. Dia bahkan anak tunggal yang sangat di sayang orangtuanya. Hartanya tak akan habis meski tujuh turunannya menghambur-hamburkan percuma.

"Hai ...," sapa seseorang dari samping membuatku berhenti melamun. John rupanya.

"Hai John."

"Terima kasih telah datang Kak. Kau sangat cantik hari ini," kata John membuatku melambung.

"Terima kasih," hanya itu yang mampu terlontar dari mulutku.

"Kesini, Kak." Dia membimbingku lebih dalam. Menyapa Papa dan Mamanya, mereka sangat ramah.

John kemudian mengajakku mendekat ke kerumunan yang begitu mencolok dari yang lain. Kumpulan para artis yang pernah menjadi model produk Papa John sepertinya. Mataku terpaku pada tatap seseorang. Tatap yang juga kaget karena menemukanku ...

TEO.

Terlihat sangat dekat dengan seorang aktris ternama sesuai dengan apa yang dirumorkan.

Hatiku seperti tergilas, nyeri. Pecah.

-Rey-

---

(010717)

Duh, sabar ya Phyta. Rey sedih juga. Jangan lupa vomment untuk kelanjutan tulisan Rey ya readers... ^^/

TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang