12. Falling

489 47 14
                                    

Suatu hari, aku berjalan-jalan di sekitar Gedung Sate. Sebenarnya, sambil membawa beberapa kantung belanjaan untuk panti. Libur sekolah ini aku sungguh bingung. Aku pun berhenti dan bersandar pada sebuah pohon palem di sekitar gedung. Sejenak aku merenungkan nasibku, ingin rasanya melanjutkan sekolah dan menggapai mimpiku menjadi seorang designer. Namun, apa dayaku karena kami benar-benar sedang kekurangan dana. Tamat SMP sudah sangat bagus bagi kami.

Dor!

Bunyi letupan senapan mengagetkanku. Aku berusaha bersembunyi dan kulihat seorang gadis kecil dibekap oleh beberapa orang. Aku menyelinap masuk mobil penjahat itu dan mengambil bius yang mereka pakai untuk membius dua orang dan yang terakhir supir. Sialnya supir itu keburu pingsan dan membuat kami semua terjun ke jurang.

-

Kepalaku sangat sakit saatku buka mata. Cahaya silau memaksa masuk.

"Kau sudah sadar, Ii?"

"Bu Indah ... di mana gadis kecil itu, Bu?"

"Dia selamat dan hanya luka lecet. Terima kasih telah menolong anak saya." Seseorang dengan pakaian dinas lengkap menyapaku. Beliau? Walikota Bandung.

"Ah ... Pak Walikota." Aku berusaha bangkit dari tidurku, namun Beliau mencegahku.

"Berapa umurmu?"

"Saya lima belas tahun, Pak."

"Sekolah di mana?"

"Saya lulusan SMP 15 Bandung, Pak."

"Ah, belum sekolah lagi?" Aku hanya bisa tersenyum dan menggeleng. Beliau memberikanku sebuah stopmap berisi formulir pendaftaran masuk SMA Internasional, disertai lembar beasiswa gratis selama bersekolah di sana.

-

Aku tidak akan mengulas kembali masa SMAku karena rasanya dunia mereka terlalu berbeda. Aku sering diam dan menekuni kertas serta pensil. Mengamati anak-anak dengan baju seragam namun menonjolkan karater mereka.

-

Hingga aku berkesempatan mendapat beasiswa dan mengambil kuliah di London. Setelah lulus aku segera pulang ke Indonesia.

Sepanjang jalan dari bandara menuju hotel yang kupesan, beberapa media info seperti tv, iklan, poster, koran, bahkan line today mengabarkan tentang penayangan film 'Love You' yang diperankan oleh Teo, BJ dan sebagainya sedang laku keras. Penayangan perdananya kemarin menembus sepuluh juta tiket. Film ini pasti hanya berhantung pada wajah pemain.

Turun di Jakarta, aku memutuskan untuk menginap dan berjalan-jalan dulu di sini. Sebelum membuka toko kecil sebagai galery busana karyaku.

Empat hari berlalu, aku belum juga menemukan toko di tempat strategis dan sewa murah di area Jakarta Pusat ini. Namun, aku akan terus berusaha.

Sampai akhirnya langkahku memasuki gedung meet and great film terkenal. 'Love You'. Posternya membuatku penasaran dengan Teo Mahendra. Setampan apa dia sebenarnya? Hingga gadis-gadis abg itu rela mengantri untuk bertemu.

"Apa dia setampan itu?" tanyaku random pada salah satu gadis yang kutemui.

"Iya, Kak. Apa kau makhluk planet lain? Seluruh Indonesia pasti tahu gantengnya Teo!" seru gadis itu.

"Kau harus lihat supaya percaya. Ini aku beri tiketnya gratis," ujar gadis di sebelahnya.

"Terima kasih. Ini untuk ganti tiketnya." Aku memberikan sepotong rok motif mawar berwarna peach yang kusimpan dalam kantong kertas.

"Ah tidak usah."

"Tenanglah, itu baru kujahit semalam."

"Terima kasih banyak, Kak. Salam kenal." Mereka pun menyebar setelah masuk.

-

Aku keluar dari gedung itu dengan perasaan kalut. Sebenarnya aku ingin berkenalan, atau setidaknya mengenalkan namaku padanya. Namun, rasanya lebih enak mengerjainya.

Greb!

"Astaghfirulloh. Hei lepaskan!" Aku berusaha meemberontak tetapi genggamannya malah semakin mengunci pergelangan tangan kananku. Seorang laki-laki dengan jari-jari yang panjang dan besar.

Aku dituntun menuju ruang ganti artis. Ada seorang artis berada di sini. BJ -Itu yang tadi kudengar saat dia memperkenalkan diri- , beserta seorang manager artis, mungkin.

"Jelaskan kenapa aku di tarik kemari?" tanyaku pada si penarik, Teo Mahendra.

"Apa yang harus kulakukan? Kupikir, aku sudah jatuh kepadamu, Nona." Suara beratnya begitu jelas. Tak ada sedikitpun nada bercanda, namun ini benar-benar tidak mungkin.

"Tak mungkin. Hahaha ... Kau bercanda, kan?"

Dia menggelengkan kepalanya cepat. Tatapnya tak mau lepas dari mataku.

"Bagaimana bisa? Kau bahkan tak tahu namaku?"

"Kau ... Nona siapa namamu?"

Subhanalloh ... Dia sungguh ... kenapa bertanya setelah memberi pengakuan?

"Ah ... sudah kuduga. Kau berniat mempermainkanku. Lepaskan tanganku. Tuan Artis yang terhormat."

"Tidak mau."

"Lepaskan."

"Tidak akan!" Suara besarnya menggelegar seperti auman singa, atau dia memang benar-benar singa? Menyeramkan sekaligus memesona. Ah ... apa yang kau pikirkan, Phyta?

"Dengarkan aku, Tuan. Kau seorang selebriti sukses, tanpan, bahkan seperti pangeran. Banyak putri-putri konglomerat yang mengantri untuk mendapatkanmu. Jadi tak perlu membuang waktumu untukku." Aku mengomelinya.

Dia malah tersenyum. Sulit dipercaya! Dia luar biasa! Apa dia tengah beradu akting denganku sekarang? Mengapa senyumnya begitu manis?

"Akhirnya kau mengeluarkan banyak kata. Aku semakin suka. Menikahlah denganku, Putri."

"Hei bocah! Apa kau sedang melamar Nona ini sekarang?" rekannya BJ terkejut. Dia nyaris mengeluarkan sepasang mata dari kelopaknya.

"Teo, kau sedang taruhan?"

"Astaga! Kenapa kalian begitu jahat padaku. Aku serius."

Kudorong tubuhnya saat Ia sedang lemah.

Tak!

Ya Tuhan. Aku malah dijitak olehnya secara tak terduga. Betapa menyedihkannya keningku hari ini. Tadi aku terpantuk dagunya dan sekarang dijitak olehnya. Kubelalakan mataku penuh emosi.

"Teooo! Kepala Phyta sakit."

Cup.

Dia mencium keningku perlahan dan berbisik.

"Menikahlah denganku, nona Phyta."

Ah ... mengapa aku keceplosan menyebut namaku.

I am Falling to, Teo.

-Rey-

-------

(150717)

Masih dalam rangka dream, terima kasih untuk terus membaca Teorema. Rey sangat berbahagia saat para pembaca meninggalkan jejak. Bye ^^/

TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang