Chapter ini mengandung beberapa bagian menyakitkan untuk dibaca. Bagi yang merasa trauma atau takut mohon untuk skip membaca hingga gambar baby. Mohon kebijakan pembaca... Terima kasih.
***
Saat kami telah sampai di tempat berteduh terdekat, aku mengucapkan terimakasih padanya...
"Gamsaham...ni...da." Aku terkejut saat menangkap manik mata itu.
"Cheonmaneyo... Jaga dirimu, Agasshi." Dia berlalu.
Dia terlihat seperti Teo. Apa aku sudah gila sekarang?
Perutku bergejolak, ada apa dengan si kembar? Mereka terasa seperti mendorong keluar membuatku limbung.
"Ah.... Help ... Me!" Aku berusaha berteriak. Berharap siapapun menolongku saat ini. Aku tak bisa bergerak, mereka terlalu kuat.
Seketika aku di gendong seseorang. Dia berjalan amat cepat, aku tidak tahu akan dibawa ke mana. Pikiranku tertuju kepada perut yang semakin melilit dan pinggangku yang teramat nyeri.
Pintu gerbang keluar di depan mata. Seseorang yang menolongku itu berteriak seperti kesetanan kepada petugas sehingga petugas setempat bersedia mengantar kami menuju rumah sakit terdekat dengan mobil promosi Everland.
Aku terus didekap penolongku. Saat mulai dapat mengatasi rasa nyeri di pinggangku dan mulai agak tenang, aku menengok ke arahnya. Dia... Pria berjambang yang begitu misterius, pria sama yang tadi memayungiku dengan mantelnya, dan pria itu mirip dengan Teo.
"Bertahanlah," gumamnya dengan tetap menghadap ke depan.
"Cepatlah, Ahjusshi!" Dia berteriak lagi dengan suara beratnya. Di dalam mobil yang temaram, sekilas aku melihat kedua pipinya mengalirkan air mata terus menerus.
"Gamsahamnida." Hanya bisik itu yang mampu aku sampaikan padanya. Antara perbendaharaan bahasa koreaku yang terbatas, juga karena aku tak tahu lagi harus mengucapkan apa dalam situasi ini.
"Ne."
"Kenapa kau menolongku?"
"Karena kau meminta tolong."
Ah.... Apakah aku salah bertanya? Jawaban benar tapi itu merobek perasaanku. Aku rasa aku terlalu berharap lebih dia adalah Teo hanya karena dia mirip dengan Teo.
Astaghfirullah, nyeri ini kembali datang. Kami pun sudah sampai di rumah sakit terdekat. Nyeri ini terasa semakin sering. Dia membantu memindahkanku pada brakas. Aku terus menggenggam tangan kanannya.
"Sebenarnya, kau mengingatku pada istriku yang telah tiada, Agasshi." dia terlihat amat sedih, dan menatapku kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teorema
RomancePasangan suami istri rasa idol dan fansnya. Wah bagaimana ya? Belum lagi kisah mereka serumit rumus matematika (Teorema Phytagoras) Akankah mereka bahagia dengan kenyataan yang ada? Penasaran? Baca aja. Warning: -Baper 21/07/18 #217 - seru 15...