20. Bad Think

434 38 3
                                    

Mama?

Aku melihat dari jauh Mama menggenggam tangan kanan Teo. Teo merangkul mamanya kemudian memeluknya. Sekilas terlihat Mama sedang menangis. Apa yang terjadi?

Teo pergi bersama Mama, mereka terlihat meminta ijin kepada kru yang ada. Teo sempat melirik kearahku saat melewati tempat dudukku. Sementara itu, baju lusuh dan make up pucat ini mampu memudarkan keberadaanku bagi Mama, sehingga Mama tidak tahu keberadaanku.

Aku ingin menyapa beliau, tapi keraguan menyelimuti benakku karena aku rasa waktunya kurang tepat. Kuputuskan untuk tetap diam. 'Maaf, tidak menyapamu, Ma.'

Waktu terasa lengang setelah Teo pergi, Pak Joyo mendekatiku,
"Nyonya ... terima kasih untuk dua scene yang luar biasa," ujar Pak Joyo padaku.

"Ah, Iya Pak. Sama-sama. Senang bisa membantu," jawabku sambil menunduk.

"Iya Nyonya. Hmm... Sepertinya, anggapan ibu hamil akan terlihat cantik berkali-kali lipat ada benarnya juga," celetuk Pak Joyo tiba-tiba.

"Apa anda sedang merayu saya?" tanyaku dengan mengelus perutku.

"Oh, tidak. Bukan begitu, maksudku meski Nyonya didandani begini, kecantikan yang terpancar mampu meluluhkan Teo untuk terus menatap anda. Dia alami sekali menjiwai karakter saat di depan anda," jelasnya yang membuatku sedikit tersipu.

"Ah, terima kasih. Teonya saja yang hebat mampu berperan maksimal," elakku. Aku tak mungkin mengaku menjadi istri Teo sementara dia tak mengakuinya di dunianya ini.

Mulailah terdengar desas-desus dari para kru tentangku. Suasana berubah kurang nyaman hingga kuputuskan untuk segera pulang, seseorang bergegas menyusulku.

-

"Ayo kuantar." Seseorang itu berada di hadapanku.

"Eh, Yongki, aku bisa pulang sendiri kok. Terimakasih tawarannya," cegahku.

"Ayolah, terlalu berbahaya jika kamu pulang sendiri."

"Aku bisa mengatasinya, selamat tinggal," kataku sambil melangkah mundur dan melambaikan tangan. Penonton shooting masih banyak di sekitar sini. Terlalu rawan untukku saat berinteraksi dengan mereka.

"Baiklah kalau itu maumu, berhati-hatilah." Yongki menjauh dengan sesekali menengok ke arahku. Aku berjalan kembali, menjauhi jalanan yang ramai.

-

"Itu dia!" Seseorang berteriak sambil menunjukku, aku baru keluar dari supermarket sehabis belanja. Orang itu mendekat dengan beberapa temannya. Sepertinya mereka terlihat sedang marah.

"Ah benar, dia si wanita penggoda. Bisa-bisanya ya, sedang hamil masih saja ambil kesempatan pada Teo kami," kata gadis berbaju coklat keemasan, salah satu dari tujuh orang yang mencegatku.

"Lihat dia! Masih bocah kencur rupanya, pantas saja penggoda," kata si rambut ungu.

"Anak siapa itu di dalam perutnya? Jangan-jangan anak diluar nikah lagi," ujar yang lainnya.

"Ahahahaha, aku yakin itu. Kebocoran"

Mereka terus berbicara, sementara aku dari tadi hanya mengunci mulutku waspada.

"Ada yang bilang padaku, tadi dia juga menggoda Yongki."

"Ah, dia tak bisa dibiarkan saja. Ayo," ajak gadis berperawakan tinggi besar. Mereka mendekatiku dan mulai melempar kantung-kantung belanjaan yang tadi kubeli. Terdengar pecahan cangkang-cangkang telur dari kantung.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku lirih.

"Kau. Mati!" teriak seorang gadis diantara mereka yang paling mungil.

TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang