15. Reel

538 47 0
                                    

Rasanya masih nyeri untuk sekedar duduk bersandar, mengharuskan aku tetap terbaring. Namun, pagi ini terasa paling hangat diantara pagi-pagi lalu. Saat kucoba membuka mataku, selingkar tangan kokoh memenjarakanku.

Aku didekapnya posesif. Wajahnya masih utuh penuh luka. Pasti sangat perih. Jahat sekali John tak mengobatinya. Bibirnya melenkungkan senyum dan mendekat, bahaya!

Aku tak bisa menghindari daging lembut itu menempel pelan pada bibirku. Dua netra sipit nan cantiknya telah terbuka lebar. Pipiku memanas ... Dasar Teo! Dia selalu bisa membuatku terbang sejenak, lupakan sakit.

"Kamu sudah bangun sayang?" bisiknya.

Aku mengangguk pelan.

"Apa mereka juga sudah bangun?" tanyanya dan menempelkan telinga kanannya di perutku sambil menatapku. Sesekali Dia tersenyum simpul dan mengerlingkan matanya padaku.

Aku sedikit bergeser agar Teo lebih nyaman di dekat perutku. Kurasakan nyeri yang disertai rasa panas di sekitar rahimku. alisku menaut, tapi tak berani mendesis karena Teo pasti khawatir. Rasa perihnya semakin menjadi, membuatku tak sadar diri.

-

Telingaku kembali menangkap suara. Terdengar suara John di dekatku, Dia sedang bersenandung lirih. Kemana Teo?

Langkah tergesa mendekat, aku masih berusaha membuka mataku tapi begitu sulit.

"Apa Phyta sudah sadar, Kak. Hmm John?" Teo datang.

"Kondisinya membaik setelah seharian pingsan."

"Ah, syukurlah ... Untuk bayi-bayi kami?"

"Mereka sehat dan normal, " jawab John lagi.

"Sini kamu, kuobati dulu."

Selama beberapa saat, suasana senyap. Aku kembali terlelap.

-

"Kapan Kamu bangun, Sayang?" Teo berbisik namun masih dapat kujangkau suara beratnya. Tangan kananku digenggamnya.

"Tanganmu kecil sekali ternyata, hehee ...,"Terdengar tawa kecil dibalik kata yang baru saja Dia lontarkan.

"Sayang, sebenarnya aku harus pergi hari ini, tapi aku masih terus khawatir. Bangunlah, kamu harus makan, kan?"

Cup.

Kurasakan dia mencium keningku, lama.

No, Not Today ... (Bunyi nada dering ponsel Teo).

"Halo. Ya, Kak. Aku akan segera kembali. Baiklah. Oke."

Tangan kananku yang digenggamnya dari tadi mulai terlepas.

"Kalian jaga Bunda ya. Ayah harus kerja dulu."

Cup! Cup!

Kurasakan dia mengecup perutku. Dan Diapun beranjak berdiri.

"Teo," panggilku. Aku membuka kedua mataku, Dia berbalik dan berlari menghampiriku.

"Akhirnya Kamu mau membuka matamu, Sayang."

"Kamu mau kemana?"

"Maafkan aku, aku harus pergi ke kantor sekarang." Kulihat wajah sendu dan air yang berkumpul di pelupuk matanya.

"Pergilah, aku sudah sehat sekarang. Kau bisa lihat kan wajahku ceria? Aku bahkan bisa sedikit posisi duduk sekarang. Awww!"

"Ya ... ya ... ya ..., jangan dipaksakan, Ta. Kamu masih harus mengurangi gerakmu. Ah, jadi ingin terus berada di sebelahmu." Dia mencubit pipiku dengan tersenyum. Namun, air matanya mengalir turun dengan derasnya.

"Teo ...,"

"Ah, maaf. Aku harus menjadi Ayah yang kuat dan siaga mulai sekarang. Untuk saat ini, aku akan bekerja keras untuk biaya Twin Baby kita nanti. Maaf untuk kali ini. Secepatnya aku akan kembali. Aku janji," celoteh Teo sambil mengusap air matanya.

"Jaga kesehatanmu, Sayang. Jangan janjikan sesuatu yang nyatanya sulit kamu tepati. Cukup ingat untuk menjemputku pergi dari sini. Aku akan segera sehat," senyumku mengembang untuk menyemangatinya.

"Iya, Sayang. Maafkan aku."

"Sekali lagi kamu meminta maaf. Aku marah padamu," protesku. Dia terlalu banyak meminta maaf atas kesalahan yang kemudian dilakukannya kembali. Harga maaf darinya menjadi semakin kecil jika diulang-ulang seperti itu.

"Assalamu'alaikum." Chu~ Dia mencuri ciumanku lagi. Dasar! Dia berhasil membuatku terus tersenyum selama beberapa waktu.

-

Aku baru sampai ^^/ 08.14 read

Ah ... Kenapa aku langsung merindukanmu ya? 08.15 read

Apa kamu sudah sarapan, Sayang? 08.15 read

Ya? Kenapa hanya di read, Nyonya Teo? 08.17 read

Aku marah, nih! 08.17 read

                     read 08.24 Hei Bocah!

Kok kamu kasar, Ta? 08.25 read

                     read 08.26 Sana kerja!
        read 08.27 Sok Manja! -John.-

Ahahai ... Hai Kak John. ponsel istriku ada padamu ya? 08.28

-

"Bi, apa Bibi melihat ponselku yang tergeletak di nakas?"

"Tidak, Non."

"Ah..., tadi pagi masih ada. Apa terbawa Teo, ya?"

Aku merasa penasaran kemana ponsel itu hilang. Pintu diketuk Papa.

"Hai Sayang, hari ini Papa akan umumkan kehadiranmu di rapat saham. Sayangnya mereka tak bisa melihat kecantikanmu pada rapat kali ini. Cepat pulih ya. Nanti akan Papa kenalkan rekan-rekan bisnis Papa. Pasti banyak putra-putra mereka yang mau mengantri untuk menjadi suamimu."

"Papa, aku sudah bersuami."

"Siapa? Kok Papa tak mengenalnya?"

"Papa kenal, Dia. Saat pesta John kemarin saja Papa mengundangnya."

"Oh, siapa ya? Artis? Direktur? Pengusaha?"

"Artis yang Papa undang."

"Oh, Artis tak bertanggung jawab itu? Dia yang ada di depanmu saat kamu terkapar? Mana mungkin Dia suamimu? Dia bahkan tak menolongmu saat kamu nyaris kehilangan si kembar."

"Pa, Jangan berkata begitu. Dia pasti punya alasan mengapa mendiamkanku begitu."

"Berhentilah mencintainya. Dia bukan pria baik untukmu."

Aku hanya terdiam. Rasanya percuma membuang energi untuk berdebat dengan orangtua kandung yang bahkan baru saja dikenal. Terlebih orangtua kandung tersebut telah terbiasa hidup mewah. Keputusan kecilnya dapat mempengaruhi hidup banyak orang.

"Tenanglah, Sayang. Papa tak akan membuatmu kecewa." Papa memelukku. Aku semakin khawatir jika Papa akan mencelakai Teo.

-

*
HIGHLINE NEWS
Presdir Menara Jaya telah menemukan putrinya setelah 22th berpisah ...

Bendera RI Terbalik, Ini Respons Panitia SEA Games ...

Asal-usul pasutri dirut FT ...

Teo Mahendra ketahuan mojok dengan anak orang kaya. Dikeroyok masa ...
*

Apa-apaan ini?

Rey

(200817)

Whehehe maapkeun typo bertebaran. Semangat pagi ^^/ Vomment ya readers. Luv U.

TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang