8. Amazing

553 46 10
                                    


"Hmm ... aku tak hamil," bisikku lirih. Aku menunduk, ya meski ada beberapa tanda-tanda kehamilan. Namun, lima buah tespect berbeda jenis, dan dokter kemarin, tak menyatakan aku hamil.

"Oh ... " Aku melihat kearah Teo, Dia menyembunyikan tatapan kekecewaannya. Ponselnya berbunyi, Dia pun menengok ke arah ponsel yang diambil dari saku celananya. Terpampang jelas sebuah nama. James.

"Ya James, ah baiklah. Bye."

"Kenapa?"

"Mereka mengajak kita sarapan. Yuk, kamu pasti lapar kan, Sayang."

Dia menggenggam tangan kananku, memasuki bagian gedung lagi. Aku pun teringat sesuatu.

"Teo ... "

"Hmm?"

"Sejak kapan kamu menyanyi di panggung bersama mereka? Seperti boyband?"

"Ah, hehehe ... jelek ya? Sejak kecil, aku selalu diajak bernyanyi. Aku juga sering bernyanyi dengan keluarga besar saat hari besar ... ," Dia menghentikan kata-katanya dan menatap ke arahku. "Kamu jangan remehkan kemampuan menyanyiku, Sayang."

"Ah, benar. Kamu sangat pandai menyanyi. Meski terdengar aneh karena suaramu ... ," aku di dorongnya ke tembok lorong dan ditutupi oleh badannya. Aku kaget, dia marahkah?

"Sssttt ... ada pak Produser." Ah, aku baru ingat jika aku hanya dikenali oleh managernya. Dan dari posisiku sekarang, aku bisa merasakan embusan napasnya yang hangat.

"Sudah pergikah?" bisikku padanya. Ia mengangguk dan menarikku untuk berlari. Hingga akhirnya kami masuk ke ruang latihan dengan napas tersengal. Mereka yang sedang makan melihat ke arah kami.

"Ya, aku menyuruhmu untuk membawanya beristirahat. Kenapa malah diajak lari begitu, Teo?" tegur Kak Jean. Teo hanya menyunggingkan cengiran. Genggamannya yang begitu erat seakan tak ingin melepaskanku.

"Kak Phyta, Kau baik-baik saja, kan?" tanya Juna perhatian. Diapun mengulurkan sebotol air mineral ke arahku. Aku tersenyum hendak menggapainya, namun segera disrobot oleh Teo dan menegaknya.

"Ish, Bang Teo!" Juna terlihat sebal dengan Teo. Namun, Teo sepertinya cuek dan duduk dengan santainya di lantai. Kita lesehan di ruang latihan ini.

"Lho makanannya mana?" Teo baru sadar jika sedari tadi hanya ada air mineral berbotol-botol.

"Kami memesan nasi padang di restoran depan stasiun Manggarai," ucap James.

Aku melihat Teo hendak protes namun mengurungkan niatnya karena menangkap sorot mataku. BJ dan yang lain hanya menyembunyikan senyum.

"Kenapa, Teo? Biasanya kamu protes karena nggak begitu suka masakan di restoran itu," sindir Yongki. Teo hanya menggelengkan kepalanya.

"Kalian memesan Ayam teriyaki dan Burger?" tanya Kak Indra yang masuk dengan membawa berkantung-kantung makanan. Mata Teo berbinar, dan yang lain cekikikan. Kami pun makan bersama Kak Indra dengan lahapnya.

"Makasih makanannya ya, Teo!" seru Hose.

"What?"

"Makanan ini kan potong gaji kamu bulan ini," ucap BJ dengan santainya. Pundak Teo merosot seketika, dia kemudian makan dengan pelan, tak sesemangat tadi.

Aku pernah diberi tahu oleh Teo bahwa jika ada yang telat, mereka harus mentraktir yang lain. Lama-lama kesolidan mereka melebihi grup boyband.

"Maaf ya sayang," bisik Teo padaku. Aku hanya menepuk pundaknya kemudian mengelusnya. Ini juga karena salahku kan?

---

Matahari terasa panas menyengat, mereka selesai latihan dan akan pulang ke rumah masing-masing.

TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang