25. Sigma and Pi

1.5K 47 4
                                    

Braaakkk...

Seseorang muncul mencuri perhatian kami, ternyata Kim Taehyung. Apa ada barangnya yang tertinggal?
Mama terlihat shock sementara Papa mengembuskan napas kasar.

"Phyta...," ucapnya sambil mendekat ke arahku. Aku terkejut juga, lama rasanya tak dipanggil dengan nama itu.

"Phyta... Kau Phyta, kan? Kau Phytaku? Ya..  Phyta ini aku, Teo!" teriaknya sambil memeluk pundakku erat, padahal aku dalam keadaan lemas berbaring di brakas.

"Teo?" bisikku penasaran.

"Iya, Sayang. Maafkan aku tak menyadari keberadaanmu." Dia menciumi tengkukku.

"Pa, tarik dia pergi!" Teriak Mama.

Papa menarik paksa Teo dan memukul perut Teo seketika. Mataku terbelalak menatap mereka. Teo terlihat kesakitan dengan memegangi perutnya, namun tak berani banyak berkutik.

Saat Papa hendak memukul lagi, aku pun siap-siap meneriaki mereka. Namun, dugaanku salah. Papa malah memeluk erat Teo.

"Maafkan aku memukulmu, aku hanya membayar nazarku. Lama tak berjumpa denganmu, Nak. Selamat ya... Kau juga menjadi Papa sekarang. Terima kasih telah berada di samping Phyta saat dia melahirkan." Papa yang sepontan mengatakan itu membuatku haru.

"Pa, kenapa jadi begini?"

"Biarkan Phyta bersama Teo, Ma. Kita tak berhak memisahkan mereka lagi karena Phyta adalah tanggungjawab Teo."

"Hah, baiklah. Jangan pernah sakiti Phyta lagi, Teo. Kau bahkan melihat sendiri seperti apa perjuangan Phyta menjaga cinta kalian. Seperti apa sakit yang harus dibayar Phyta di balik hati yang terluka."

"Baiklah, Ma. Aku akan terus menjaga Phyta," janji Teo.

"Wah, maaf mengganggu pertemuan keluarga anda, Nyonya Jung. Sepertinya tugasku sebagai tunangan Flo telah selesai. Bolehkah saya undur diri?" Lee Won-ssi berpamitan dengan sopan. Dia pergi setelah membungkuk hormat. Sedangkan Teo dan Papa malah asyik melihat Zigma dan Pi di box bayi.

***

Malam menjelang, aku tak bisa tidur karena perasaan campur aduk. Teo tidur dengan posisi duduk di sebelahku.

"Teo, apa yang terjadi padamu setelah aku pergi? Kamu jadi tak terawat begini?" tanyaku lirih, kuusap rambut panjangnya hingga dagunya yang berjambang.

"Oh, kau terbangun, Sayang? Aku... Aku merutuk diri. Aku down berat, Sayang. Rasanya setiap hari ingin mengakhiri hidup. Aku menyesal... Maaf." Air mata Teo kembali mengalir setelah berusaha mencegahnya.
Dia pasti merasa lelah, bahkan dia tak tidur ternyata.

"Teo... Sudah, jangan di pikirkan."

"Ah, sebentar." Dia pergi ke toilet. Agak lama dia, apakah mandi?
Dia kembali dengan keadaan wajah telah bercukur rapi.

 Agak lama dia, apakah mandi?Dia kembali dengan keadaan wajah telah bercukur rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TeoremaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang