Chapter Two

50.8K 1.1K 15
                                    

Richard mencampakkan sebuah file pada wajah sekertarisnya dengan kasar hingga wanita itu terperanjat. Wajahnya menatap penuh amarah pada wanita yang sudah gemetar karena ketakutan olehnya, "Apa kau kubayar untuk ini?" desisnya dengan gigi yang saling bermeretak, "Bagaimana bisa kau salah dalam mengatur jadwalku?! Hal semudah ini saja kau tidak bisa melakukannya, Miss. Carly?" suaranya terdengar berat dan penuh penekanan.

Richard mengangkat gagang teleponnya, menekan satu tombol dan kini ia telah tersambung dengan seseorang, "Alex, keruanganku sekarang." Perintahnya.

Tidak butuh menunggu lama, Alex telah tiba di ruangannya. Melirik sekitar dan lebih menjadikan Diana Carly, sekertaris atasannya sebagai object pandang utama. Ia berjalan beberapa langkah hingga berada di samping Richard yang duduk di pinggiran kursinya. "Ada masalah, Tuan?"

"Ya, cepat singkirkan dia dari perusahaanku dan carikan aku segera sekertaris baru." Jawabnya tenang.

Pekikan tertahan terdengar dari Diana Carly. Ia menatap Richard memohon namun pria itu sama sekali tidak memandangnya. Hanya Alex yang tampak meliriknya sekilas sebelum mengangguk singkat pada Richard.

"Nona, sebaiknya kau ikut denganku."

"Tidak!" jawab Diana cepat, "Mr. William, kumohon maafkan aku. Beri aku satu kesempatan lagi. Aku berjanji akan bekerja dengan baik." Mohonnya.

Tapi Richard tidak bereaksi. Lalu Alex dengan cepat menyeret Diana dari sana agar Richard tidak lagi menemukan gadis itu di hadapannya.

"Sial!" umpatnya kasar ketika ia kembali menghempaskan diri pada kursi kerjanya. Ia memijit dahinya pelan saat lagi-lagi bayangan Olivia melintasi ingatannya. Ia kembali teringat pada percintaan panas mereka tadi malam, tapi pagi ini gadis itu berhasil membuat moodnya memburuk beratus kali lipat. Pasalnya, Richard tidak dapat menemukan Olivia dimanapun ketika ia membuka mata. Ia bertanya pada Alex dan pria itu menjawab jika Olivia memang pergi meninggalkan hotel pukul 9 pagi saat ia masih tertidur.

***

"Kita laporkan saja dia pada polisi. Pria berengsek itu harus menerima akibatnya!" geram Angela dengan kedua tangan yang terkepal menahan emosi. Ia duduk di atas lantai yang kini telah tampak bersih setelah Jane membersihkan semua pecahan barang-barang.

Olivia belum bersuara. Ia masih duduk diam menyandar pada sudut dinding dengan kedua kaki saling bertekuk. Bibirnya seakan kelu untuk sekedar bicara. Hanya melemparkan pandangan kearah luar jendela.

"Aku yakin dia masih berada di sekitar sini untuk kembali berjudi dan memamerkan uang curiannya pada semua teman-temannya. Dan kupikir kita bisa pergi kesana untuk mencari keberadaannya. Aku tau dimana ia sering_"

"Tidak, An." Sela Olivia meski ia masih menatap keluar jendela.

"Tidak?" erangan Olivia terdengar, "Lalu saat ini apa yang akan kita lakukan?!" teriaknya.

Melihat itu, Jane segera menghampiri Olivia. Ia duduk menghadap gadis itu hingga akhirnya Olivia menoleh padanya, "Jangan cemaskan aku. Dia sudah tidak berarti lagi bagiku, Olivia. Lebih baik pikirkan masalah rumah ini dan An. Kupikir dia benar, satu-satunya cara untuk menghentikannya hanyalah melaporkannya pada polisi." Ujar wanita itu lirih.

Olivia menggeleng pelan dan berusaha tersenyum, "Tapi dia masih suamimu, Jane. Aku tidak ingin melakukan itu. Lagi pula, kita tidak tahu bagaimana nasib uang itu saat ini. Mungkin saja dia telah menghabiskannya dan usaha kita melaporkannya hanya sia-sia." Olivia menggenggam kedua tangan Jane.

"Tapi_"

"Masalah rumah ini biar aku yang tangani."

"Caranya?" sela Angela.

MistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang