Chapter Twenty Seven

8.3K 396 40
                                    

Olivia sedang sibuk dengan lembaran daftar bahan makanan dan juga penanya. Dia selalu melakukannya dengan teliti. Sejak bisnis kafe mereka berjalan lancar, Olivia seolah-olah menjadi pemilik mutlak kafe ini. Sedangkan Adam yang menggebu-gebu diawal malah mulai bosan dengan pekerjaannya. Dia selalu bilang rencananya sudah berhasil dan sudah saatnya dia bersenang-senang.

Olivia ingin sekali melempar kepalanya dengan spatula. Tapi mengingat umur Adam yang masih muda, Olivia berusaha mengerti. Adam masih senang bermain. Bisnis ini berjalan lancar dibawah kendalinya saja sudah sagat bagus.

Jadi, dia membiarkan saja Adam berbuat sesukanya. Datang pagi hari dan berkeliaran layaknya bos disini sampai siang hari lalu pamit untuk bersenang-senang. Tidak lupa memberikan motivasi konyol pada Olivia yang selalu membuat wanita itu marah disela-sela tawanya.

Adam sangat manis dan dia seperti mendapat adik laki-laki yang lucu. Ah, ya, kemarin Angela dan Jane juga sempat datang kesana. Mereka sangat bersemangat saat menjelajahi tempat itu. Angela bahkan merasa senang karena menurutnya dia tidak perlu repot mencari pekerjaan setelah lulus nanti. Cukup menjadi pelayan disana saja. tentu saja Olivia tidak menyetujuinya.

"Bos!"

"Ya?" Olivia mengernyit melihat Clara menatapnya dengan wajah memelas. "Ada apa, Clara?"

"Demi Tuhan, aku tidak melakukan kesalahan apapun saat meletakkan secangkir kopi didepannya. Gerald juga bilang tidak ada yang salah dengan kopi yang dihidangkan. Tapi lelaki itu terus saja memaksa ingin bertemu denganmu."

"Aku?" Olivia menunjuk dirinya sendiri.

"Iya. Dia bilang dia ingin bertemu dengan pemilik tempat ini. Bos, lelaki itu memang tampan, tapi dia sangat dingin dan juga ketus. " rutuk Clara.

Olivia menggelengkan kepalanya tidak mengerti. "Ya sudah, aku akan menemuinya."

Setelah berada diluar, Olivia melirik Gerald yang memutar bola matanya kesal dan mengarah pada sosok lelaki yang duduk membelakangi arah dimana Olivia berdiri. Langkah kaki tergesa Olivia mulai tersendat saat Olivia merasa mengenali punggung lelaki itu. Olivia menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ini tidak mungkin...

Mustahil Olivia tidak mengenali punggung itu. Punggung yang sering dia jadikan pelampiasan jemarinya saat merengkuh kenikmatan. Punggung yang selalu dia tatap saat lelaki itu beranjak dari sisinya.

Rasanya Olivia ingin berlari dan menjauhinya. Tapi...

"God." Desisnya samar ketika lelaki itu menoleh kebalakang dan menatapnya. Susah payah Olivia menelan ludahnya. Apa lagi saat tatapan tajam itu mengarah langsung padanya. Olivia memalingkan muka, dia menemukan Clara yang menatapnya bingung.

Aku tidak boleh begini.

Meyakinkan dirinya, Olivia melanjutkan langkahnya meski lambat. Semakin dia mendekati lelaki itu, semakin dia bisa menghirup aroma khas lelaki itu yang begitu dia rindukan.

Tepat setelah dia berdiri disebelah lelaki itu, Olivia berusaha mati-matian tersenyum sopan dan menahan dirinya untuk tidak memeluk Richard William.

"Ada yang salah dengan pelayanan kami, sir?" Olivia menyadari getaran dari suaranya yang terdengar parau. God, dia sangat merindukan lelaki ini.

Richard sendiri, sejak Olivia berdiri tepat disampingnya, mati-matian berusaha menahan tangannya untuk tidak menarik wanita itu kedalam pelukannya. Dia berusaha mengalihkan tatapannya tapi sulit. Bahkan saat dia mengamati kesuluruhan dari Olivia, dia mengumpat samar. Kenapa Olivia terlihat semakin memesona setelah berpisah darinya. Berbeda dengannya yang kacau.

"Sir?" panggil Olivia lagi.

Richard tersentak dari lamunannya. Ada yang membuatnya terganggu. Panggilan Olivia padanya. "Jangan bicara seolah-olah kau tidak mengenalku, Olivia." Richard tidak tahu kenapa suaranya terdengar menggeram.

MistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang