Chapter Nineteen

6.8K 547 89
                                    

Saat Olivia membuka kedua matanya pagi ini, dia tidak menemukan Richard disampingnya. Jam sudah mununjukkan pukul setengah tujuh pagi. Olivia bergegas mandi dan mempercantik dirinya dengan penuh semangat. Dia bahkan tidak bisa berhenti tersenyum saat bercermin. Memikirkan apa yang sudah mereka lewati semalaman ini membuatnya merasa lega.

Setidaknya, Richard sudah mengetahui perasaannya dan menerimanya.

Jadi, saat Olivia keluar dari kamarnya, dia sudah terlihat sangat cantik dan bersemangat.

Perutnya sudah berbunyi terus menerus. Kalau sejak tadi malam dia tidak berselera makan, maka pagi ini dia tidak bisa menahan rasa laparnya. Maka, begitu dia sampai di meja makan dan menemukan Richard sudah duduk dikursinya, Olivia mencium pipi pria itu sekilas, menyapa Philip ramah dan tanpa tahu malu meminta wanita itu menyiapkan sarapan pagi untuknya.

"Anda terlihat sangat senang pagi ini, miss Sinclair." Ujar Philip saat menyiapkan sarapan pagi Olivia.

Olivia tersenyum malu dan melirik Richard yang sejak tadi sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang ada digenggamannya. Dahi Olivia sedikit mengernyit saat menyadari kalau saat dia menyapa Richard dan menciumnya, pria itu tidak memerlihatkan reaksi apapun.

"Selamat menikmati sarapan pagi anda, nona." Ujar Philip.

"Terima kasih, Philip." Olivia tersenyum kecil padanya. Saat menyentuh garpu dan pisau dikedua tangannya, lagi-lagi Olivia melirik Richard yang kini menikmati sarapannya tanpa suara. "Rich, semua baik-baik saja?"

Richard meliriknya sekilas dan mengangguk. "Setelah sarapan aku ingin bicara padamu diruanganku."

Olivia tertegun. Hal penting apa yang ingin Richard katakan padanya sampai mereka harus bicara diruangan pria itu.

Lalu selera makan Olivia yang menggebu tadi hilang sudah. Demi Tuhan, Olivia adalah wanita yang tidak bisa bersahabat dengan rasa penasarannya.

Jadi, setelah dia menghabiskan setengah dari makanan yang ada dipiringnya dan mendapati Richard yang sudah beranjak dari tempatnya, Olivia cepat-cepat menyusul pria itu.

Saat dia masuk keruangan itu tanpa mengetuk lebih dulu, dia melihar Richard yang sudah duduk dibalik meja kerjanya. Matanya menatap lurus pada layar laptopnya. Olivia berdiri canggung didepan meja Richard.

"Hm... apa yang ingin kau bicarakan."

Akhirnya, untuk pertama kalinya dihari ini, Richard mau menatapnya. "Kau ingat, apa yang pernah kukatakan padamu saat kita membuat kesepakatan?"

"Kesepakatan?"

"Ya."

"Maksudmu... kesepakatakan saat kau... membeliku?"

"Ya."

Tubuh Olivia menegang. Perasaannya memburuk detik itu juga.

"Tidak ada status dalam hubungan kita selain kau hanya sebatas pekerja bagiku."

"Rich... apa maksud semua ini? Aku tidak mengerti..."

Richard mengangguk lambat. "Maafkan aku, Olivia. Kupikir aku sudah bermain terlalu jauh bersamamu. Aku... tidak pernah berpikir kalau apa yang kulakukan selama ini padamu membuatmu salah paham. Sebenarnya, apa yang kulakukan dan kuberikan padamu hanyalah sebuah bentuk imbalan dari jasa yang kau berikan padaku.

"Maaf sudah membuatmu jatuh hati padaku. Tapi aku tidak suka melanjutkan kesepakatan kita saat salah satu dari kita mengikut sertakan perasaan didalamnya. Jadi kuputuskan hari ini adalah hari terakhirmu bekerja." Richard membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah cek. "Ini untukmu sebagai...."

MistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang