Warna (Rev)

165 6 0
                                    

"Kelas enam!"

Lia menyeruput susunya perlahan.

"Kelas enam!"

Tora sedari tadi tidak bisa tenang. Ia yang sudah siap berangkat sejak tadi berputar-putar di halaman sambil memainkan tongkatnya, berteriak-teriak sampai terdengar ke seantero rumah.

"Kakak!"

"Berisik!" Lia tersulut. Ia membanting gelasnya.

"Sabar," sahut Ray.

"Ayah, kami berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum!" Lia bangkit dan melambai pada ayahnya. Ray menjawab salam sambil meneruskan kegiatannya yang entah apa.

Baru sampai tengah hutan, di perjalanan mereka menuruni bukit, saat warna pertama mereka di tahun baru itu tercercah.

Lia kebanyakan bengong sepanjang jalan. Sudah hampir sampai jalan raya, tinggal melalui serumpun pakis hutan, saat Lia yang berjalan di depan tiba-tiba kehilangan keseimbangan.

"Huaa?"

"Kak!"

Tora yang sempat terdiam karena kaget terlambat menolong kakaknya. Lia berguling ke tanah yang becek akibat hujan semalam.

"Ada pohon tumbang!" Lia bangkit, berhasil mengamati sekitarnya. "Tapi enggak gede. Jadi enggak kelihatan."

"Kak." Tora membantu kakaknya berdiri. Suaranya bergetar. "Baju Kakak kotor ... gimana nih?"

"Gapapa." Lia memandangi jaket dan jilbabnya, juga roknya yang terkena lumpur. "Tanah kan suci. Aku juga enggak bakal absen cuma gara-gara baju jadi kotor di tengah perjalanan."

"Jadi..?"

"Jadi, ya aku tetep sekolah," sahut Lia. Tora ternganga. Lia meraih daun entah apa yang ia temukan, lalu mengusap wajahnya yang juga agak berlumpur.

"Haha, tahun ini akan menjadi tahun yang absurd."

****

"Lia! Kamu mandi lumpur?" Satpam memang mengenal baik anak-anak, terutama Lia dan keluarganya yang unik.

"Ehehe, iya, Pak." Lia melambai. Ia langsung ke koridor kelas 8. Ingin tahu kelasnya.

Lingkungan itu masih sepi. Lia melihat kelas pertama. Ada nama Amel. Ada Rana. Dan tidak ada dirinya.

"Yah, enggak sekelas Rana sama Amel lagi," gumamnya. Ia berlalu ke kelas kedua. Ada nama beberapa teman sekelasnya dulu. Lia merasa aneh. Ia baca ulang berkali-kali. Mengapa?

Lia berlalu ke kelas ketiga. Ada namanya. Ada Ivan. Lia tercenung sesaat.

Radithya Isyraq Alfajri.

"Mantan bosqu, kita sekelas lagi."

Lia melonjak. Di belakangnya, Radit yang baru datang tampak menutup mulutnya, tertawa.

"Kamu mandi lumpur abis pakai seragam ya?"

Lia tak menggubrisnya,memasuki kelas yang masih kosong. Hari ini ia memang berangkat terlalu pagi.

Radit dengan santainya membuntuti Lia. "Aku sebangku kamu, ya?"

"Mau ngapain?" tanya Lia. Nada suaranya mengancam.

"Belajar. Kamu paling depan kan?"

"Aaah, gatau." Lia menarik satu bangku yang menjadi posisi ternyamannya sejauh ini. Sementara Radit masih cengar-cengir di sampingnya.

"Aku enggak akan duduk sebelum kamu setuju."

"Enggak usah duduk."

Galak amat, pikir Radit. Tapi ia tak menyerah. Dipikirkannya cara lain. Ia meletakkan tasnya di meja, lalu melepas jaketnya. Dengan khidmat ia berikan pada Lia. "Nih, pakai."

Our LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang