DM37: Seperti Biasa

66 7 2
                                    

Episode tenang.
Enjoy reading~❤

****

Rasanya lega sekali. Bertahun-tahun hidup dalam tekanan, dan selepas konser malam itu, semua beban lenyap. James sudah lama dipenjara, Lia dan Tora sama-sama tak peduli untuk berapa lama. Yang penting mereka bisa merasakan kedamaian lagi. Tanpa perasaan khawatir, cemas, waswas, atau semacamnya. Dan yang membuat suasana benar-benar kembali normal, senyuman Lia.

Malam itu, semuanya berkumpul, bergantian mengucapkan selamat pada Tora dan Lia yang belum juga melepas gandengannya. Hingga larut malam, sampai gedung itu dirapikan, lampu-lampu dipadamkan, keduanya masih tak mau berpisah, menempel seperti kembar siam. Mengingatkan Eugeo akan waktu Tora baru ditemukan, tapi sepertinya lebih parah. Mereka duduk berdua, di salah satu sudut, melihat keadaan diam-diam, tetap bergandengan tangan. Ternyata ada yang berhasil melepas gandengan mereka.

"Hei ... kalian!"

Lia mendadak keringat dingin, mengibaskan tangannya dari tangan Tora. Tora hanya tersenyum melihatnya, diam-diam merasa lega akhirnya tangannya bisa digerakkan lagi. Di depan mereka, Radit melambai dengan semangat. Ia sudah memakai pakaian santai. Wajahnya sangat bahagia.

"Lia!"

Terpanggil, Lia justru memalingkan wajahnya. Tersipu tanpa mau mengakui alasannya.

"Akhirnya kamu senyum! Tora, gimana perasaanmu?"

Seperti wartawan, Radit menginterogasi Tora tentang banyak hal. Perasaan setelah konser. Perasaan melihat kakaknya tersenyum. Apakah mengantuk atau tidak. Tora nyengir kuda.

"Aku belum ganti baju, gara-gara kakakku. Bentar ya Dit." Tora cengengesan melihat kakaknya melotot ke arahnya. Lia juga belum ganti baju, dan ia tidak terlalu peduli. Radit duduk menggantikan tempat Tora.

"Lia, nyaut napa!"

Sepertinya Radit sedang bersemangat, sampai tidak menyadari bahwa muka Lia sudah merah padam. Ia menatap heran Lia yang menoleh ke arah lain, seolah tidak ingin melihatnya.

"Hei ... woi, apa salahku sih?"

Lia mengembuskan napasnya keras. Menoleh sedikit demi sedikit, dan tak terelakkan, mulutnya langsung merekahkan senyuman. Ia tersipu.

"Ahaha, enggak ada kok ... hahaha, aduh...." Lia mengusap matanya. "Aku ... dah lama banget ga ketawa ... haha ... enak ketawa itu, lega ... ah, aku jadi mau nangis, ahaha ... aduh...."

Radit menatap heran gadis yang tertawa tidak jelas di depannya. Namun mendengar tawa Lia, yang benar-benar sudah lama sekali tidak ia dengar, hatinya perlahan terisi dengan kehangatan.

"Aku seneng, kamu bisa ceria lagi!" seru Radit, langsung. "Jangan murung lagi ya! Aku gak tau aku bisa bikin kamu senyum apa enggak."

"Ah, Dit, kamu bikin aku seneng mulu kok."

Lia langsung menutup mulutnya, sementara Radit terpana.

" ...Apa?"

Lia menggeleng kuat-kuat. Mengapa justru kalimat itu yang keluar dari mulutnya? Lia merutuki diri sendiri. Capek menunduk, ia mengangkat wajah. Agak melonjak saat melihat Radit di sampingnya, tepat menghadapnya.

"Lia, kamu...."

Lia langsung berdiri.

"Aku juga pengin ganti baju. Tunggu bentar ya Dit!"

Radit memandangi sosok yang berlari-lari kecil dibalut gaun lembut itu. Ia merasakan darah naik ke wajahnya.

****

Malam itu, Radit diizinkan menginap di rumah Kakek. Tora menyeretnya ke kamarnya. Mereka tidur satu kamar, malam itu.

"Ra, AC-nya bisa dikondisikan gak sih suhunya?" Radit menatap remot AC yang menunjukkan suhu terendah. Tora hanya nyengir.

Our LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang