DM16: Terungkap

151 7 14
                                    

Begitu Radit memutuskan keluar kamar, Agnes langsung menyambutnya dengan tangisan dan pelukan erat. Radit terpaku. Ia menyadari mamanya yang sungguhan khawatir dengannya.

"Maafin Radit, Ma..."

Dan keduanya berpelukan sambil menangis, disaksikan Randi yang mengusap mata.

Hari itu Radit izin. Kedua orangtuanya benar-benar memanjakannya. Agnes dan Randi khawatir mereka telah berbuat kesalahan yang menyebabkan Radit mengurung diri.

"Ma, Pa, aku udah baik-baik aja sekarang," Radit tersenyum. "Ada masalah di sekolah. Itu aja. Tapi aku gak pengen cerita, soalnya aku udah beneran gak papa sekarang."

"Biar Papa tebak," Randi menjentikkan jarinya. "Kamu semalem gak keluar gara-gara nangis ya?"

Agnes menyodok Randi sambil nyengir, sementara Radit langsung salah tingkah.

"Gak papa kalau kamu gak mau cerita, tapi jamin kamu gak gitu lagi ya."

"Insyaallah, Ma."

Saat makan, Radit mendadak merasakan sesuatu. Entah apa itu, tapi ia merasa mendapatkan sesuatu yang berharga.

"Ma, Pa, aku mau jadi kayak Lia."

"Apa?!" keduanya nyaris tersedak. Radit tersenyum.

"Aku mau mengubah orang-orang yang awalnya berandalan jadi baik. Doain ya."

Agnes dan Randi merasa luar biasa terharu. Dalam hati mereka berterima kasih pada Lia, karena telah mengubah Radit menjadi anak baik.

Keesokan harinya Radit masuk. Itu hari terakhir masuk sebelum UKK. Dan teman-temannya sangat menyambutnya. Radit membalas sambil tertawa.

"Aku bakal tetep sekolah di sini, haha."

"Emang Lia ke mana?"

"Bukan urusanku."

Teman-temannya kaget. Tapi Radit tertawa. Dan dengan segera ia menjadi sosok yang menyenangkan.

UKK Radit lalui dengan santai. Dan nilainya sungguh melejit. Saat pekan remedial, ia justru melangkahkan kakinya ke belakang sekolah. Ada Ivan di sana. Ia melompat kaget melihat Radit.

"Kok kamu ke sini? Gak ada Lia ya?"

"Kenapa ya?" Radit mengangkat bahu. Lalu ia menatap satu per satu wajah teman-teman lamanya, sebelum ia dekat dengan Lia.

"Aku akan bergabung lagi dengan kalian."

"Eh, tapi kau kabur gitu aja!" seru salah satu. Radit melotot.

"Suka-suka napa sih! Kalo gak suka sini maju, lawan aku!"

Radit mendadak jadi kuat. Ia langsung diangkat sebagai asisten bos besar.

"Kenapa kamu balik lagi?" Bos besar, Ryan, bisik-bisik padanya. Radit mengangkat bahu.

"Namanya juga idup."

Radit peringkat satu seangkatan. Orangtuanya bangga bukan kepalang. Teman-temannya terperangah. Namun Radit melihat daftar peringkat kelas, dan mendapati Lia berada di urutan terakhir. Mendadak ia merasa sakit. Ditambah saat ia melihat daftar nama-nama kelas, nama Lia masih ada, sekelas dengannya. Memang nilai-nilai Lia yang selalu cemerlang dan kedekatannya dengan guru membuat Lia masih bisa naik kelas meski dengan nilai pas-pasan.

Tahun ajaran baru tiba. Seperti biasa, sejak hari pertama, gengnya sudah sibuk merekrut anggota. Ryan menarik Radit.

"Kamu urus yang di sana."

Radit menatap anak di depannya. Kelas tujuh, namun lebih tinggi darinya.

"Apa maumu bergabung di sini?"

Our LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang