DM2: Drama Masa Lalu

100 5 0
                                    

"Aku pulang."

Tora melihat ke sekeliling rumahnya. Kosong, seperti biasanya saat ia sampai rumah. Namun kini terasa lebih menyesakkan. Ia segera meletakkan tasnya, membuka kemejanya, lalu bersiap ke kebun.

"Hari ini terik sekali," gumamnya. "Minggu depan aku uji coba UN. Aku bisa fokus gak ya?"

Tora mulai mencabuti rumput liar di kebun yang sudah beberapa hari tidak dibersihkan. Ia menggunting beberapa daun yang dimakan ulat - dengan ulat yang masih menempel.

"Kakak lagi sibuk ya?" Tora menggumam sendiri. "Aku aneh ya? Teman-temanku pada lebih seneng ngumpul dan main bareng di rumah siapa lah. Aku lebih suka di rumah..."

Tora mengusap peluh di dahinya. Hari ini memang terik. Menjelang musim kemarau.

"Aku lebih suka main sama kakak."

Tora sedang tidur-tiduran di rumput saat Lia datang.

"Tora!"

"Ya!" Tora langsung bangkit. Lia melambai.

"Kebun udah selesai diurus?"

"Udah Kak."

"Maaf ya aku pulang sore," Lia mengatur napasnya.

"Gak papa Kak."

Lalu diam.

"Sekarang ngapain?"

"Kamu mandi dulu sana. Aku mau ngerapiin rumah dulu."

Rumah itu lama tak dibersihkan. Lia bertekad, mulai hari itu, ia akan sebisa mungkin membersihkan rumahnya, minimal menyapu tiap hari, mengelap perabotan seminggu sekali, membongkar tempat-tempat penyimpanan sebulan sekali...

"Tempat penyimpanan ada apa aja ya?"

Lia membuka satu laci. Ia langsung mendapati album foto di dalamnya. Ia membuka-bukanya, lalu terdiam.

Hari saat ia pertama kali tahu soal kamera, sudah lama sekali, saat ia kelas empat SD. Saat pamannya membawa kamera untuk mereka. Saat ia tahu arti dari kata "memori".

"Memori..."

Lia terus membuka-buka halaman demi halaman, tanpa ekspresi.

"Ini semua... ada di dalam memori, kan?"

Lia menutup album, lalu menemukan kamera. Baterainya telah lama habis. Lia sudah diajari Eugeo cara mengisi ulang baterainya. Ia mencolokkan charger ke stop kontak saat Tora muncul.

"Ngapain Kak?"

"Ngecas kamera. Hape Ayah mana? Baterainya sudah mau habis."

Setelah kejadian tadi pagi, keduanya mengalami trauma saat melihat ponsel lama Ray. Tangan Tora bergetar saat memberikannya pada Lia, pun tangan Lia saat menerimanya.

"Aku yakin, di salah satu pesan tadi, pasti ada... foto mayat Bunda..." Lia menunduk. Tora juga.

"Kenapa Paman ngapus semuanya?"

"Kayaknya kalau sampai kita lihat semuanya, hapenya bakal kenapa-napa," Lia menyambungkan ponsel itu pada pengisi daya. Tora mengangguk.

"Bisa jadi bukti gak sih Kak?"

"Bisa jadi. Tapi aku gak mau Ayah dilaporkan hilang. Ayo doa, semoga Ayah bisa pulang sebelum dua minggu lagi."

Hari-hari setelah itu, keduanya lebih sering merenung. Suasananya begitu suram dan penuh tekanan, sampai Eugeo yang datang berkunjung merasa pening.

"Kalian jangan terlalu hening begitu dong. Kalau emang mau hasilnnya baik, berlakulah seolah-olah semuanya baik-baik saja."

"Oh ya Paman!" teriak Lia. "Semua emang baik-baik aja! Ra, jangan diem aja! Kamu nyanyi-nyanyi gak jelas juga aku oke! Ayo keluar! Kita duet malam-malam!"

Our LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang