DM26: Setitik Memori

71 6 4
                                    

Selamat membaca!

****

Semua ini salahnya.

Eugeo tak bisa berhenti memikirkan itu. Tubuhnya bergetar hebat setelah menyadari, masih ada sedikit simpati dalam hatinya pada mantan kakaknya itu. Yang menyebabkan ia keasyikan mengulur waktu, mengobrol, mengintimidasi, mengancam, semua seperti yang dilakukan kakak-adik normal. Mengapa ia melakukannya? Eugeo tak habis pikir. Mestinya ia langsung melapor pada Pak Gin. Orang yang ia temui waktu itu, adalah pelaku penculikan.

"Bodohnya aku ...."

Ia langsung melapor pada Pak Gin begitu sadar. Namun ia tidak bisa memberi keterangan lebih lanjut. Pak Gin menatapnya penuh arti.

"Pak Geo, Anda terlalu tertekan. Rehat dulu sebentar, lupakan ini semua dalam sehari. Sehari saja, dan Anda akan merasa jauh lebih baik. Anda tidak akan bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini."

"Bagaimana saya bisa rehat, keponakan saya kurang terurus begitu ...." Eugeo menunduk. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. Sakit sekali. Ia mendengar Pak Gin menghela napas.

"Lia itu," beliau memulai, "butuh seorang ibu."

Eugeo mematung.

"Anda sendiri bisa gila kalau begini. Saya sarankan, cari pendamping hidup. Menikahlah. Dan berbagilah semuanya dengan istrimu. Seseorang yang bisa akrab dengan Lia. Bisa memperbaiki suasana hatinya. Dan bisa dengan kepala dingin menenangkanmu."

Eugeo menutupi wajahnya yang sudah tak jelas berekspresi apa.

"Liz ...." gumamnya. "rasanya ... aku membutuhkanmu ...."

****

Gempar.

Liz seperti meledak ketika ibunya, Nek Mona, membacakan sebuah surat yang telah lama ia tunggu-tunggu. Ibunya menatap serius.

"Tapi Liz, ada sebuah masalah."

"Apa?"

"Entah, dia juga tidak menceritakannya di sini."

"Dah lama gak denger kabar kakak adik itu." Jordan tiba-tiba menyahut. "Gimana kabar mereka ya?"

"Eugeo juga enggak nulis itu." Nek Mona menatap surat itu dengan serius. "Ini aneh. Mestinya dia menulis kabar dua orang itu kan? Tapi ini dia cuma bilang ... akan mengunjungi kampung sama Pak Noor ...."

Liz dan Jordan saling pandang. Keduanya bertanya-tanya. Hingga akhirnya Liz, dengan suara bergetar, buka mulut.

"Mungkinkah sesuatu terjadi di antara mereka ...."

"Yang menyebabkan Kak Geo bilang ada masalah, tapi gak bilang apa masalahnya ...." lanjut Jordan. Dan keduanya kembali berpandangan.

"Apa kita akan ke sana?"

"Aku ... enggak yakin ...."

"Kakak!"

"Eugeo melarang." Nek Mona kembali menatap surat itu. Nada suaranya suram.

"Eugeo melarang kita ke sana ... pasti ada yang terjadi."

Liz dan Jordan kembali berpandangan, kali ini ketakutan.

****

"Paman mau pergi?"

Eugeo menatap keponakannya. Mata yang dipenuhi tanda tanya. Tidak bersinar semangat seperti dulu. Eugeo tersenyum kecil, menepuk kepala Lia.

"Lia, senyumlah."

"Gimana aku bisa senyum, aku selalu kesepian." Lia menahan tangan Eugeo. "Paman, jangan pergi."

Our LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang