Hallo semuanya..
Ini adalah cerita kesekian saya..murni dari imajinasi otak saya (yang berwarna-warni)
So, please, berikan komentar - kritik - saran - respon - yang membangun ya..
Cerita ini diberikan untuk kalian, para pembaca dan pemimpi
Happy reading ~~~
*-*
Aku menatap wajahku di cermin. Pantulan wajah dengan polesan make up tipis dengan lipstik warna dark burgundy yang menghiasi bibirku. Baju merah dengan balutan brokat hitam model turtle neck tanpa lengan menghiasi tubuh mungilku ini. Setelah menimbang beberapa lama, aku memutuskan untuk mengatur rambutku dengan model french twist dengan cukup rapi dengan sirkom yang bling bling.
Aku melangkahkan kakiku yang dihiasi sepatu hitam berheels 10 centi. Keluar dari apartemenku yang terletak di lantai 10 memang tidak terlalu bermasalah. Hanya saja jika berjalan menggunakan heels setinggi ini, semua hanya keterpaksaan. Temanku Diane yang menyuruhku menggunakannya. Jadi jangan salahkan aku jika aku terus menggerutu.
Sebuah mobil sedan hitam mengkilap sudah terparkir dengan manis di lobby depan apartemenku.
"Ayo, masuk, La,"
Aku membuka pintu mobil dan duduk di samping pengemudi.
"Kau cantik, La,"
Aku mendaratkan pukulanku ke kepalanya.
"Jangan kurang ajar sama gue! Mentang-mentang elu yang bakal gantiin papa, bukan berarti lu nggak manggil gue kakak! Dasar bocah!"
Stefano hanya terkikik karena perbuatanku. Dia menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang bisa ku kategorikan cepat.
"Pelan-pelan Fan, gue masih mo hidup," teriakku sambil berpegangan pada kursi pengemudi.
Untungnya Fano langsung memelankan begitu melihat dari kejauhan tempat yang kami tuju sudah mendekat. Dan ramai.
"Fan,"
"Hm?"
"Inget perjanjian kita. Oke?!"
Fano menatapku dengan kedua alis yang disatukan.
"Kalo lu langgar perjanjian kita, gue jamin, lu nggak akan direstui sama papa mama,"
Aku berkata tanpa memandangnya, namun aku tahu matanya membulat membesar mendengar kata 'restu' dari mulutku.
"Yaaaaahhh, kakak jangan gitu dong,"
Aku mendelik ke arahnya. "Ehm, oke. Sorry, La,"
"Good. That's my brother," aku tersenyum memamerkan gigi kelinciku.
Stefano menghentikan mobilnya di depan lobby gedung mewah. Dia berjalan keluar memutari mobil dan membuka pintu mobil untukku. Sebenarnya aku agak risih menerima semua perlakuan itu, hanya saja kali ini aku harus membiasakan diri.
Fano menggandeng tanganku masuk sebuah pintu yang sangat besar. Ku perkirakan tingginya sekitar 3 meter. Saat aku melewatinya, aku merasa seperti Alice in wonderland. Aku melangkahkan kakiku bersamaan dengan Fano. Kupandangi sekeliling sudah banyak orang yang hadir. Disana sini banyak wanita-wanita yang sering aku temui di kantor.
"Stella!" Kurasakan pundakku disentuh. Dengan spontan aku membalikkan badan dan menemukan seorang wanita dengan terusan tanpa lengan berwarna zamrud.
"Diane," kataku santai sambil memeluknya.
Diane adalah sahabatku di kantor. Bahkan bisa dikatakan satu-satunya sahabatku yang kupunya. Aku tidak terlalu suka bergaul. Bukannya aku menutup diri, hanya saja banyak hal yang harus ku kerjakan dan pikirkan, sampai-sampai aku lupa untuk menjalin hubungan dengan sekitarku. Hanya Diane lah yang selalu setia menggangguku sampai akhirnya aku pun membuka diriku.
"Sudah ku bilangkan, sepatu ini cocok denganmu," katanya sambil berbisik ditelingaku.
Aku terkekeh pelan.
"Hai, Fan," kata Diane sambil berjabat tangan dengannya.
"Hai, kak Di,"
"Kak, eh, La, aku ke sana dulu ya," kata Fano seraya meninggalkan kami berdua.
Diane hanya senyum senyum melihatnya pergi.
"Brondong woi," bisikku yang membuat Diane tertawa pecah.
"Udah ah, ngapain dia manggil lu pake nama segala,"
"Ssstt..itu perjanjian kita,"
Diane hanya memajukan bibirnya menahan tawa.
"Gue ke sana dulu ya. Hunting dulu, banyak yang bening sih,"
Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat tingkahnya yang lucu itu.
Aku berjalan menaiki anak tangga yang cukup banyak, dan berjalan menuju balkon. Terlihat ada beberapa orang yang saling bercengkrama sambil menikmati angin malam.
"Minumnya miss," seorang pelayan berjalan sambil membawa nampan yang berisi beberapa gelas white wine.
Aku tersenyum dan mengambil segelas dan melanjutkan perjalananku menuju balkon. Aku mengambil posisi yang agak jauh dari orang yang sedang berbincang.
Kuminum white wineku seteguk dan melemparkan pandangku ke arah hutan yang berada di bawah sana.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang lembut menyentuh bahuku. Tangannya melingkari pinggangku. "Hey, sweety," aku melirik dan dia menciumi bahuku. Lagi!!
Damn!
Aku membalikkan tubuhku yang menegang. Aku berusaha mengontrol diriku untuk tidak meledakkan emosi karena pelecehannya.
"Maaf, mungkin anda salah orang," kataku dengan sopan sesopan sopannya sambil menahan amarah.
"No, aku nggak salah orang."
"Stella," katanya sambil tersenyum dan mendekatkan dirinya padaku.
Blussshhh....
Aku menyiraminya dengan wine di gelasku.
"Say I don't have manner. But you're such a jerk!" Kataku santai.
Pria yang kusiram hanya tersenyum sambil membersihkan mukanya dengan sapu tangan.
Aku berbalik hendak meninggalkan dia, namun dengan cepat dia memgang pergelangan tanganku dan melepaskan sirkom yang ada dirambutku.
Aku menghela napas. Aku menunggu dia menarikku yang mana itu tidak terjadi.
Dia berjalan mendekat dan membisikkan sesuatu yang kutimpali dengan senyuman sinisku. Masih dengan tangannya menarik pergelanganku, kami melewati kerumunan orang yang melihat kejadian tadi.
-*-*
Aku merasakan semua mata tertuju pada kami. Bagaimana tidak. Rambutku yang sudah terurai dan tak jelas bentuknya, diseret oleh seorang pria yang tidak aku kenal, berjalan diantara kerumunan orang orang penting. Ah, sudahlah. Aku mengacuhkan semua dan memilih untuk memandang ke depan. Menghadapi tatapan mereka.
Namun aku salah. Bukan aku yang jadi bintangnya. Namun pria yang menarikku. Semua pria bahkan wanita menatapnya sambil bisik-bisik tersenyum. Dan aku? Tentu saja diacuhkan.
Ting
Dia membawaku masuk ke dalam lift. 'Huft, apa ini?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Stella!
ChickLitPernah nggak kalian ngebayangin seorang cewek independen - banget- harus bergumul dengan masalah percintaan?? Apalagi dilema antara masa lalu dan masa depannya. Gimana cara dia memilih?? *note: no cast. Just find yourself in this story. Which one ar...