Eaaaaa....
berasa seabad nggak update
Ada yang kangen? ada yang kangen? Ish, nggak ada lah yaaa
berhubung baru selesai UTS
jadi baru sempet update
.
.
.
.
.
"Hai, kalian lagi ngapain di sini?"
Dengan spontan aku langsung melingkarkan tanganku pada Bei.
"Kami sedang belanja keperluan bayi. Kamu sendiri?" orang tersebut menatapku dan Bei bergantian. Sorot matanya seperti tidak mempercayai apa yang dia dengar.
"Akhirnya kalian menikah juga!" seru orang itu. Dengan senyum miring yang aku tahu apa artinya. "Sudah berapa bulan baby-nya?"
"Empat," jawab Bei ringan. Tangannya mulai menggenggam jemariku dengan hangat.
Orang itu hanya menganggukkan kepala sambil melirik ke arah perutku yang tertutup dengan baju longgar. Aku tadi sempat mengganti bajuku dengan kaos dan kemeja yang agak kebesaran karena aku merasa gerah. Tapi, ternyata berguna juga.
"Kami permisi dulu," kataku sambil menarik tangan Bei menjauh dari kecanggungan yang terjadi. Bei membayar barang-barang yang kami pilih seadanya. Aku menunggu dengan tidak sabar. Kemudian Bei merangkulku dengan sebelah tangannya menuju pintu keluar.
"Kami duluan," kata Bei saat kami berjalan melewatinya.
***
"La, kamu nggak apa?" tanya Bei setelah kami duduk di sebuah foodcourt yang masih ada dalam mall itu.
"Hm,"
"La?"
Aku tetap mengaduk minuman berwarna kuning dihadapanku, mengacuhkan panggilan Brandon sepertinya. Aku mengingat kembali kejadian yang tadi. Wanita yang baru saja kami lihat tadi sudah berubah. Terakhir kali aku melihatnya setahun lalu di ruangan Rafa, wanita itu masih terlihat kurus. Namun, sepertinya dia berubah. Badannya semakin berisi dan ada benjolan besar di bagian perutnya.
Stella bodoh! Semua orang yang melihatnya pun tahu bahwa dia sedang hamil. Tapi yang aku pikirkan sekarang adalah siapa yang mengamilinya.
Pasti suaminya, bodoh! Ah, kalau itu juga kakek-kakek tua keladi juga tahu. Tapi siapa suaminya itu yang semakin membuatku penasaran. Rafakah?
Sebegitu cepatnya dia melupakan aku? Ah, kan memang dia sedang hilang ingatan. Tapi apakah benar-benar aku tidak berada dalam kilasan memorinya sedikit pun? Sebegitu tidak berartinya kah aku dalam hidupnya?
Ah, mengapa aku jadi memikirkan dia? Bukankah aku sudah tidak ingin mengingat dia lagi?
Kemudian, sedikit guncangan pada pundakku membuatku kembali tersadar. Aku dan Bei masih berada di dalam mall. Aku menaikkan pergelangan tanganku untuk melihat jam.
"Bei, pulang yuk, mau siap-siap dulu," Bei hanya menghela napas berat. Dia mengulurkan tangan kanannya dan tangan kirinya memegang belanjaan kami. Aku meraih tangannya dan kami berjalan bergandengan tangan sepanjang jalan sampai di basement.
Mungkin pemandangan seperti ini sangat biasa sekali bagi orang lain yang melihat kami. Namun, aku tidak tahu, kalau ada dua pasang mata yang menatap kami dari kejauhan.
---
Gaun olive panjang dengan belahan di bagian kaki yang cukup tinggi cukup untuk memamerkan kulit eksotisku. Shrine hotel cukup ramai, melihat waktu yang sudah menunjukkan 7.50 pm. Yang artinya 10 menit lagi acara perayaan ulang tahun ibu dokter centil yang sedang hamil itu akan dimulai.
Bei mengambil tanganku dan melingkarkannya pada lengan kirinya.
"Ready, miss Stella?"
"Yeah," Bei membawaku menuju kepada pemilik acara ini. Melangkahkan kaki penuh dengan percaya diri dan wajah angkuhku.
Iyaaaa...segini aja
nanti malam baru dilanjut yaaaa...
Makasih loh buat yang udah capek baca dan nunggu. Cerita ini memang untuk kalian. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Stella!
ChickLitPernah nggak kalian ngebayangin seorang cewek independen - banget- harus bergumul dengan masalah percintaan?? Apalagi dilema antara masa lalu dan masa depannya. Gimana cara dia memilih?? *note: no cast. Just find yourself in this story. Which one ar...