Well..well
Sudah diapdet ceritanya sesuai janji. Cerita ini akan masuk ke dalam klimaks yang cukup complex.
Mudah-mudahan kalian menyukainya.
Last but not least...
Happy Reading :* :*
Seorang pria duduk dihadapannya dengan santai sambil menyilangkan kaki.
"Gue harus cek, besok pagi mungkin matahari terbit dari barat. Seorang Stella nelpon gue buat minta bantuan. Urgent pula," kata pria itu dengan tenang.
Stella mendengus pelan dan menyodorkan surat yang diterimanya tadi. Pria dihadapannya membelalakan mata melihat surat itu.
"Lu udah kenal gue. Gue males banget berurusan dengan cewek-cewek model beginian. You know a jealous woman can be scarier than a lion," Stella menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya.
Pria menggelengkan kepala seraya tertawa pelan melihat kelakuan sahabat baiknya itu.
"Lala, lala," kata pria itu mulai menggunakan nama kecilnya. Dan Stella tahu, sahabatnya ini sudah mulai serius untuk memberikan nasihatnya. Nasihat tentang cinta dan hubungan.
Namun, sebelum pria itu melanjutkan kalimatnya, pernyataan Stella membuat pria itu hampir tersedak air ludahnya sendiri.
"Gue nikah minggu depan,"
"Apa maksud lu 'nikah'?" tanya pria itu dengan nada setengah tidak percaya.
Stella memutar bola matanya,"emang ada berapa arti nikah yang lu tau?"
"Maksud gue, lu mau nikahh beneran atau bohongan,"
"kok, semua cowok yang disekitar gue, bego semua, ya? Ya jelas-jelas nikah beneran, Bapak Brandon Terhormat,"
"Semua cowok di sekitar lu? Berapa banyak?" nada jahil Brandon mulai muncul yang kemudian diacuhkan oleh Stella. Membuat pria itu tertawa terbahak melihat sikapnya. Namun, ada terselip perasaan aneh dalam hatinya. Pria itu cukup mengacuhkannya tanpa pikir panjang.
"Gue serius. Minggu depan gue bakal nikah,"
Brandon menenangkan tawanya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Stella tahu, Brandon sedang memikirkan sesuatu begitu serius.
"Lu lagi stress?" nada Stella mulai melembut. "Apa gue ngerepotin lu karena masalah ini?"
Brandon menggeleng-gelengkan kepala menanggapi pertanyaan wanita itu. Sekaligus melenyapkan pikiran yang sempat singgah tadi.
"Gue cuma mikir, kenapa lu tiba-tiba nikah. Lu nggak hamil duluan kan?" tanya Brandon dengan penuh selidik.
Stella menggelengkan kepala. "Panjang banget ceritanya. Tapi intinya, gue dijodohin," kata Stella lemah.
"Tapi lu setuju?"
"Lu mau jawaban jujur?"
Brandon mengangguk mengiyakan pertanyaan wanita itu.
"Nggak, gue nggak setuju, gue nggak mau," Stella melempar pandang ke arah jendela kaca ruangannya.
"Tapi, gue harus terima. Kalo gue nggak nikah duluan, hubungan Fano bakal tertunda terus,"
Brandon tersenyum melihat wanita di depannya ini. Di balik sikap dinginnya yang ditunjukkan kepada orang lain, dia sebenarnya merupakan wanita yang rapuh yang mencintai keluarganya. Sangat sulit sekali menolak permintaan keluarganya.
Stella berjalan menuju arah jendela, menatap padatnya kota Jakarta di sore hari. Semua orang berlomba untuk sampai di rumah masing-masing bertemu dengan orang terkasih mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Stella!
ChickLitPernah nggak kalian ngebayangin seorang cewek independen - banget- harus bergumul dengan masalah percintaan?? Apalagi dilema antara masa lalu dan masa depannya. Gimana cara dia memilih?? *note: no cast. Just find yourself in this story. Which one ar...