Serpihan

108 6 0
                                    

Happy reading :) :)

Sejam sudah kami mengelilingi museum itu. Diselingi dengan pembicaraan ringan dan beberapa guyonan, bahkan sampai aku dan Sandra lupa bahwa ada dua pria yang bersama-sama kami. Kisah selama di bangku kuliah tidak lepas dari bahan obrolan ringan kami.

"Baiklah, girls. Jangan terlalu senang bercerita, karena ada yang harus dikerjakan lagi," kata ayah Sandra.

Kami berdua serentak mengerutkan kening. Kemudian tawa kecilnya keluar,
"Makan, maksudnya. Kalian begitu bersemangat, apakah tidak kasihan dengan perut kalian yang sudah berbunyi dari tadi?"

Kami sontak langsung memegang kedua perut kami seperti anak kecil yang kelaparan.

"Hehe, apakah akan ada yang enak-enak?" Tanyaku spontan.

"Apa pun yang kalian mau, ladies,"

Kami berdua pun terkikik bersama. Lupakan dengan segala gaun dan kemewahan ini. Baginya, kami adalah gadis-gadis muda yang sedang diajarkan untuk menikmati hidup kami sebagaimana mestinya.

---

Kami berempat tidak menolak untuk makan di restoran yang terdekat. Dekat maksudnya di seberang jalan tempat kami berada. Dan kami pun tidak ada yang keberatan untuk berjalan kaki menuju tempat itu.

Setelah memesan meja dengan kapasitas 4 orang, di sinilah kami. Berada di satu meja sambil melempar candaan. Ralat. Mungkin hanya aku, Sandra, dan ayahnya. Sedangkan Rafa bungkam semenjak dia melihatku.

"Jadi, siapa ini, Sandra? Kau benar-benar keterlaluan, kau tidak pernah menceritakan kalau kau sudah punya pacar," godaku.
Aku melihat wajahnya yang mulai menegang.

Eaaaa...
Nnti mlm br dilanjutin yaa

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang