Chapter 12: Untuk Calon Istriku

193 9 1
                                    

Finally....bisa update lagi bruuuhhhh

Dunia nyata itu kejam sodara-sodaraaaa, jadi selama masih bisa bermimpi~

bermimpilah....

Jangan biarkan kenyataan merenggut kesenangan yang kamu dapatkan dari menulis bahkan membaca cerita fiksi

Last but not least, Happy reading~~~~~~

Author POV

Setelah beberapa jam berkutat dengan pemilihan baju- dan berakhir tidak mendapat yang cocok- akhirnya Stella dan Rafa memutuskan untuk kembali ke kantor. Kantor Stella maksudnya.

"Sayang,"

"hm?"

"Gimana kalo kita coba cari bajunya di butik lain?" Rafa mengutarakan usulnya saat mereka masuk ke dalam ruangan Stella.

"Oke," Stella menjawab dengan datar. Tanpa ekspresi.

"Stella,"

Stella mendongakkan kepalanya dan melihat Rafa sudah berada di belakang kursinya.

Dan tiba-tiba....cup

Satu kecupan mendarat di bibir Stella.

Stella yang merasa tidak siap menerima perlakuan itu langsung berdiri dan menjauhi Rafa.

"Hei, what the heck are you doing?"

"Aku menerima perjodohan ini bukan berarti aku mengijinkan kamu untuk melakukan kontak fisik kepadaku, sesuka hatimu!" Teriak Stella geram. Suaranya menggema di dalam ruangan itu. Rafa yang mendengar teriakannya pun langsung ciut nyalinya.

Mukanya langsung berubah menjadi merah padam menahan...bukan. Bukan malu. Menahan memori lamanya terkuak kembali. Menahan penolakan yang ditunjukkan oleh pujaan hatinya.

Maka itu, tanpa banyak berkata, Rafa mengambil langkah besar dengan punggung tegap, keluar dari ruangan itu.

Stella yang terkejut karena perkataannya sendiri langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa hitam dalam ruangan itu. Memandang pintu yang tertutup pelan karena perbuatannya barusan.

'kenapa dia? Haruskah aku yang meminta maaf? Ah, seharusnya kan dia yang minta maaf karena perbuatannya. Tapi..'

"La?"

Stella sadar dari pikirannya mendapati Diane berdiri di hadapannya.

"Si ganteng lu apain? Kok mukanya kusut gitu pas keluar dari ruangan lu?"

"Eh? Lu ketemu dia?"

"hmm...pas gue nyapa, eh dia malah jalan lurus. Untung ga nabrak tembok," kata Diane seraya terkikik pelan.

"Lu apain dia emangnya? Lu mutusin perjodohannya?"

Diane menunggu Stella untuk menjawab keingintahuannya yang besar itu.

"Enggak,"

"Lah, trus?"

"He's using too much skinship, and I don't like that," Stella menjelaskan dengan serius. Diane meresponnya dengan tawa yang lantang.

"Stella..Stella...lu polos apa bego sih? Yah, menurut gue itu sih normal, kan lu calon istrinya. Bentar lagi kalian nikah. Bentar lagi lu juga bakal BANYAK ngelakuin skinship kayak gitu,"

"But I don't know him, Diane,"

"So, sejauh mana lu sama Dion? Pernah ngapain aja sama Dion?"

"Dia nggak pernah ngapa-ngapain gue. Dia menghargai gue sebagai wanita, makanya dia nggak ngelakuin hal yang aneh-aneh sama gue,"

Diane hanya tersenyum miring. Menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mempercayai bahwa dia kenal dengan wanita yang memiliki kepintaran, kekayaan, kedudukan, charisma, namun tidak mengerti hal-hal seperti ini.

"La, itu artinya ada 2, antara dia emang bener-bener ngehargain lu, atau dia nggak napsu ama lu,"

"Bisa aja dia bilang sayang, cinta ama lu. Ato hatinya emang bener-bener buat lu, tapi nggak dengan raganya. Who knows?"

"Maksud lu?" Stella mengeryit tidak mengerti sekaligus tidak suka. "Maksud lu dia tidur sama cewek lain karena dia ngerhargain gue?"

"Ya Tuhan..akhirnya lu bisa cepet nangkep juga," Kata Diane sambil memperagakan pose orang berdoa.

"Iya, itu maksud gue eneng geulis," Diane memamerkan sederetan gigi putihnya pada Stella.

"Jadi, lu mau ngejelekin Dion di depan gue?" suara dingin dan tajam menusuk pendengaran Diane.

"Lu nggak tau apa-apa tentang Dion sama gue. Jadi, lu nggak usah ikut campur urusan gue sama Dion,"

Diane mengangkat tangan tanda menyerah. Dia tahu wanita dihadapannya ini memiliki kepala sekeras batu. Tidak ada seorang pun yang dapat mematahkan prinsipnya, sekalipun orang tuanya. Jika dia berkehendak A, maka A lah yang yang akan dia pertahankan . Dia tidak menerima apa yang orang lain pikirkan. Terlalu egois. Terlalu keras kepala.

"I'm just saying. But I can get it wrong, ya. I said, itu cuma pikiranku, aku nggak berniat menjelekkan siapa pun di sini,"

Diane berdiri dan menyerahkan map coklat yang menjadi tujuan awalnya masuk ke dalam ruangan ini, bertemu dengan atasan sekaligus sahabatnya.

"Okay, gue minta maaf kalo kata-kata gue ternyata malah nyakitin lu. Tapi, gue mau saranin, coba buka hati sama Rafa, calon suami lu. Lu nggak bisa kenal dia kalo lu nggak nerima dia,"

"Tujuan gue ke sini mau ngasih paket ini ke lu. Gue nggak tau apa isinya, soalnya nggak ada nama pengirimnya,"

Stella menerima amplop itu dan membolak-balikkan benda itu seolah dia baru pertama kali melihat amplop coklat besar.

Jelas sekali dari cetakannya bahwa di dalam itu berisi buku. Namun, buku apakah itu, dia juga tidak tahu.

"Oke. Sekarang kamu bisa kembali,"

Stella kembali menggunakan kalimat formalnya, yang memberikan tanda bahwa sekarang dia adalah seorang atasan yang memerintahkan bawahan keluar dari ruangannya.

Diane yang menangkap sinyal itu pun langsung dengan spontan menundukkan tubuhnya, member tanda hormat, kemudian berjalan keluar dengan pelan.

Di dalam ruangan yang sunyi, suara robekan kasar membias ke seluruh ruangan. Dengan tidak sabar Stella membuka amplop itu dan menumpahkan isinya ke atas meja di hadapannya.

Stella terkejut bukan main. Di atas mejanya telah berserakan beberapa buku brosur butik terkenal, dan sebuah buku usang dan lama, namun masih terawat.

Matanya masih melihat-lihat brosur butik yang menunjukkan gaun-gaun pengantin rancangan terkenal. Dan dia menemukan secarik kertas merah muda.

'FIND ME AT 8 PM tomorrow! (Be my LAST)'

Stella terbingung-bingung karena pesan singkat itu. Diacuhkannya kertas berbentuk hati itu, kemudian beranjak menuju buku coklat yang usang itu.

Nafasnya tertahan saat dia membuka bagian depan dari buku tersebut dan menemukan sesuatu yang membuat wanita mana saja terharu.

Ini adalah kisah hidup yang tak mungkin tersampaikan oleh mulutku.

Biarkan buku ini yang bercerita tentangku, mengenalkanku padamu yang telah kukenal bahkan sebelum takdir mempertemukan kita di senja itu.

Biarkan buku ini mengatakan terlebih dahulu, betapa AKU MENCINTAIMU sejak pertama kali aku melihatmu.

Teruntuk calon istriku di masa depan,

Stella Graynia Wijaya

Januari 2001

TBC

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang