Chapter 27: Acting, Action!

131 6 0
                                    

Holla Hallo

Happy reading :) :)

Seorang pria menyetel lensa kamera beberapa saat sebelum membidikkan fokusnya pada jembatan kota tua itu. Beberapa kali mengambil gambar, kepalanya tertunduk kembali untuk melihat hasil jepretannya. Pandangannya beralih pada sebuah kafe yang menyediakan tempat duduk di luar. Diarahkannya kembali kamera pada beberapa pengunjung yang memilih tempat duduk di luar.

Tak lama, dia pun langsung kembali berjalan kaki menuju halte bis terdekat. Menaiki bis bertingkat warna merah, pria itu memilih untuk duduk di lantai 3, sambil menikmati semilir angin musim gugur.

Kakinya melangkah menuruni tangga menuju sebuah studio yang terletak di basement sebuah bangunan. Tangannya merogoh saku jas hitamnya dan mengeluarkan sebuah kunci. Sedetik kemudian, pintu itu terbuka menampilkan pajangan foto-foto dari berbagai pemandangan sampai realita kehidupan.

Dalam keheningan, dia pun mulai melakukan rutinitasnya yang hampir selama setahun ini dia jalani. Menyalakan komputer, membuka aplikasi foto, menyambungkan kabel data dari kamera ke komputer, membuka-buka file fotonya, melihat-lihat, kemudian edit, dan cetak.

Namun kali ini, dia tidak hanya melihat-lihat hasil jepretannya. Malah, dia memandanginya hampir selama 15 menit. Memperbesar dan memperkecil gambarnya. Matanya melihat dari jauh, kemudian mendekat. Bahkan sampai menaikkan cahaya komputernya pada level paling terang.

Setelah memastikan foto itu nyata, karena dia belum, atau bahkan sama sekali mencampurkan unsur editan dalam gambarnya, jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Lebih cepat dari biasanya, hanya karena seseorang berjaket coklat di gambar itu.

Stella POV

Pelarian terindah buatku ada di dua tempat. Kalo nggak ke Vatikan, ya ke London. Iya, aku menyukai sesuatu yang berbau sejarah. Karena mereka memiliki cerita masing-masing. Cerita tua yang mampu menyimpan keindahan bahkan sampai sekarang.

Pemandangan di kedua kota itu tidak bisa dipungkiri bahwa selalu dan akan selalu indah. Dimana pun itu. Di sudut bangunannya sekali pun.

Maka, saat sebuah undangan pembukaan museum salah satu partner daddy yang berlangsung di London, tanpa berpikir dua kali aku langsung menerimanya. Aku datang ke kota tua ini tanpa di temani Bei. Dia sedang berada di Jakarta sekarang. Eh, ngomong-ngomong soal Bei, sejak malam itu bahkan sampai keberangkatanku ke London, dia belum menghubungiku sama sekali. Dia hanya mengatakan kalau dia sedang ada tugas penting, dan akan kembali ke Jakarta.

Tidak masalah lah, jika dia memang banyak tugas. Toh memang slama ini dia selalu mangkir dari tanggung jawabnya di kantor. Biarkan saja dia bekerja keras. Haha

Berhubung, aku masih mempunyai beberapa jam sebelum acara di mulai, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di kota ini. Jika wanita lain menghabiskan berjam-jam di salon menyiapkan penampilan untuk acara besar ini, aku lebih memilih untuk duduk dan menikmati secangkir coklat panas dan muffin di sebuah kafe. Di luar kafe ini ada sebuah pohon yang berdaun lebat. Semua daun itu sudah menguning dan berguguran satu per satu. Musim gugur selalu indah bukan?

Aku memandangi daun-daun yang berguguran itu sambil sesekali meniup coklat panasku.

Drrttt...drrttt

"Ya, halo?"

"..."

"Okay, I'll be there in five minutes. Thanks,"

Aku memakai long coat coklat-ku dan mengambil tas lalu berjalan keluar. Orang suruhan daddy sudah datang mengantar gaun dan perlengkapanku. Aku harus kembali bergegas ke hotel untuk bersiap.

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang