Holahooo....
Happy reading readers <3
Setelah membaca bagian itu, Stella tidak memungkiri bahwa ada sedikit perasaan haru dalam hatinya. Sedetik kemudian, dia menyadari apa yang baru saja dilakukannya kepada Rafa. Kata-kata Diane pun terngiang di kepalanya.
'bukankah aku akan memberinya kesempatan?' Stella berpikir dengan keras. Mengalahkan pemikiran logisnya dan meninggalkan harga dirinya sesaat untuk benar-benar dikatakan move on.
Dengan ragu-ragu dia mengambil ponselnya dan mulai mencoba menghubungi Rafa.
Pada deringan pertama, panggilannya pun langsung tersambung.
"Halo,"
"eh..ha-halo,"
Stella merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia harus gugup di saat yang tidak tepat.
"hi," diujung telepon sana Rafa mengerutkan kening, menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Stella.
"I'm sorry," kalimat Stella keluar begitu cepat sampai-sampai Rafa baru tersadar ketika dia merasa mendengar sesuatu.
"Sorry, La? Tadi kamu ngomong apa? Aku tadi-"
"I said, I'm sorry," kata Stella cepat dan langsung memutuskan panggilan teleponnya.
Rafa terheran-heran dengan tingkah tunangannya itu. Tak ayal, tingkahnya itu membuat Rafa semakin gemas dan memutuskan kembali ke kantor Stella. Kali ini dengan senyum jahil yang mengembang.
Sedangkan Stella, dengan muka yang merah padam, memegang ponselnya dengan tangan yang sedikit bergetar. Dia terdiam beberapa saat dengan posisi seperti itu, dia kemudia menggeleng-gelengkan kepalanya. Seolah menolak sesuatu yang ada dalam benaknya.
"Aku seharusnya nggak telepon, Aku seharusnya nggak telepon, Aku seharusnya nggak ngomong sorry, aku seharusnya nggak-,"
"mulai jatuh cinta kepadaku?"
Wanita itu terdiam dan menolehkan kepalanya. Di ambang pintu sudah berdiri seorang pria tampan dengan senyum jahil di wajahnya.
"What? Aku..aku nggak..," Stella gelagapan. Dia berjalan kembali ke arah mejanya dengan pandangan yang tidak fokus sehingga tiba-tiba saja kakinya tersandung kursi yang ada di hadapannya.
Dan akhirnya...
Duk
Dengan mata yang tertutup, Stella menunggu rasa sakit itu datang akibat kecerobohannya.
Setelah beberapa detik, yang dinanti tak datang, Stella pun membuka matanya perlahan.
'Pantes empuk' pikir Stella melihat Rafa yang berada di bawahnya tersenyum-senyum tanpa sebab.
"I like this style. Woman on top," dan seketika itu juga, kepala Rafa menerima sebuaah pukulan ringan dari wanita mungil di atasnya itu.
"Hentikan itu, otak mesum," Stella berdiri dan mengibaskan pakaiannya. Begitu juga dengan Rafa. Tak bisa menahannya, tawa Rafa pun meledak.
"Hahahaha...seharusnya aku abadikan momen yang tadi. Mukamu semerah tomat, sayang,"
Stella merenggut dan merebahkan diri di kursi kebesarannya. Dia cukup sebal mengingat kejadian tadi. Namun, di sisi lain, sebuah senyum kecil diterbitkan untuk penolongnya itu. Baru kali ini dia melihat Rafa tertawa sepuas dan sebahagia itu. Belum pernah dia melihat seseorang merasa bahagia karena dirinya. Walaupun berawal dari kejadia konyol, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Stella!
ChickLitPernah nggak kalian ngebayangin seorang cewek independen - banget- harus bergumul dengan masalah percintaan?? Apalagi dilema antara masa lalu dan masa depannya. Gimana cara dia memilih?? *note: no cast. Just find yourself in this story. Which one ar...