Chapter 19: Awaking

119 8 3
                                    

Fiuhhh...

Bagian ini cukup panjang. Mudah-mudahan nggak bosan :)

Happy Reading :) :)

Seminggu sudah Stella memindahkan kantornya ke dalam ruangan Rafa. Jangan berpikir bahwa Stella akan bermenyek-menyek, berleha-leha, terlarut dalam kesedihan, atau lain sebagainya karena calon suaminya sedang terbaring tidak sadarkan diri.

Baginya, tanggung jawab tetap harus dilaksanakan. Dia tidak mau melalaikan tugas dan tanggung jawab hanya karena kepentingan pribadi-yang masih bisa ditolerir. Toh, selama seminggu ini, dia tetap memonitoring setiap perkembangan calon suaminya itu. Dia tetap setia dan menemani Rafa sampai rela bermalam.

"Kak, udah ah, gantian jaganya. Nanti kalo kakak yang giliran jatuh sakit gimana?" Sudah sekian kali Fano membujuk kakak satu-satunya itu untuk beristirahat. Stella hanya menjawab datar,"mendingan kamu yang istirahat, daripada kamu capek ngebujuk kakak terus."

Jika dijawab seperti itu, Fano hanya mendesah pelan. Ingin rasanya menyerah membujuk kakaknya yang keras kepala itu. Di sisi lain, Fano tidak tega melihat kakaknya bekerja di kamar pasien. Dengan serius malah. Seolah itu kantornya sendiri.

Malam itu seharusnya menjadi malam yang spesial bagi Stella dan Rafa. Karena keesokkan harinya, seharusnya pemberkatan nikah mereka dilaksanakan. Tapi apalah daya, si calon mempelai pria tidak sanggup untuk berjalan, bahkan membuka kelopak matanya pun seakan enggan.

Stella merapikan berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Menatanya dengan rapi kemudian memasukkan ke dalam beberapa map coklat sesuai kategorinya masing-masing. Dia memasukkan semua alat tulis yang digunakan untuk mengoreksi berkas-berkasnya, mematikan laptop, kemudian berdiri merenggangkan kakinya.

Ya, selama dia bekerja di dalam ruangan ini, dia tidak meminta kursi tambahan atau meja kerja. Dia hanya menggunakan meja tamu kamar pasien VVIP dan duduk melantai untuk bekerja. Maka dari itu, tidak heran jika semua badannya terasa remuk saat dia mulai merenggangkan badannya.

Stella berjalan pelan menuju ke arah Rafa yang sedang terlelap.

'hei, boy. Kamu nggak mau bangun? Katanya mau buat aku jatuh cinta. Tapi, kamu malah tidur terus. Gimana caranya aku bisa jatuh cinta?' Tangannya mengelus pelan puncak kepala Rafa. Setetes air mata pun lolos dari muaranya.

Dia mengingat kejadian seminggu yang lalu...

"Halo, apakah saya berbicara dengan Ibu Stella?" suara seorang pria di seberang sana membuat Stella terdiam. Tidak ingin berbasa-basi lama lagi, pria itu lalu melanjutkan kalimatnya.

"Nomor anda terdaftar di panggilan terakhir Tuan Rafa. Saya ingin menyampaikan, Tuan Rafa sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit XXX. Dia mengalami kecelakaan saat berkendara,"

Walaupun masih dengan keadaan yang syok, namun tanpa membuang waktu, Stella langsung menuju ke Rumah Sakit yang disebutkan. Tentunya diantar oleh Brandon yang saat itu sedang bersama dengannya.

Sepanjang perjalanan, Stella terlihat sangat tegang. Brandon menyadarinya. Pandangannya kosong. Bahkan pertanyaan-pertanyaan darinya pun sama sekali tidak ditanggapi.

"La, everything's gonna be okay," kata Brandon sesaat sebelum memarkirkan mobilnya di basement Rumah Sakit. Entah Stella mendengarnya atau tidak, dia langsung bergegas turun dari mobil dan berjalan dengan cepat ke arah UGD.

"Permisi, suster. Saya mau melihat pasien dengan identitas Rafael Angelo yang mengalami kecelakaan mobil," tanya Stella dengan tenang namun sebenarnya dia gugup.

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang