Chapter 22: Kabur?

107 8 4
                                    


"Ada apa kalian ke sini lagi?" akhirnya Rafa membuka suara.

"Kami hanya menjengukmu," Bei bersuara. Aku hanya bisa menatap terpaku pada perlakuan Karina yang sedang membereskan peralatan makan di lemari kecil samping tempat tidur Rafa.

"Kami hanya mampir sebentar," kataku. "Aku ada urusan di rumah sakit ini, jadi pikirku sekalian saja," aku benar-benar tidak mau menurunkan harga diriku untuk pria yang bahkan tidak ingat keberadaanku.

"Kamu ada urusan apa di rumah sakit ini?" keningku berkerut. Rafa melemparkan pertanyaan dengan nada ketusnya. Entahlah, tapi mungkin dia benar-benar tidak menyukai keberadaanku.

Oke. Mari kita selesaikan di sini Rafa!

"Tadinya aku ingin menjenguk calon suamiku di rumah sakit ini. Tapi ternyata, sudah ada yang merawatnya, jadi aku tidak akan kembali lagi. Maaf sudah mengganggu waktu kalian." Ya, aku memutuskan untuk menyudahi jengukan sia-sia ini.

Aku akan kembali menjadi Stella yang dulu. Stella yang tidak ingin mementingkan perasaan lagi. Memang sudah seharusnya perasaan ini tidak timbul sejak dulu. Cukup sekali, dan aku tidak mau merasakannya lagi.

"Tunggu," suara Rafa menghentikan langkah kakiku. Aku membalikkan tubuhku. Dan melihat di sana Karina sedang mencium kening Rafa.

Shit! Mungkin mukaku sekarang mulai memerah.

"Ada yang tertinggal?" aku berusaha untuk tidak meluapkan emosiku ketika mengeluarkan kata-kata itu.

"Siapa calon suamimu?" tanya pria yang sedang berbaring di ranjang.

"Haruskah saya menjawab pertanyaan anda? Toh, dia bukan calon suami saya sekarang," aku mengangkat mukaku. Menunjukkan keangkuhan yang selama ini aku miliki. Karena dengan inilah aku bertahan hidup. Dengan inilah aku mempertahankan perasaanku.

Aku melihat rahangnya sedikit mengetat.

"La, ayo kita pulang. Kamu harus istirahat," Bei menggenggam tanganku dan membawaku berjalan keluar.

***

"Mau aku temani?" tanya Bei sambil mengantarkan aku ke dalam kamarku.

Aku menggeleng. "Bei,"

"Hm?" katanya sambil mengusap-usap kepalaku.

"Terima kasih," kataku singkat.

"Kamu kenapa, hm?" dia mengangkat daguku lembut dengan tangan kokohnya.

"Aku capek, mau istirahat," tempat tidur menjadi sasaranku berikutnya. Aku langsung berbaring dan menutupi tubuhku dengan selimut. Kupejamkan mata agar Bei bisa segera pergi.

"Ah, kamu mengantuk. Aku pulang , ya," Bei tidak lupa menutup pintu saat keluar dari kamarku.

Aku mendengar pintu apartemenku tertutup. Mataku langsung terbuka kembali dan menatap langit-langit kamarku.

Beberapa saat aku berdiam dengan posisi seperti itu. Pikiranku melayang ke mana-mana. Berbagai pertimbangan, rencana, resiko, sedang aku pikirkan. Sampai akhirnya aku mengambil keputusan, yang kupikir akan menjadi keputusan terbaik.

Aku mendial nomor darurat yang selalu aku simpan.

"Hai, sayang,"

"Hai, dad,"

"Are you okay?"

"yeah"

"Dad sudah dengar kabar tentang Rafa,"

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang