Chapter 24: White Wine

110 9 2
                                    

Sudah sejam lebih aku berdiri dan menyapa orang-orang yang mengenalku. Aku bingung, ini acaranya Shandy atau aku sih? Kok dari tadi kayaknya aku yang disalamin terus. Mana orang yang ulang tahun lagi 'ijin' ke belakang bareng suaminya. Hah!

Bei masih setia mengobrol dengan kenalannya. Kira-kira sudah 30 menit mereka tidak beranjak dari tempat mereka berpijak. Aku melihatnya dari kejauhan dan mata kami tak sengaja bertabrakan.

Dia tersenyum singkat dan sepertinya dia mengakhiri acara ngobrolnya. Karena dia sudah berjalan ke arahku dengan memasang senyum genitnya.

"Kangen aku?"

"Ih, apaan? Dari tadi berasa aku yang ulang tahun. Aku terus yang disalamin," renggutku.

"Kamu cantik sih,"godanya.

"Udah tau," kataku sinis.

"Tadi itu kakaknya temenku di kantor, nggak enak kalo nggak nyamperin," aku melihatnya dengan pandangan bingung.
"Ya kali aja kamu cemburu gitu aku ngobrol sama cewek lain,"

Aku menanggapinya dengan senyuman singkat dan berlalu darinya. Kudengar suara kekehan dari sebelahku. Bei dan kaki panjangnya.

"Kamu bosan?"

Aku menggelengkan kepalaku. Melihat hidangan yang terpampang di atas meja panjang. Sederetan makanan ringan sangat bersilauan di hadapanku. Dengan ringan, tanganku mencomot satu persatu dari setiap jenis yang ada. Kemudian ku masukkan satu persatu ke dalam mulutku. Diiringi anggukan dan gelengan kecil ketika makanan berukuran mungil itu masuk dan diolah dalam mulutku.

"Kamu cantik banget, La. Tambah cantik kalo kamu suapin aku," katanya sambil menyerahkan sebuah macarons berukuran mini dengan sebuah garpu.

"Mau banget ya mas?" Tak lupa kedipan genit kuberikan. Dia hanya mengangguk samar. Dengan seringaian nakal juga di wajahnya.

Aku berusaha tertawa dengan anggun. Mengambil alih garpu dari tangannya dan menyuapkan makanan mini itu ke dalam mulutnya yang sudah terbuka seperti harimau yang siap menerkam mangsa.

"Malu-maluin tahu," kataku sambil meletakkan garpu di atas piring kosong.

"Gue cari ke mana-mana, nggak tahunya lagi mesraan di sini." Nah, suara itu suara si centil yang bertambah tua hari ini.

"Lu udah buka kado gue?" Tanyaku sambil mengambil gelas yang disodorkan. Gelas berisi white wine, salah satu favoritku.

"Udah. Gue suka. Makasih loh yaa," Shandy memeluk lenganku dengan lembut.
"Itu kalau mau tambah, masih ada sebotol penuh di kamar," katanya sambil menunjuk ke arah gelasku yang sudah ku minum setengahnya.
"Souvignon Blanc 1998." Shandy mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak memeluknya.

"You're the best lah,"

"Itu sebagai ucapan terima kasih karena udah mau gue repotin selama ini. Sekalian juga gue mo pamit,"

"Eh? Pamit?"

"Gue balik ke Paris besok, ortunya James mau gue ke sana, supaya ada yang ngejagain katanya,"

Aku menganggukkan kepalaku, ada sedikit rasa sedih mengingat kalau dia satu-satunya orang yang dekat selama aku di sini.

"Kapan-kapan lu main lah ke sana, La," sambungnya lagi. "Sebotol di atas itu kiriman langsung dari kebun mertua gue tau,"

Wah, wah, kece banget deh nih suaminya. Punya kebun anggur segala. Boleh dikirimin sekardus nggak? Buat stok gitu?

Bei merangkulku dengan lembut membuat aku kembali dari awan-awan.

"I know what's on your mind,"

Aku menatapnya dengan polos. "I can read your mind" sontak Shandy tertawa melihat kelakuan Bei terhadapku.

"Kapan kalian merit?"

"Tunggu dia mau," Bei menjawab sebelum aku bisa mengeluarkan kata-kataku.

"Lu nggak mau merit sama dia, La?"

"Nggak, nanti nggak bisa digangguin lagi,"

"Lah, kan malah gampang kalo udah nikah,"

"Dosa tau ngebully suami,"

Kami bertiga tertawa dengan santai sampai akhirnya Shandy harus menerima tamu yang lain.

Shandy:
Botolnya di kamar 2088.

Me:
Ok

Setelah membaca pesan singkat yang diberikan Shandy, aku langsung menuju kamar yang dituju. Aku meminta Bei untuk mengambil mobil dan menungguku di lobby sementara aku mengambil botol white wine pemberian Shandy. Nih, yang ulang tahun siapa kok gue dapet kado istimewa begini ya?

Aku membuka pintu kamar itu dengan menempelkan kartu silver yang diberikan Shandy tadi. Sebenarnya dia memintaku untuk menginap saja, namun ku tolak. Aku hanya akan mengambil hadiahnya saja kemudian langsung pulang. Aku tidak mau meninggalkan bantal dan gulingku tidur sendirian.

Kamar itu gelap. Aku meraba dindingnya dana mendapati sebuah saklar otomatis yang direspon dengan sentuhan. Ruangan itu cukup luas. Dan mewah tentunya. Aku mengedarkan pandangku ke semua arah untuk menemukan botol wine yang aku cari.

Mataku menangkap sebuah pintu yang tertutup. Mungkin di sana. Kenapa pula dokter mungil itu naruh botol di kamar. Aneh kan?
Aku melangkahkan kaki menuju pintu dan tanganku langsung membukanya. Di atas tempat tidur berukuran king size terletak botol dan keranjangnya. Ah, entahlah apa itu. Dan ditata sedemikian rupa seperti penyambutan sesuatu.

Aku mengendikkan bahuku, menepis semua pikiran-pikiran anehku. Saat tanganku menyentuh kepala botol itu, aku mendengar suara pintu tertutup.

Hampir saja kulepas peganganku pada botol yang ada di tanganku sekarang. Jantungku tidak bisa diajak kerja sama kali ini. Dia berlari lebih cepat dari ritme aslinya.

Seseorang tolong aku!

Tbc

See u next chapter
😘😘

Dear, Stella!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang