"Jelaskan ini Cle!" kata Indra sambil memegang ponselku.
Aku bingung harus mulai cerita darimana kepada Indra, dan aku pun takut akan terjadi sesuatu pada mama jika aku mengatakan semuanya.
Kini yang aku miliki hanya mama setelah papa pergi untuk selamanya. Aku tak akan mampu bertahan dalam kerasnya hidup jika mama meninggalkanku.
"Cle...," desak Indra.
Aku masih bungkam dan menatap wajah Indra. Pikiranku berkecamuk kesana kemari tak jelas.
Aku masih tak paham darimana orang itu mendapatkan photo mama yang sedang bersama dengan Riana.
"Ayo," kata Indra sambil berdiri dari duduknya dan menggenggam tanganku dengan erat.
Bagai kerbau di cocok hidungnya aku berdiri dan mengikuti kemana Indra membawaku. Dia membawaku ke pelataran parkir dimana mobilku terparkir dengan rapi.
"Kuncinya!" kata Indra.
Aku mencari kunci mobilku dan menyerahkan kepada Indra. Dia membuka pintu mobil dan duduk di balik kemudi.
Indra menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali dia menatap ke belakang melalui spion tengan dan samping kanan. Dia seolah sedang memastikan sesuatu.
Aku hanya duduk di kursi penumpang tanpa membuka mulut walau hanya sepatah kata pun. Aku benar-benar bingung dengan semuanya.
"Pakai sabuk pengaman dengan benar!" perintah Indra.
"Eh...apa Dra?"
"Pakai sabuk pengaman!"
Aku baru ingat kalau sejak aku masuk ke dalam mobil aku tak mengenakan sabuk pengaman. Aku segera mengenakannya sabuk pengamanku.
Sesaat setelah aku mengenakan sabuk pengaman tiba-tiba Indra menancap gas dan menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi dan sesekali melihat kaca spion, entah apa yang sesungguhnya dia lihat.
Ya Tuhan...aku yang suka kebut-kebutan saja tak pernah menjalankan mobil dengan kecepatan setinggi ini. Aku segera berpegangan agar tidak terbentur dengan apa pun saat Indra berbelok.
Jantungku berdegup dengan kencang, ada rasa takut menyeruak di dalam hatiku. Rasanya sangat berbeda saat kita ngebut bawa sendiri dan saat orang lain yang mengendarainya.
Aku tak pernah merasa setakut ini saat aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi seperti ini, lain dengan saat ini.
Kembali Indra melihat ke arah spion, kemudian dia menurunka kecepatan dan membelokkan mobilku ke sebuah rumah minimalis.
Setelah mobil masuk ke dalam garasi, Indra turun dari mobil dan aku mengikutinya dari belakang.
"Ini rumah siapa Dra?" tanyaku setelah duduk di ruang keluarga.
Agak aneh memang bertamu ke rumah orang tapi bukan duduk di ruang tamu, melainkan di ruang keluarga.
"Ini rumahku, aman dari siapa pun dan tak ada yang tahu mobilmu ada di garasi rumahku," jelas Indra.
"Bukannya rumahmu gak di sini?"
"Ini rumah pribadiku, aku membangunya dua tahun lalu. Sekarang ceritakan ada apa sesunggunya?"
Aku masih terdiam mendengar pertanyaan Indra. Aku masih belum siap untuk menceritakan semuanya. Aku masih takut jika mama akan kenapa-kenapa.
"Ceritalah, kamu aman di sini," desak Indra.
Setelah menarik nafas dalam dan meyakinkan diriku bahwa semuanya baik-baik saja, aku pun mulai menceritakan semuanya dari awal aku menerima teror.
Setelah bercerita aku merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Tak ada lagi beban yang harus aku tanggung sendiri, semuanya benar-benar terlwpas dari pikiranku.
"Kenapa kamu gak cerita dari saat papamu kecelakaan?" tanya Indra.
"Bagaimana bisa cerita kalau dia mengancam akan melukai mama,"
"Ada seseorang yang kamu curigai?"
"Gak ada, aku merasa tak memiliki musuh. Jika saingan usaha pun tak mungkin menerorku, harus teror mama dan papa bukan aku,"
"Tapi mereka jelas menerormu bukan orang tuamu,"
"Di rumah ada siapa?"
"Hanya ada Riana, para pembantu dan penjaga rumah,"
"Kalau begitu ada orang dalam yang ikut serta,"
"Bagaimana bisa?"
"Semua bisa Cle, buktinya dia memiliki photo mamamu dengan Riana,"
Ya benar kata Indra, ada kemungkinan ada orang dalam yang terlibat dalam masalah ini. Jika tidak bagaimana dia bisa mendapatkan photo mama dan Riana.
Dan ah...ya kenapa aku begitu bodoh hingga tak menyadari semuanya dari awal. Tak mungkin tak ada campur tangan orang dalam karena orang itu selalu meneror ke nomor pribadiku, nomor yang hanya orang rumah dan temanku saja yang tahu.
Aku memang memiliki 2 nomor yang berbeda. Satu untuk kepentingan pribadiku dan satu untuk kepentingan pekerjaan. Selama ini orang itu meneror melalui nomor pribadiku yang diketahui hanya oleh orang-orang tertentu saja.
Tapi siapa yang tega melakukan semua ini kepadaku? Aku merasa tak pernah mempunyai musuh hingga dia harus melakukan hal sekeji ini padaku.
Selama ini aku selalu baik kepada semua orang. Sebisaku aku selalu menghargai dan menghormati serta tidak berprilaku atau berkata kasar, kecuali kepada laki-laki yang sudah menyakitiku.
"Cle...," kata Indra menyadarkanku dari semua lamunanku.
"Eh...iya Dra,"
"Aku akan bantu,"
"Tapi mama...,"
"Mamamu akan baik-baik saja,"
Mendengar perkataan Indra ada sedikit rasa lega di dalam hatiku, tapi tak sepenuhnya karena aku sendiri tak tahu siapa yang menerorku selama ini. Tapi setidaknya keadaan mama mungkin akan sedikit lebih aman di bandingkan saat ini.
Indra beranjak dari tempat duduknya. Sedang aku masih saja sibuk dengan semua pemikiranku. Aku masih mencoba menerka-nerka siapa pelaku peneroran dan pembunuhan papa.
Aku masih meyakini bahwa tujuan orang itu adalah aku, bukan perusahaan.
Perusahaan selalu stabil walau papa telah tiada karena aku selalu mencoba menjaga semuanya stabil. Dan orang ini pasti sangat tahu bahwa aku bukan orang suka mencampur adukkan masalag pribadi dan pekerjaan.
"Minumlah," kata Indra sambil menyodorkan minuman kepadaku.
"Terima kasih. Jadi bagaimana bisa menjaga mama agar selamat?"
Baiklah jadi seperti ini....,"
Indra mulai menjabarkan semua rencana yang telah dia buat dalam waktu singkat. Aku pun mendengarkan semuanya dengan seksama.
"Jadi seperti itu, bagaimana menurutmu Cle?" tanya Indra setelah selesai menjelaskan.
"Baiklah kita jalankan itu, tapi bagaimana kamu bisa memikirkan rencana itu dalam waktu singkat?"
"Aku polisi Cle, dan kamu kenal aku dari SMA kan?"
Ya, aku mengenal dia sejak dia masih di AKPOL dan sangat tahu kalau dia sangat menyukai cerita-cerita detektif.
Aku memang terbilang cukup mengetahui bagaimana kehidupan Indra bahkan sebelum kami berpacaran dulu.
Tapi perpisahan dan luka yang aku rasakan selama bertahun-bertahun ini membuatku sedikit lupa dengan semua kesukaan dan kebiasaan Indra.
"Maafkan aku Cle," kata Indra.
Aku sangat tahu Indra masih meminta maaf untuk kesalahan yang pernah di lakukan dulu. Tapi sesungguhnya ini bukan salah dia, jika aku berada di posisinya pun mungkin akan berlaku sama.
"Tak apa Dra, semua bukan salahmu," kataku.
Ya...akhirnya aku berdamai dengan keadaan dan mencoba mengerti bagaimana perasaan dan posisi Indra saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLEOPATRA
Mystery / ThrillerDia.....laki-laki brengsek itu tiba-tiba muncul di hadapanku, berusahan menemuiku. Entah apa yang di inginkan laki-laki itu dengan menampakkan batang hidungnya di hadapanku. Aku yang masih tergoncang dengan kemunculan laki-laki brengsek itu, tiba-ti...