part 21

2K 144 17
                                    

Aku berbincang-bincang bersama Devan dan Riana. Banyak hal yang kami bicarakan untuk melepas rasa rindu kami.

Sudah sangat lama kami tidak berkumpul bersama dan berbagi cerita seperti ini. Jarak yang memisahkan kami menjadi satu alasan yang membuat kami jarang berkumpul bersama.

"Bagaimana kabar tante Cle?" tanya Devan.

Aku sedikit terperangah dengan pertanyaan Devan yang tiba-tiba. Tidak, bukan karena Devan bertanya mengenai mama, tapi karena dia baru bertanya mengenai mama setelah satu jam lebih kami berbicara.

"Mama...tentu saja mama baik-baik saja, dia sedang tidur di kamar. Kenapa?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"Ah tidak apa aku hanya sudah lama tak bertemu dengan tante," kata Devan sambil meminum jus yang berada di dalam gelasnya.

Samar aku melihat sebuah senyuman yang tersembunyi di antara bibir dan gelas Devan. Kembali aku mengerutkan keningku tak paham dengan apa maksud senyuman Devan.

"Ya sudah bagaimana kalau kita ke kamar mama saja untuk melihat kondisinya?" tawarku pada Devan dan Riana.

Sejenak mereka terdiam dan saling pandang seolah aneh dengan ajakanku pada mereka. Aku menyunggingkan sebuah senyuman sambil beranjak dari dudukku.

"Ayolah," ajakku pada mereka.

Akhirnya mereka pun beranjak dari duduk mereka dan mengikutiku dari belakang. Kami melangkahkan kaki menyusuri lorong rumah yang telah sepi.

Langkah demi langkah kami tapaki untuk sampai di kamar mama. Sesungguhnya aku takut mengganggu mama yang sedang tidur, tapi aku tahu kalau Devan ingin melihat mama.

Ceklek

Kubuka pintu kamar mama, kulihat mama masih terlelap dalam tidurnya. Selimutnya menutupi hingga leher dan muka mama menghadap arah yang berlawanan dengan pintu kamar.

"Jangan bergerak," kata Devan sambil menodongkan sebuah pistol ke kepala.

Aku tercekat dengan apa yang Devan lakukan padaku. Aku sungguh tak mengerti apa yang terjadi pada dia hingga dia berlaku seperti itu padaku. Kami bersahabat dengan sangat baik, tapi dia melakukan hal ini seolah aku adalah musuh baginya.

"Dev, ada apa ini?" tanyaku kaget.

"Ada apa kamu bilang?" tanya Devan padaku.

Aku masih bingung dan kaget dengan apa yang Devan katakan dan lakukan. Aku ingin melawan tapi aku sendiri sangat takut akan melakukan kesalahan dan timah panas akan menembus kepalaku.

"Ri tolong aku," kataku pada Riana.

"Minta tolong pada orang lain saja Cle kalau kamu bisa," kata Riana sambil melenggangkan kakinya duduk di sofa yang ada di kamar mama.

Duar

Rasanya aku bagai mendengar suara gledek di siang bolong. Kedua sahabatku, orang yag selalu aku percayai dan selalu ada untukku kini bersekongkol berusaha untuk menghilangkan nyawaku.

Aku mulai menyadari semuanya, bagaimana peneror itu dengan mudah mengetahui nomor telponku, mengetahui mobil papa dan mengajak mama keluar rumah saat malam pertama setelah pemakaman papa.

Mama tak akan pernah curiga sedikit pun jika Devan atau Riana yang mengajaknya keluar karena mama tahu bahwa mereka adalah sahabatku dan kenal baik dengan mereka.

"Mama...," teriakku saat menyadari apa yang telah aku lakukan.

Aku telah melakukan kesalahan besar dengan mempercayakan mama pada Riana. Itu sama saja aku menyerahkan mama pada mulut singa yang kelaparan.

"Kenapa cantik, baru menyadari kesalahan kamu?" tanya Devan.

"Kalian apakan mama?" tanyaku mulai berderai air mata.

"Tenanglah Cle, kita gak apa-apakan tante kok, hanya mengirim tante pada om agar mereka bahagia di sana," jawab Riana sambil memakan anggur yang masih tersedia di atas meja di dekat sofa.

"Kalian brengsek," kataku sambil menangis.

Aku benar-bemar tak dapat membayangkan bagaimana hidupku tanpa mama. Aku sungguh merasa bersalahn karena telah menitipkan mama pada Riana, seharusnya aku menemani mama dan tak menghiraukan permintaan Indra untuk bertemu.

"Aku sudah bilang Cle, jangan bilang soal papamu pada polisi," kata Devan.

"Aku tidak membicarakan itu pada polisi dan aku tak melaporkannya pada polisi. Indra temanku, wajar kalau kami bertemu dan makan bersama," kataku.

"Teman atau mantan Cle?" tanya Riana.

"Apa urusanmu kalau dia mantan yang jadi temanku hah?" kataku mulai terpancing amarah.

"Aku gak suka Cle. Kamu tahu kalau aku menyukai Indra sejak SMA kelas 1, tapi kamu menghempaskan semua usahaku dalam seketika dan menerima cinta dia," kata Riana sambil berteriak.

Aku tertegun mendengar apa yang Riana katakan. Aku tak pernah tahu jika Riana menyukai Indra dan telah mengenalnya jauh sebelum aku mengenal Indra.

"Kamu...kamu kenal Indra?" tanyaku tak percaya.

"Iya, kenapa?" tanya Riana garang.

Kembali aku hanya bisa terdiam saat melihat kilat amarah di matanya. Aku tak pernah tahu jika selama ini Riana menyimpan kemarahan dan kebencian sedalam itu padaku.

"Jika kamu cinta dia kenapa kamu gak bilang sama aku?" tanyaku perlahan.

"Untuk apa? Untuk kamu perolok? Tak ada yang suka aku Cle, semua suka sama kamu, sama kecantikanmu!" kata Riana sambil berjalan mendekatiku.

Tangannya terulur mengekus pipiku yang mulus dan bibirku yang merah merekah. Ada rasa takut di dalam hatiku saat dia melakukan semua itu kepadaku.

Plak

Riana menamparku berulang kali dengan tamparan yang sangat keras hingga setiti darah keluar dari ujung bibirku.

"Sakit Cle?" tanya Riana penuh amarah.

Aku hanya diam dan menatap Riana dengan pandangan yang penuh iba dan kasihan, tapi bercampur marah karena dia telah menyakiti mama dan papa.

"Jawab pelacur!" kata Riana lantang.

Pelacur? Aku terhenyak mendengar perkataan Riana. Aku tak pernah mengira jika Riana akan mengatakan hal seperti itu padaku.

"Kenapa diam? Tak suka aku panggil pelacur? Lalu harus aku panggil apa perempuan yang suka gonta-ganti pacar bahkan selingkuh?" tanya Riana sambil mengelus pipiku yang telah merah karena tamparannya.

Riana tahu semua kishaku, semua perjalanan hidupku. Tapi dia juga tahu bahwa aku tak pernah macam-macam dengan mantan-mantanku itu.

Tapi sekarang, sekarang dia mengatakan bahwa aku adalah seorang pelacur, seauatu yang tak pernah aku bayangkan akan keluar dari mulut sahabatku sendiri.

"Aku kasihan padamh Ri," kataku mengakhiri semua bungkamku.

"Kasihan kamu bilang, kenapa?"

"Kamu terlalu terobsesi pada Indra hingga melakukan tindakan kriminal seperti ini," kataku penuh percaya diri. "Dan kamu Dev, kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Apa salahku padamu?"

"Karena kamu terlalu angkuh dan sombong dengan kecantikanmu hingga tak pernh melihat ketulusanku padamu yang mencintaimu," jawab Dev.

Cinta? Aku tak paham apa arti cinta yanh seperti Dev lakukan padaku, mengaku cinta tapi melukaiku dan keluargaku.

"Cinta kamu bilang? Apa cinta dengan melakukan semua ini? Menyakitiku dan membunuh papa?"

"Kamu harus tahu bagaimana sakitnya aku karena mencintaimu hingga aku kehilang mama,"

Kehilangan Tante Maria? Bagaimana mungkin karena cinta Devan padaku bisa membuat dia kehilangan mamanya?

CLEOPATRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang