part 13

2K 143 9
                                    

Maaf ya lama update cerita ini

Seminggu sudah papa pergi meninggalkanku dan mama. Mama tampaknya sangat terguncang dengan kepergian papa. Mama selalu dan selalu mebgurung diri di kamar dan tak pernah mau keluar kamar walau hanya sejenak.

Mau tak mau semua pekerjaan di kantor aku yang handle. Mulai dari tugas papa sebagai seorang direktur utama, tugas mama seorang wakil direktur, dan tentu saja tugasku sebagai manajer pemasaran.

Kewalahn? Tentu saja aku sangat kewalahan. Semua pekerjaan ini benar-benar menguras semua tenagaku. Setiap hari pasti saja aku harus meeting yang berhubungan dengan semua tugasku itu. Aku sekarang benar-benar menjadi seorang wonder woman.

Aku tak tahu sampai kapan aku harus memegang semua jabatan ini seorang diri. Aku tak tahu kapan mama akan mau kembali bekerja dan memegang jabatan sebagai direktur atau wakil direktur. Dan aku tak tahu kapan aku dapat memilih kandidat yang tepat untuk menggantikan posisiku sebagai seorang manajer pemasaran.

Bukan inginku untuk melepaskan posisiku sebagai manajer pemasaran, tapi ini sebuah keputusan yang harus aku ambil karena aku tahu bahwa aku harus menggantikan posisi mama atau posisi papa ketika mama sehat nanti. Andai saja papa tak pergi secepat ini, mungkin aku tak perlu mengambil semua tugas mama dan papa seperti ini.

Krriinnngg....telpon di ruanganku berbunyi dengan sangat nyaringnya. Aku langsung mengangkat telpon itu. "Hallo," kataku.

"Ini Jasmine nona," jawab di seberang sana. Memang sejak aku menghandle semua pekerjaan papa dan mama, sekretaris papa dan mama serta Jasmin akan menghubungiku jika ada pekerjaan pada bagian mereka.

"Iya Jas,"

"30 menit lagi ada meeting dengan Mr. Akihiko, ruangan meeting sudah siap,"

"Baik, kamu antar materi hari ini ke ruangan saya,"

Seperti ini lah pekerjaanku setelah papa pergi. Aku berada di ruangan papa sebagai direktur tapi aku masih meeting dengan beberapa clien untuk membicarakan mengenai sebuah proyek yang aku tangani. Seperti meetingku dengan Mr. Akihiko siang ini.

Aku langkahkan kakiku ke ruang meeting dengan langkah yang meyakinkan. Jasmine mengikutiku dari belakangku. Dia seorang sekretaris yang sangat baik dan profesional, aku sangat suka cara kerjanya.

"Maaf Mr. telah membuat anda menunggu," kataku saat sampai di ruang meeting.

"Saya juga baru sampai nona dan sepertinya masih ada 5 menit sebelum meeting di mulai," kata Mr. Akihiko.

"Ya Mr. masih ada 5 menit,"

"Saya turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tuan Hendri Williams, maaf saya tidak hadir ke pemakaman karen saya sedang pulang ke Jepang,"

"Terima kasih Mr. Maaf Mr. bagaimana kalau rapatnya kita mulai?"

"Baik nona silahkan,"

Aku memang menghindari percakapan lebih jauh dengan Mr. Akihiko. Aku sangat tahu apa yang akan nanti dia bicarakan jika terlibat pembicaraan lebih jauh. Dia kan membahas mengenai perasaannya atau dia akan menunjukkan perhatiaannya.

Apa aku tidak suka di perhatikan? Tidak, tentu saja aku sangat suka diperhatikan. Tapi entah kenapa aku tak suka diperhatikan oleh Mr. Akihiko. Rasanya hatiku mengatakan bahwa ada sesuatu yang ganjil dengan diri Mr. Akihiko. Tapi aku sendiri tak tahu apa yang ganjil dari diri dia.

Rapat dengan Mr. Akihiko berjalan dengan lancar, hanya tinggal satu atau dua kali meeting lagi maka surat perjanjian akan di buat dan kontrak resmi aku dapatkan secara keseluruhan.

Kontrak ini sangat penting bagiku, karen ini adalah salah satu kontrak terbesar dan terpenting yang aku tangani. Aku tak ingin kehilangan kontrak ini apa pun alasannya.

Selesai meeting aku langsung pergi ke cafe seberang kantor untuk makan siang. Disana Riana sudah menungguku dengan wajah cerianya. Ah....dia pasti baru saja bertemu dengan pujaan hatinya si eksekutif muda. Tapi setidaknya sahabtku itu bisa tersenyum bahagia, tak sepertiku yang masih di rundung duka.

"Hai Rin," sapaku sambil cipika cipiki.

"Apa kabar Cle?"

"Baik, kamu apa kabar Ri?"

"Baik juga,"

"Mas....kamu sudah pesan belum?"

"Sudah,"

"Aku pesan ini...ini....dan ini ya mas...," kataku pada pelayan sambil menunjukkan beberapa menu.

"Cle, bagaimana tante?"

"Belum mau keluar kamar,"

Aku dan Riana berbicara berbagai hal sambil menunggu pesanan kami datang. Aku sangat senang memiliki sahabat seperti Riana yang dia cukup care padaku dan tak membicarakan bagaimana suasana hatinya saat ini. Dia tak membicarakan mengenai pujaan hatinya sang eksekutif muda.

Saat aku dan Riana tengah menikmati makan siang kami, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang tak asing lagi di mataku. Ya....dia lelaki brengsek yang telah menghancurkan dan meluluh lantakkan hatiku beberapa tahun lalu. Aku sungguh tak ingin bertemu dengannya lagi untuk alasan apa pun lagi. Rasanya aku benar-benar muak kepadanya.

Aku menghentikan makanku dan segera mengambil tas dan menyimpan beberapa lembar uang di atas meja.

"Cle, mau kemana kan kamu baru saja makan?" tanya Riana yang memang tak mengetahui kedatangan lelaki itu.

"Balik kantor," jawabku singkat.

"Lah kamu kan baru makan beberapa suap, makam yang bener nanti kamu sakit kalau kayak gitu," kata Riana.

"Nafsu makanku hilang," kataku.

"Makan saja Cle, aku akan menungguimu makan dan nanti kita bicara," jawab pria brengsek itu yang telah berada di samping Riana.

Riana begitu kaget saat melihat kehadiran pria itu. Dia memang tahu apa yang terjadi padaku hingga aku tak ingin bertemu lagi dengan pria yang sekarang ada di sampingnya.

"Loe mending pergi deh daripada sahabat gue gak makan gara-gara loe," bentak Riana. Aku sangat tahu bagaimana dia. Jika dia telah marah, dia tak pernh menggunakan kata-kata baku, tapi dia akan menggunakan bahasa gaulnya.

"Aku gak mau Ri, aku mau bicara sama Cleo," bantah pria itu.

"Aku yang pergi," kataku sambil mengambil tasku.

Saat aku akan beranjak dari mejaku, tiba-tiba pria itu mencengkram lenganku dengam sangat erat. Aku coba memelintir tanganku agar bisa terlepas, tapi itu sia-sia. Dia terlalu kuat untukku.

"Duduk dan dengarkan aku bicara Cle," katanya memaksa.

"Tak ada yang perlu kita bicarakan," kataku ketus.

"Cle pliiisss sebentar saja," kata dia memohon.

"Tidak!!" kataku. Aku langsung menginjak kakinya dengan sepatu high heelsku hingga dia menjerit kesakitan dan melepaskan genggamannya.

Aku bemar-benar tak mengerti dan tak memahami apa yang sesungguhnya dia inginkan hingga dia menemuiku lagi. Tak puaskan di sudah menghancurkan hati dan perasaanku dulu? Apakah dia masih ingin menghancurkan hatiku yang saat ini masih berduka atas kepergian papa dengan mengungkit semua masa lalu itu? Luka yang dia torehkan dulu belum sembuh, tapi kenapa dia masih ingin menorehkan luka baru?

CLEOPATRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang