#Chapter_15: Dibawah Hujan

2.2K 190 42
                                    

Hanya dengan melihatmu, hanya dengan memikirkanmu, hatiku bergetar. Bahkan ketika aku melihatmu jika aku menutup mataku, aku merindukanmu. Dapatkah kau mengerti hatiku? [Infinite - Beautiful]

🍇🍇🍇

Ocean mencari perlindungan di samping Malva ketika segerombolan remaja usia SMP ikut menjadi penumpang di angkot yang membawa dirinya juga Malva. Sesekali para gadis-gadis belia itu melirik ke arah Ocean, cekikikan, bahkan tak jarang melemparkan pujian untuk rupa menawannya, namun di waktu yang sama juga menjatuhkan ke dasar bumi karena pujian yang dibalut cemohan.

Ocean tak nyaman, ia gugup jika diperhatikan, imbasnya adalah lengan Malva yang ia cengkeram erat hingga membuat gadis bercepol itu meringis. Posisi duduknya pun begitu merepet, seolah ingin menyembunyikan diri dari mata-mata para remaja di sana yang seakan menghakimi ‘kesalahan’ yang ada pada perilaku abnormalnya.

Wajah yang terlalu dekat serta nafas hangat yang menerpa, membuat Malva risih. Rasanya ingin sekali ia mendorong Ocean hingga terjungkal keluar angkot. Sayangnya itu hanya ada dalam khayalannya.

“Kiri, Bang!!”

Gerbang komplek perumahan dengan bentuk setengah lingkaran, di pertengahan atasnya bertuliskan “Pondok Griya Nusantara” tercetak besar dan nampak paling menonjol---terlihat di depan sana.

Angkot menepi. Hati-hati Malva dan Ocean turun, sedikit kepayahan sebab tubuh Ocean terlalu besar dan tinggi untuk pintu kecil angkot.

“Lo baru pertama kali naik angkot, Mas Bro?” tanya Malva.

Jarak gerbang komplek dan rumah Ocean cukup jauh. Malva sudah tak punya ongkos untuk menyewa ojek, dan terpaksa menempuh dengan berjalan. Ocean berada aman dalam pengawasan dan gandengan Malva. Bukannya suka, tapi gadis bercepol itu tidak ingin mengulangi kesalahan sama jika Ocean sampai lepas.

“Nggak suka..nggak suka, panas. Nggak..nggak ada AC-nya. Nggak mau, nggak mau..mau lagi.” Ocean menggeleng kuat mengingat situasi tak nyaman yang dialaminya di dalam angkot.

Malva menyembur tawa atas jawaban Ocean. Bagi Malva, menaiki kendaraan umum mungkin hal biasa. Tapi untuk Ocean itu adalah pengalaman pertama baginya. Duduk berempetan dengan para penumpang lain pada kursi kecil angkot, udara panas yang ikut menyertai karena ketiadaan AC, serta gangguan dari para penumpang lainnya---sepertinya merupakan momok yang buruk bagi pria abnormal itu.

“Jadi ini pertama kalinya lo naik angkot? Hahaha, di angkot mana ada AC sih, Mas Bro. Lo pikir itu Lamborghini?

Ocean di samping mengamati, mengerjab beberapa kali ketika menemukan sesuatu yang menarik. Meski sudah sering kali melihatnya, tapi Ocean tak tahu bagaimana caranya Malva bisa memunculkan hal unik itu.

“Kumis..kumis airnya, gimana..gimana cara munculinnya?”

“Hah, kumis air?” Malva berhenti melangkah, sedikit tak mengerti dengan pertanyaan Ocean.

“Kumis airnya,” ibu jari Ocean terulur menyeka ringan titik-titik keringat di atas bibir Malva yang terlihat seperti kumis lucu di matanya. Bukan hanya di atas bibir namun disekitaran pangkal hidung Malva juga kerap dihiasi titik-titik keringat. “Gimana cara..caranya dimunculin?”

Untuk kesekian kali, gadis bercepol itu dibuat terpingkal oleh ucapan polos Ocean. “Ya kali gue kumisan, Mas Bro! Ini keringat bukan kumis.” Tawa Malva membahana di jalanan komplek yang sepi. Ia lantas menyingkirkan jemari Ocean, beralih menyekanya sendiri.

Beautiful Gift [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang