#Chapter_22: Mata Yang Terbuka

4.4K 233 236
                                    

Kini hatiku sedang sakit, aku rasa karena merindukanmu. Rindu ini menyakitkan namun aku tak bisa melihatmu. Apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar merindukanmu. [Another Day – Monday Kiz ft Punch]

🍇🍇🍇


“Bangun!!!"

“Katanya lo sayang gue. Kalo lo sayang, kenapa lo ‘tidur’ mulu? Kenapa lo buat gue jadi kayak gini? Gue minta lo nepatin janji untuk nggak ganggu gue. Gue cuma minta itu, tapi kenapa lo malah hancurin gue?”

“Bangun Mas Bro, bangun! Balik lagi kayak dulu, lo harus tanggung jawab nyembuhin semuanya. Udah cukup, gue nggak sanggup lagi lo siksa kayak gini. Gue mohon, lo bangun. Gue janji akan ngelakuin apapun yang lo mau asal lo bangun.”

Tidak ada. Tidak ada tawa polos yang Malva rindukan. Malva masih bersimpuh, lengan menempel di lantai yang menopang wajah. Suara tangisan yang menggilas, tidak teredam apapun. Ruangan Ocean berisik, bukankah seharusnya Ocean bangun karena suara ribut? Tapi kenapa bunyi detektor jantung yang setia menyahuti Malva?

“Va?”

Getar di tubuh Malva tidak berhenti, bahkan ketika sentuhan di bahu mencoba membangunkannya.

“Pliss, jangan usir gue, Kak. Gue mau di sini dulu.”

Malva sesegukan. Ia mencoba tak menghiraukan Orion. Malva tidak mau melihat mata madu yang membuat ia membayangkan visualisasi Ocean.

“Tapi kamu ganggu Kak Cean kalo di sini, Va.”

Malva menggeleng. Terkekeh untuk sesuatu yang tidak lucu. “Bagus kalo Mas Bro keganggu. Dia bisa bangun buat marahin gue “

“Va, jangan kayak gini. Kamu pikir dengan kamu nangis terus, itu bisa bikin Kak Cean bangun? Nggak, Va. Kak Cean nggak akan seneng kalo lihat kamu nangisin dia.”

“Trus gue harus gimana? Gue harus gimana biar Mas Bro bangun? Gue harus gimana biar Mas Bro balik lagi kayak dulu? Gampang bagi lo ngomong kayak gitu karena lo nggak tahu apa yang gue rasain.”

Malva menarik nafas sesak, pandangannya lurus pada keberadaan Ocean di ranjang. Jemari Malva naik mencengkram dadanya. “Di sini ada darah yang nggak lo lihat. Di sini ada darah yang ngalir terus. Gue yang ngerasain sakitnya. Gue yang ngerasain siksaannya.”

“Va,” Suara Orion menyendu, bohong jika Orion mengatakan ia tak mengerti perasaan gadis itu. “Jangan ‘sakit’. Kalo kamu ‘sakit’ trus Kak Cean bangun nanti, aku harus ngomong apa?”

Menyeka linangan air dan liquid bening di hidung. Malva terkekeh lagi. “Bagus ‘kan kalo gue ‘sakit’. Biar Mas Bro lihat sebesar apa kehancuran yang dia buat.”

Orion menggeleng, ini tidak baik. Lengan kekarnya membawa Malva untuk beranjak namun segera di tepis kasar.

“Gue masih mau di sini, Kak. Sebentar lagi.” Pintanya berharap ia ‘jangan diusir’, nyatanya Orion tak menghiraukan. Pria itu tetap saja membawa Malva beranjak. Melewati Nana yang sejak tadi menonton, lalu keluar dari ruangan Ocean.

“Kak?!”

Malva memberontak. Namun tubuh kecil kurusnya bisa apa? Tingginya saja hanya mentok di dada Orion. Jangankan membawanya keluar seperti ini, Malva ditenteng seperti kantong belanjaan juga Orion mampu.

Beautiful Gift [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang