#Chapter_19: Bunga Liar Dalam Duka

2.2K 162 84
                                    

Bisakah kau lihat hatiku? Bagiku hanya ada dirimu seorang. Aku akan selalu ada di belakangmu, selangkah. Kau tak tahu hatiku, di liputi air mata. Perih ketika aku melihatmu, sendiri dalam cinta. [Haize - Can You See My Heart]

🍇🍇🍇

Tidak ada apapun yang Malva lihat selain Ocean. Tidak ada apapun yang Malva rabai selain keberadaan Ocean di pangkuannya. Tidak ada apapun yang Malva hirup selain aroma darah Ocean. Tidak ada apapun yang Malva dengar selain suara tangisnya sendiri. Dan tidak ada apapun yang Malva rasakan selain kekosongan yang menariknya jauh tenggelam dalam kegelapan.

Seluruhnya, hanya berpusat pada pria abnormal itu.

Ada tangan yang menyentuh bahu Malva. Ada suara lain yang memanggil namanya, meminta untuk ... meminta apa?

Malva tidak mendengar, dan sedang tidak ingin memasukan apapun melewati gendang telingannya.

Teriakan hampa yang memanggil nama Ocean, mereda. Lengan kurus Malva berusaha menyangga tubuh Ocean, memeluk seerat yang ia bisa. Tangisannya meredup, berubah rintihan serupa anjing kesakitan.

Kegilaan muncul sejenak ke permukaan menyingkirkan kewarasan, sebab titik didih depresi yang tidak bisa ditanggung akal sehat. Begitupun godam penyiksa yang memukul bertubi-tubi rongga dada, tidak sanggup dipikul hingga menimbulkan sikap anomali sebagai bentuk luapan rasa sakit.

Ada tangan yang berusaha melepaskan lengan Malva dari merengguh Ocean. Ada tangan-tangan yang berusaha mengambil Ocean dari pangkuannya. Malva menggeleng tidak mau. Ia berteriak, meraung seperti orang kesetanan pada siapapun itu yang menjauhkannya dari Ocean.

Dirinya yang semula ada, hati nurani yang masih tersisa sebagai tanda jika ia masih ada 'di sana', memilih mati suri. Malva tapi bukan Malva. Gadis itu seperti orang lain yang bukan dirinya. Alter ego, yang mewujudkan diri sebagai keganasan untuk tameng, menguasai Malva.

Mata Malva berkabut, kabut kemurkaan. Ia memukul, menendang apapun atau siapapun yang mengambil Ocean darinya. Malva memberontak, menerjang ingin meraih kembali Ocean yang di bawa pergi.

Ada lengan kekar yang menahannya, melilit tubuhnya dari belakang agar bisa diam. Malva mengerang, meraung murka mencoba melepaskan diri. Kaki menendang asal sebagai bentuk perlawanan. Ada suara yang berbisik parau di telinganya yang memintanya untuk tenang. Semua akan baik-baik saja.

Malva tidak percaya. Ia tidak bisa tenang. Mana mungkin semua baik-baik saja sementara Ocean di bawa pergi.

Tidak boleh. Ia harus lepas. Ia harus mengambil kembali Ocean.

Tubuh Ocean berada dalam brankar dorong. Beberapa meter di depannya ada mobil putih yang siap membawa pergi Ocean.

Tidak boleh! Tidak boleh di bawa! Ocean harus bersamanya.

Frustasi lilitan lengan itu tidak mau lepas, Malva menggigit kuat-kuat. Suara erangan di belakang tubuhnya lolos, bersamaan dengan melonggarnya lilitan yang menahan pergerakan. Malva tidak membuang kesempatan itu, satu hentakan kuat membuatnya terbebas.

Brankar Ocean masuk ke dalam mobil putih. Malva mengejar tidak mau ketinggalan.

Apa yang orang-orang itu lakukan pada Ocean?!

Malva melihat semuanya. Pintu belakang mobil putih itu belum tertutup. Seorang laki-laki berseragam putih menaiki tubuh Ocean. Kedua tangannya berada tepat di dada, menekannya berulang kali dengan gerakan konstan. Sesuatu seperti balon udara di pompakan ke mulut Ocean.

Beautiful Gift [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang