#Chapter_18: Malam Yang Merenggut Tawa

2.5K 173 63
                                    

Bisakah aku bertemu denganmu lagi?
Ketika menghadapi takdir yang berlalu, ada cerita kita yang menjadi mimpi hingga tak bisa bangun. Suaraku tak bisa menjangkaumu yang jauh. Bahkan, hanya jika sekali saja ...Aku mencintaimu dari lubuk hatiku. Kumohon, jangan biarkan aku menangis. [Mad Clown ft Kim Nayoung - Once again]

🍇🍇🍇

Malva tidak bereaksi apapun ketika Ocean mengambil tempat di belakang tubuhnya. Kedua tangan pria abnormal itu bergetar, mencengkram kuat kaos di pinggangnya. Rambut Ocean yang mulai memanjang di bagian poni, menggelitik pundak Malva ketika Ocean menunduk dalam, bersembunyi. Nafas hangat Ocean yang menerpa, menambah level kemuakan Malva.

Perdebatan di hadapannya tak cukup menarik minat gadis bergigi ginsul itu. Udara yang berusaha ditarik menuju paru-paru tertahan di tenggorokan. Malva mengerjab. Kepalan tangannya yang begitu kuat, memutih, seakan tak dialiri darah. Titik didih kesabarannya mencapai batas maksimum. Namun seolah ada dinding kuat tak kasar mata yang menekan kemurkaan Malva untuk memberontak.

Detik yang menyesakkan. Hidung kembang-kempis memaksa menarik udara yang tadi tertahan. Punggung Malva membentur ringan dada bidang seseorang. Malva tidak suka.  Rasa risih memerintahkan tubuhnya untuk menjauh.

Ia harus melepaskan diri. Ia harus mendorong Ocean jauh.

Sekuat mungkin Malva berusaha untuk tidak mau peduli. Ia berhak untuk protes. Ia tidak suka tubuhnya disentuh seenak jidat. Hati nurani dan logika berperang di dalam sana. Iblis dan malaikat ikut andil menentukan sikapnya.

Jika ia membiarkan rasa tak teganya menguasai, Ocean akan selalu menempel. Malva tidak suka. Malva benci sikap Ocean padanya.

Ada tangan terulur yang ingin menjambak rambut di belakang tubuh Malva. Rasa tak tega bekerja sama dengan gerakan impulsif lantas mengambil alih kendali tubuh yang bertentangan dengan keinginan. Tangan, menahan tangan yang lain. Sebuah tindakan yang bersifat melindungi.

Pokerface membingkai, perwujudan rasa tidak peduli tapi kontradiksi dengan gerakan tubuh.

“Minggir! Gue mau buat perhitungan sama dia.” Suara yang ditekan itu nampak tak sabar.

Ekspresi Malva tidak berubah. Hatinya memaki untuk dirinya sendiri. Sorot matanya lurus, bukan pada lawan bicaranya melainkan melalang buana karena rasa tak tega yang tak mau berkompromi.

Tidak butuh waktu lama untuk Malva di singkiran sebagai penghalang. Tubuh mungilnya yang ringan, mudah saja menghantam paving block. Sikunya menyapa lebih dulu, tapi Malva seolah lupa untuk meringis.

“Malva..Malva!”

Teriakan panik itu lagi. Malva benci mendengarnya.

“Sandra!”

“Eh, Kunti!”

Perdebatan kembali terjadi. Otak purbakala Malva begitu lambat memproses informasi.

“Malva..Malva!”

Rasanya Malva ingin sekali menenggelamkan suara itu di dasar sumur. Ocean berjongkok di hadapannya. Parfum musk beraroma baby ternoda aroma lain karena tumpahan saos makanan, menelusuk peciuman Malva. Iris madu yang berpendar polos kekanakan, mengkhawatirannya.

Malva benci tatapan itu.

Kepala Ocean bergerak-gerak panik, kesepuluh jemarinya yang tak bisa diam mencoba merengkuh Malva.

Beautiful Gift [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang