"Nama gue Arshilla Putri, biasa dipanggil Arshi. Gue pindahan dari Surabaya. Gue kesini karna orang tua gue ditugaskan kerja disini."
"Oke. Arshi silahkan duduk di bangku belakang Zahra." kata pak wawan.
***
"Jadi Arshi itu beneran mantan lo?" tanya gue ke Abidzar.
"Iya. Gue kira udah ga bakalan ketemu lagi. Ternyata takdir berbalik." jawabnya sambil fokus pada layar ponselnya.
"Emang udah jalan berapa lama?"
"Baru mau satu tahun sih. Masih bentar kok."
"Kenapa bisa putus?"
"Ya. Masalahnya sama, orang tuanya ditugasin ke luar kota."
"Lah kan bisa LDR."
"Lo tau lah, resikonya LDR itu gimana. Kita ga tau dia disana lagi ngapain, sama siapa, dimana. Kalo gue udah jaga hubungan sebaik baiknya, tapi kalo dia disana malah sama orang lain. Kita bisa apa?" jelas Abidzar.
"Lebih baik, diakhirin aja. Kalo jodoh pasti bakal balik lagi." lanjut Abidzar lagi.
"Berarti lo jodoh dong sama dia." ujar gue.
"Udah lah, ngapain bahas kayak gitu. Lo cemburu?"
"Eh enggak. Apaan sih!"
***
"Cik, mungkin ga sih? Kalo si Abidzar balik lagi sama Arshi?" tanya gue ke Cika yang sedari tadi sedang mewarnai kukunya.
"Ya gue ga tau sih. Tergantung aja."
"Tapi gue ga mau kalo Abidzar berpaling dari gue."
Seketika Cika menghentikan aktivitasnya, yang sedari tadi ia mewarnai kukunya agar menjadi cantik. Sekarang ia mengarahkan pandangannya ke arah gue.
"Sejak kapan lo jadi egois gini?" tanya Cika mengintimidasi gue.
"Gimana ya, Cik? Gue juga bingung."
"Zahra, ya itu terserah Abidzar dong. Kalo dia masih cinta, ya mungkin bakal balik lagi. Tapi kalo emang dia beneran sama lo, ya pasti tetep pilih lo."
"Bener juga sih, Cik. Gue ga berhak buat ngatur hidup Abidzar." jawab gue sambil manggut manggut.
"Gitu dong, ra." ujar Cika sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Gue hanya mengangguk mendengarkan sekaligus mencerna kata kata yang dikeluarkan dari mulut Cika.
***
"Zahraku.."
"Najis!"
Sekarang ini gue dan Abidzar lagi ngerjain tugas di sebuah cafe kecil dipinggir mall. Tadinya sih dia suruh ngajarin cara nyelesaiin tugasnya, eh malah si bidzar dari tadi fokus sama ponselnya. Dan sesekali memecahkan keheningan dengan cara terus memanggil manggil nama gue.
Setelah berlama lama di cafe ini, akhirnya Abidzar mengajak pulang ke rumah. Gue langsung dengan semangat 45 mengemasi barang dan segera berlari menuju ke motor gede Abidzar.
Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya sampe juga di depan rumah gue. "Dadah." Ujar gue sambil melambaikan tangan ke arah Abidzar.
"Kayak anak kecil lo! Biasanya aja langsung lari masuk ke rumah. Tanpa ada ucapan makasih dan acara dadah segala." Jawab Abidzar.
Gue mendengus kesal sambil memalingkan muka dari Abidzar.
"Zahra."
"Apa!"
"Lo mau ga jadi pacar gue?"
'Demi apa nih bocah!' batin gue.
"Mau ga yaaaa?" jawab gue.
"Harus dijawab disini juga. Sekarang juga." suruh Abidzar tegas.
"Hm, iya dah mau. Bacot ah lu." sontak rona merah di pipi gue muncul.
"Uhh sekarang udah jadi zahraku." ucap Abidzar sambil mengacak acak rambut gue.
"Iya dah. Cepet sana pulang." suruh gue.
"Lo masuk dulu."
"Lo pulang dulu."
"Lo dulu ah." ujar gue.
"Lo."
"Lo."
"Zahra dulu."
"Iya iya. Dadah." Ujar gue dan melambaikan tangan kedua kalinya pada Abidzar.
Setelah gue masuk rumah dan naik ke kamar gue. Gue langsung membayangkan beberapa momen manis yang akan diciptakan kedua insan ini. Saat itu juga, ia berpikir. Kenapa gue nerima Abidzar ya? Kenapa harus gue terima? Apa juga alesannya? Pikiran itu pun terus melayang layang di pikiran Zahra. Hingga lamunan itu dibuyarkan karena ada satu notifikasi.
Abidzar : zahraku :*
Hanya satu kata dari kekasihnya saja sudah membuat Zahra senyum senyum sendiri.
D. Azzahra : hm
***
Bersambung..
Ohmay ini to the point banget dan gamutu :(Jangan lupa vote dan comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise [Completed]
Teen Fiction•completed• Apakah arti janji yang sebenarnya? Setauku janji itu hanyalah angan angan basi yang bisa dikatakan tetapi tidak dilakukan. -DeandraAzzahra #January 8th 2017