[17] - Penjelasan

1.6K 83 1
                                    

"Ngapain lo kesini?"

"Mau ajak lo main." Ujar Abidzar sambil memainkan ponselnya.

"Males banget."

"Cepetan mandi. Bau jigong!"

"Biar. Bau gini lo juga suka kan?" Ucap zahra datar sambil menuangkan minuman berasa ke gelas.

"Nih, minum."

***

"Zahraa.."

"Hm"

"Gue nggak mau lo pergi." Tutur Abidzar seraya berjalan ke arah gue.

"Gue aja disini, emang mau kemana lagi."

"Gue mau tau alesan lo menjauh."

"Udah deh dzar. Mending lo lupain gue aja, cari yang lebih baik dari gue. Banyak kan? Tinggal pilih aja." Ucap gue sambil tersenyum tipis.

"Gue baru usaha. Tapi gue nggak bisa."

"Apa salahnya usaha sih dzar, coba dulu aja. Lama lama pasti bisa, gue yakin." Ujar gue meyakinkan Abidzar.

"Oke, bakal gue coba." Jawab abidzar sambil tersenyum simpul.

***

"Bundaa.." ujar gue sambil melihat ke arah wanita setengah baya itu.

"Iya. Apa?"

"Minggu depan jadi ketemuan lagi? Sama temen Ayah itu?"

"Iya, jadi." Ucapnya tetapi pandangannya tetap ke layar laptop.

"Ih.."

"Bunda tau ngga? Alesan aku di skors?" Lanjut gue sambil membuka layar ponsel.

"Kamu aja engga cerita, gimana bunda mau tau."

"Itu gara gara Abidzar, anaknya tante gita itu lho."

Ria menghentikan pekerjaannya dan beralih menatap gue dengan penuh tanya. "Kok bisa?"

"Panjang ceritanya. Males nyeritain." Jawab gue sambil memainkan ponsel.

Ria hanya mengelus rambut gue sambil tersenyum tipis. "Kamu suka ya sama dia?"

***

Udah 2 hari gue nggak masuk sekolah. Rasanya nggak enak banget. Gue masih kepikiran tentang Cika, perasaannya. Pasti dia sakit banget. Tapi bagaimanapun tetep gue yang paling sakit.

Setelah gue ganti baju dan menyiapkan sepatu gue. Gue pun beranjak pergi, tepatnya gue mau pergi ke rumah Cika. Gue mau minta maaf tentang kejadian kemarin, tapi gue yakin, Cika ngga segampang itu ngasih hati ke gue. Tapi gue bakal berusaha buat dapetin hatinya Cika. Gue nggak mau persahabatan gue hancur cuma masalah kayak gitu. Gue bakal berusaha semaksimal mungkin.

'Semangat Zahra!' celetuk gue buat diri gue sendiri.

Gue pun membuka pintu rumah gue dan segera memesan taksi. Sekitar 15 menit perjalanan. Akhirnya gue sampai ke tujuan yang gue tuju, yaitu rumahnya Cika.

Tok..tok..
Assalamualaikum...

Ceklek!

"Eh Zahra, cari Cika ya?" Ujar tante Fira, nyokapnya Cika.

"Iya tante. Ada nggak Cika nya?"

"Oh iya ada. Bentar ya tante panggilin. Kamu masuk dulu aja, duduk di dalem." Ucap Tante Fira sambil mengarahkan tangannya ke sofa.

Gue pun mengangguk dan tersenyum simpul sambil berjalan masuk ke arah yang di tunjuk Tante Fira.

Gue tersenyum sambil melihat lihat ke dinding rumah Cika. Melihat pigura foto yang terpampang keluarga Cika. Di foto itu ia masih kecil, mungkin masih duduk di bangku sekolah dasar. Sangat lucu, mukanya manis, rambutnya tergerai sebahu, dan ia tersenyum ke arah kamera.

"Ngapain lo?" Ujar Cika memecahkan keheningan.

"Hm, gue mau jelasin semuanya." Jawab gue sambil menggigit bagian bawah mulut gue.

"Jelasin apa lagi?"

"Jangan disini. Ntar nyokap lo tau, kita pergi keluar aja."

***

"Mau jelasin apa?" Ucapnya datar sambil menyuapkan es krim ke mulutnya.

Gue sama Cika sekitar 10 menit yang lalu sampai ke sini, ke kedai es krim pelangi. Setelah memesan es krim dan sempat hening selama 2 menit, akhirnya ucapan Cika lah yang memecahkan ke canggungan di antara kita berdua.

"Sebenernya gue itu ngga ada apa apa sama Abi-" ucapan gue terpotong karena Cika berdecak.

"Gue nggak mau kalo bicarain hal nggak penting kayak gitu. Buang buang waktu aja!"

"Dengerin dulu." Ucap gue

"Jadi dulu itu Abidzar sempet suka sama gue. Terus lama kelamaan gue juga punya sedikit rasa ke dia. Tapi gara gara lo cerita ke gue kalo, lo suka Abidzar. Hm, ya udah deh. Gue hapus rasa itu ke Abidzar, itu semua demi persahabatan kita, Cik. Dia masih tetep ngejar ngejar gue, tapi nggak pernah gue respon kok. Gue juga udah suruh ke dia buat hapus rasa itu. Sekarang dia lagi berusaha kok." Lanjut gue panjang lebar sambil tersenyum fakesmile.

"Oh."

"Lo kira gue percaya gitu aja? Gue nggak segampang itu, Ra." Ucap Cika sambil mengambil tisu.

"Gue nggak habis pikir sama lo, Cik. Lo aja bisa percaya segitu gampangnya sama orang lain kalo gue itu ada hubungan sama Abidzar. Tapi kenapa lo nggak percaya sama gue? Sama sahabat lo sendiri selama 10 tahun ini." Ucap gue sambil menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga.

Muka Cika yang tadinya santai sekarang berubah drastis. Kayaknya perkataan gue ada yang salah. Bahu Cika bergetar, tangannya menutupi muka untuk menyembunyikan mukanya. Ia menangis.

Gue pun beranjak bangun dari tempat duduk. Gue berganti posisi. Posisi yang tadinya tepat di depan Cika sekarang berganti di samping Cika. Untuk menenangkan Cika. Gue mengelus bahu cika dan membuka mukanya. Gue menghapus air mata cika dan membereskan rambutnya.

"Gue nggak bermaksud bikin lo nangis, Cik. Tapi itu emang kenyataannya." Ujar gue sambil mengelus punggung Cika.

Ia hanya diam. Tatapannya kosong ke depan. Kayaknya Cika nggak bakal maafin gue. Tadinya maksud gue mau bikin persahabatan gue bener lagi, tapi malah berbalik 180°. Gue malah bikin dia tambah sebel ke gue. Beban di bahu gue tambah berat rasanya. Tak sengaja setetes butiran bening itu juga menetes di pipi gue. Gue pun segera menghapus butiran bening itu. Agar bisa terlihat tegar di depan Cika.

Bersambunggg....
Jangan lupa vote dan comment ya guys...

Promise [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang