Prolog

191K 13.4K 403
                                    

Jam menunjukan angka 7:15 di ujung kanan ponsel Alta, berjalan cepat melewati parkiran depan kampusnya karena sudah telat. Kelas yang biasanya dimulai jam setengah delapan dipercepat karena dosen yang memaksa minta datang cuma untuk tanda tangan. Beliau sebelumnya menelepon ketua kelas dan bilang kalau dia ada seminar di luar kota dan harus berangkat sepagi mungkin sebelum pintu masuk tol Pasteur macet. Citra, ketua kelas Alta, segera mengirim pesan ke group Line kelas, yang ditanggapi dengan berbagai macam protes kemudian.

Alta menghela napas mengingat permintaan dosen yang seenaknya.

Ya, sekiranya gak bisa, kan, tinggal jadwal pengganti, bukan nyuruh mendadak kaya gini, gerutunya dalam hati.

Melihat sekeliling, Alta hanya melihat beberapa orang sedang menuju ke tujuannya masing-masing, entah kemana tapi tidak terlihat buru-buru. Tidak ada yang Alta kenal pula dari beberapa orang yang dilihatnya.

"Eh, kamu," panggil seseorang.  Alta melihat ke belakang dan laki-laki yang mungkin kakak tingkat seperti memanggilnya. Ternyata benar saja, begitu Alta berbalik, laki-laki itu berlari kecil ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Alta, merasa tidak ada urusan dengan orang yang tidak dikenalnya itu.

Pria itu sekarang berdiri di hadapan Alta, lumayan tinggi karena wajah Alta terangkat ketika menatap mukanya. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya dari mata Alta dan menaruh tangan kanan di tengkuknya dengan gugup, seperti tidak yakin dengan apa yang ingin diucapkan sebelumnya.

"Um ... ada apa?" tanya Alta sekali lagi, bukan bermaksud buruk untuk menanyainya dua kali tapi ia benar-benar sedang buru-buru. Jari-jari tangan Alta mengetuk sisi celana jeans-nya, takut jika dosennya sudah pergi.

Setelah berselang beberapa detik, akhirnya laki-laki itu menjulurkan tangan kanannya ke depan, menyungging senyum dan berkata, "Kenalin, Erky."

"Alta," jelas Alta singkat, memperkenalkan diri. Entah apa maksud pria itu mengajaknya kenalan pagi-pagi begini. "Maaf, Kak-"

"Mau nikah sama aku? Bukan sekarang, nanti waktu kamu udah lulus," celetuk laki-laki yang memperkenalkan diri sebagai Erky tadi. Alta melihatnya dari bawah ke atas dengan teliti, mencari indikasi kegilaan.

"Alta?" tanya Erky, seperti ingin memastikan Alta mendengar pertanyaannya tadi.

Alta tidak menjawab, masih menyelidiki penampilan Erky, inginnya menemukan sesuatu, seperti tidak memakai sepatu atau memakai boxer ke lingkungan kampus. Tapi tidak ada, penampilan Erky cukup rapi, standar mahasiswa dengan kemeja. "Boleh," jawab Alta singkat. "Udah dulu, ya, mau absen dulu, dosennya keburu pergi."

Alta hampir tertawa sinis, membuat lelucon seperti itu di pagi hari membuatnya sebal. "Eh, tunggu!"

Alta menghela napas lagi. "Ada perlu lagi? Aku lagi buru-buru, Kak, beneran."

"Ini, pake dulu. Tanda resmi." Tangan kiri Alta diraihnya dan ditaruh cincin dengan permata di jari manis. Desainnya yang lucu dan unik membuat Alta langsung berpikir bahwa Erky membelinya di toko pernak-pernik wanita yang berada di salah satu dari sekian banyak mall yang bertebaran di kota ini.

Alta tersenyum, menahan tawa. Lalu, ia mengangguk samar. "Iya, makasih, ya, aku ke kelas dulu. Nanti ngobrol lagi." Setelah itu ia pergi, meninggalkan kakak tingkatnya yang tersenyum-senyum sendiri.

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang