28. Mozaik

60K 5.4K 164
                                        

"I'm not fine, I'm in pain, it's harder everyday. Maybe we're better off this way? It's better that we break."

Better That We Break - Maroon 5

***

Sapu tangan Erky masih membekas sisa noda darah yang berasal dari hidungnya, patah sehabis ditinju Evan. "Say, gak apa-apa hidungnya, masih sakit?"

Erky menatap sinis perempuan di sampingnya. "Mau sampai kapan panggilan sayangnya? Alta udah pulang."

"Kamu masokis, banget. Mau diputusin sampe segininya." Anggi mengelapkan tisu, yang membuat darah dari hidung Erky sebaliknya dari berhenti. "Tinggal bilang putus aja sendiri apa susahnya."

Cowok itu menepis tangan Anggi, membuat cewek itu malah tertawa. "Hidung patah dan tunangan kamu akhirnya gak bilang putus juga. Dasar, sama-sama keras kepala. Cocok banget."

"Demi Alta juga."

"Idih, sok keren." Anggi meninju bahu Erky, membuat cowok itu meringis karena cincin milik Anggi lumayan tajam. Erky tertawa sedih, merasa bimbang dengan pilihannya sekarang. Alta sudah memberitahukan perihal Evan, tapi itu karena ia tahu bahwa Erky sudah bertemu dengan mantannya itu, kan?

Padahal Erky sudah menunggu Alta supaya bisa memutuskan hubungan mereka akhirnya, tapi Alta malah menyuruh Erky yang mengatakannya. Memang Alta pikir untuk apa Erky tidak menjawab telepon darinya, seperti dihiraukan Alta beberapa hari cukup untuk membuatnya marah pada cewek itu. "Udah, mending kamu ngomong baik-baik sama tunangan kamu itu, bilang kalau kamu ngerasa dia lebih baik sama mantannya. Jijik banget, sih, ya, kalau cowok ngomong gitu."

"Mana bisa?" Erky menghela napas, mendengar penuturan Alta tiga jam yang lalu, ia merasa lebih baik ditampar daripada mendengar semua itu. Meskipun sudah membuat Alta menangis seperti itu, ia masih tidak bisa memutuskan Alta. Apa yang Erky tunggu, kesempatan dimana Alta menangis lagi di hadapannya? 

"Dia gak akan bilang putus kalau aku jelasin kayak gitu."

"Ya, berarti kamu yang bego, Erky. Tunangan kamu sayangnya sama kamu, bukan mantannya. Gak usah coba ngubah-ngubah yang udah jelas, nanti kamu yang nyesel sendiri." Anggi mendekatkan wajahnya, mencoba meyakinkan Erky dengan kata-katanya, namun Erky berpaling. "Bukan itu."

Anggi menarik tubuhnya lalu menghela napas sembari memutar bola matanya. "Terus, apa? Dia terlalu baik buat kamu? Ngerasa gak pantas ngedampingin dia? Kalau gitu, jadi cowok yang menurut kamu pantas bukan malah nyerahin dia ke orang lain."

Dering telepon berbunyi dan Anggi mengangkatnya, berdiri dan meninggalkan Erky untuk berpikir. Merasa yang dikatakan Anggi ada benarnya dan membuatnya meneliti rencananya lagi dari awal, mencari tahu apakah yang ia pikir itu benar atau seperti yang Anggi bilang; seharusnya Erky tidak mengubah-ubah sesuatu yang sudah jelas.

Jelas apanya? Pikir Erky kesal, Erky masih tidak sepenuhnya mengerti Alta, petunjuk cara berpikir Alta masih berlubang di sana-sini. Namun Alta sendiri yang bilang ingin bertemu, menunggu Erky membalas pesan, dan mengangkat teleponnya. Tetap saja, Erky merasa ada yang kurang, ada yang salah.

Sekembalinya Anggi dari menerima telepon, ia pamit karena ada rencana untuk mengunjungi calon suaminya di kantor. Tapi, sebelum pergi, Anggi mengeluarkan dua lembar undangan dan menaruhnya di meja. "Nih, satu setengah bulan lagi. Kalau kamu udah baikan sama tunangan kamu, ajak, ya. Satu lagi buat mamah kamu."

"Kenapa gak kasihin sendiri, sih? Undangannya di Bandung juga. Aku masih banyak kerjaan di Jakarta," keluh Erky, sedang tidak ingin datang ke Bandung karena satu hal dan yang lainnya. Tentang Anggi dan Anna, mereka bertemu ketika Anggi memesan gaun pengantin di butik yang co-ownernya adalah Anna. Setelah berbincang-bincang barulah Anna tahu bahwa Anggi itu mantan Erky dan Anggi baru tahu bahwa Anna adalah ibu Erky. Lucunya, mereka akrab setelah Erky tidak lagi bersama Anggi.

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang