23. Kaca

59.5K 5.8K 97
                                    

"I wish I could rewind all the times that I didn't show you what you're really worth."

Everything I Didn't Say - 5 Seconds Of Summer

***

Ada hal-hal yang manusia tidak bisa prediksi, sepintar apapun manusia itu, seberuntung apapun garis hidupnya. Cowok itu menatap Alta yang masih tidak sadarkan diri dan menyalahkan dirinya yang tidak pulang lebih awal. Ingin sekali rasanya memukul stir mobil. Gue baru pergi, gak lama.

Laki-laki yang menjadi tumpuan Alta untuk tidur itu menggumamkan sesuatu, tangan kanannya mengelus rambut Alta perlahan. Matanya terlihat cemas. "Nyetir aja dulu. Yang penting sekarang Alta balik ke rumah."

Merasa sedikit syok ketika ia sampai di rumah Alta dan ibunya berkata bahwa Alta belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Setelah, dengan paniknya, pergi ke kampus Alta dengan taksi karena takut terjadi sesuatu, ia terkejut melihat seorang laki-laki yang tidak dikenal menggendongnya. Bibir Alta tampak pucat, namun pipinya merona tak wajar, sepertinya demam.

"Turunin Alta, lo siapa?"

Cowok itu berhenti, tidak menjawabnya dan malah menatap dirinya yang siap menghajar orang itu jika sampai terjadi apa-apa denga Alta. "Temennya Alta? Bisa nyetir?"

Begitulah, sekarang mereka bertiga berada dalam satu mobil dan menuju rumah Alta. "Kayaknya kamu gak mau kalau dibawa ke rumah sakit." Gumam cowok di kursi belakang itu pada Alta sambil terus mengelus rambut Alta.

Lalu, suara itu hampir tidak terdengar, namun di telinganya, terdengar seperti teriakan. Tangannya mengepal semakin keras di stir mobil, merasa jantungnya turun ke perut. Alta menggumamkan nama cowok, dan itu bukan namanya. Apa, ya, perasaan gue ini, gak enak banget.

"E-"

"Shh ... udah, aku di sini, gak apa-apa. Maaf, Alta."

Ia merasa ingin meninggalkan mereka berdua, merasa dirinya adalah tokoh yang mengganggu reuni tokoh utama dan kekasihnya. Perjalanan menuju rumah Alta pun terasa sangat lama. Matahari sudah tidak terlihat di manapun; rumah-rumah juga pertokoan sudah menyalakan lampunya sejak tadi. Seperti ingin memperpanjang deritanya, kemacetan yang ada di jalan di depannya terasa tidak ada habisnya.

Setengah jam kemudian barulah mereka sampai di depan rumah Alta, sepertinya ibu Alta khawatir dan menunggu di ruang tamu dengan pintu depan yang terbuka, terlihat lebih khawatir lagi ketika melihat kondisi Alta yang tidak sadarkan diri. "Lho, Evan sama Erky, kok, bisa bareng. Ini Alta kenapa?"

"Altanya di bawa ke kamar aja dulu, Tante," ujar cowok yang menggendong Alta itu, lalu dipersilahkan untuknya membawa Alta ke kamar. "Iya, iya silahkan."

Setelah Alta terbaring di kamarnya, kedua cowok itu duduk di ruang tamu, hanya menatap satu sama lain karena tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap. Beberapa detik kemudian, ibu Alta kembali dengan dua cangkir teh di atas nampan. "Jadi Alta kenapa?"

"Kayaknya kecapean, Tante," jawabnya sambil memandang cowok yang terdiam setelah meminum sedikit teh yang dihidangkan. Cowok yang namanya disebutkan Alta tadi, meletakkan cangkir kembali ke tatakannya sebelum menanggapi, "Maaf, Tante, mungkin salah saya." Kemungkinannya hanya bayangannya saja, tapi cowok itu terdengar putus asa. Menyesal, mungkin?

Ibu Alta terlihat terkejut. "Bukan, kok, emang kayaknya anak itu kurang istirahat, berapa hari ini pulangnya telat terus. Cuma hari ini agak terlalu larut dan gak bisa dihubungin, makanya ibu khawatir. Makasih, lho, sudah dibawa ke sini."

Orang itu tersenyum sedih. "Iya, saya tahu. Kalau gitu saya pulang dulu, Tante. Biar Alta istirahat."

Merasa dirinya hanya akan mengganggu, ia pun pamit, mengikuti cowok itu, yang lalu terlihat sedang bersandar di mobilnya sambil memainkan ponsel ketika ia berjalan keluar. Ada dua mobil yang terparkir di sana; mobilnya dan milik cowok itu. Niatnya ia akan mengajak Alta keluar sebentar, meskipun terasa lelah. Untuk meminta maaf karena kepulangannya ini dan membicarakan hal lainnya.

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang