6. Abstrak

103K 9.3K 105
                                    

"When I saw your face it was incredible, painted on my soul, it was indelible."

Queen of Disaster - Lana Del Rey

***

"Eh, Erky, sama adeknya? Angginya kemana?" Mungkin sudah ke empat kalinya Alta mendengar pertanyaan itu diajukan semenjak ia dan Erky menginjakkan kaki di acara ulang tahun teman Erky. Dan setiap ditanyai pertanyaan tersebut jawaban Erky selalu sama.

"Enggak, ini pacar gue, Alta."

Setelah itu, orang yang mengajukan pertanyaan akan terlihat kaget, lalu menatap Alta, tersenyum dan berkata akan melakukan suatu hal yang lain. Entah momen canggung itu akan berlangsung berapa kali lagi, namun yang jelas Alta sudah tidak dapat menahan tawanya. "Aku disangkain masih muda."

Erky menatap Alta dengan ekspresi bingung. "Emang masih muda, kan?"

"Iya aja, biar cepet," canda Alta, menutupi ketidaknyamanannya. Sebenarnya sedari Erky keluar dari rumah sakit dua hari lalu, banyak yang ingin Alta tanyakan kepada Erky, terutama soal Anggi. Namun Alta tetap pada pendiriannya, menunggu untuk Erky sendiri yang bercerita.

Alta tidak menyalahkan Erky yang tidak mau bercerita dan tidak menyalahkan teman-teman Erky yang bertanya soal keberadaannya yang tiba-tiba mengganti peran yang biasanya diisi oleh Anggi, tapi tidak ada seorang pun yang akan merasa nyaman jika lama-lama berada di posisi Alta. Ketidaknyamanan yang mendorong Alta untuk meninggalkan Erky dan temannya yang sedang mengobrol, berpikir lagi mengenai posisinya yang merasa seperti pendatang baru. Entah apa yang salah di sini, dirinya atau keadaan.

Suara musik pop mengalun di belakangnya, getaran dari pengeras suara menjalar ke lantai kayu yang diinjak Alta. Pesta itu cukup meriah, diadakan di salah satu outdoor hotel di utara Bandung yang terkenal dengan pemandangan kota di bawahnya. Hanya terlihat lampu-lampu dan bayangan gedung tinggi, teman Alta selain Erky di pesta itu. "Gak dingin?"

Alta melihat Erky yang bersandar ke pagar, membelakangi pemandangan yang sudah tak lagi ditatapnya. "Lumayan, mau romantis-romantisan minjemin jaket?" tanya Alta datar.

Lelaki yang ditatapnya tersenyum, membuka jaket denimnya dan menutupi bahu Alta yang sedikit terbuka. "Kamu marah?"

Tangan Alta yang memegang pagar besi mengeras, emas yang berada di tangan kiri Alta menekan kulit dan ia yakin akan membekas nantinya. Namun alih-alih berkata terus terang, Alta tersenyum.

"Enggak." Angin mengibaskan rok nya pelan setelah itu, terusan yang diturunkan dari kakaknya karena Alta sendiri tidak pernah membeli pakaian semacam itu karena jarang sekali pergi ke pesta seperti ini. Rambutnya yang sudah ditata ibu Alta selama setengah jam pun, yang terlalu girang karena ada cowok yang akhirnya menjemput Alta, akhirnya sedikit berantakan.

"Bohong," tuduh Erky.

Alta memakai jaket yang digantungkan Erky tadi, wangi parfum dari jaket tercium, meskipun tidak menyengat. Jaket itu didekapnya hingga ia merasa jauh lebih hangat. "Gak sepenuhnya, Cuma sedikit gak nyaman. Anggi mantan Erky, kan?"

"Iya, maaf, ya." Erky membalikkan badannya, lalu menyandarkan tubuhnya di atas pagar dengan lengan bawah menahan berat tubuhnya.

Satu, dua, mungkin tiga detik Alta lupa cara bernapas. Menutupinya dengan memalingkan muka, mencari apapun yang di depannya agar dapat menjadi pengalih perhatian. "Maaf buat apa?"

"Aku belum bisa cerita."

"Iya, aku ngerti."

"Kecewa?" tanya Erky.

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang