"I'll give you everything, you don't owe me anything."
Adore - Cashmere cat ft. Ariana Grande
***
"Den, kenapa?"
Erky merebahkan diri di atas sofa ruang keluarga, menaruh tangannya di dahi karena pusingnya tak kunjung membaik. Sudah dua hari sejak makan siangnya dengan Alta, sewaktu membayar, Alta memaksa membayar bagiannya tapi Erky menolak, ingin mentraktir Alta. Lalu tanpa pikir panjang berkata untuk Alta membelikannya jus saja di depan kampus. Meskipun sedikit keberatan, akhirnya Alta mengiyakan. Tak disangka sepulangnya dari kampus, Erky bolak-balik ke kamar mandi. Malamnya ia mulai merasa pening dan suhu badannya naik.
Erky menyembunyikan tentang ini dari keluarganya terutama mboknya, bilang hanya sedikit tidak enak badan, tapi kalau sudah seperti ini tidak mungkin di sembunyikan lagi. "Biasa, Mbok, mulai lagi perutnya."
"Kan udah mbok bilang, Den, kalau ke kampus bawa bekal aja. Tuh, kan, jadi sakit begini. Telepon ibu, ya? Biar diperiksa ke dokter."
"Eh, jangan, Mbok, mamah lagi reuni. Kalau tau aku jajan 'tar dimarahin," sergah Erky, merasa seperti anak kecil yang takut ketahuan jajan sembarangan. Tapi memang mau diapakan lagi, dari dulu pencernaan Erky sangat sensitif. Meskipun beranjak dewasa dan sudah mulai toleran, tetap saja kejadian seperti ini kerap terjadi. Kalau sudah kambuh biasanya mbok dan mamahnya yang paling panjang ceramahnya, kalau ayahnya paling tertawa.
Raut muka Mbok berubah. "Wong sudah diberitahu jangan jajan di luar, Den, Den. Mbok tetep telepon ibu. Nek lorone tenanan piye?"
Erky pasrah dan merasa tidak punya energi lagi untuk adu argumen dengan mbok yang sudah membesarkannya dari kecil itu. Akhirnya seperti yang ia duga, satu jam kemudian mamahnya datang dengan muka masam, bawa dokter umum langganan keluarga yang mengekor di belakangnya. "Kan, udah mamah bilang!"
Erky menghela napas. "Malu ada pak Adam, Ma."
"Gak apa-apa, kok. Udah biasa," tanggap dokternya, tertawa kecil sembari mengambil stetoskop lalu memeriksa Erky, menanyakan beberapa pertanyaan singkat tentang gejala yang diderita. "Menurut saya harus dicek lab, ada kemungkinan gejala tifus."
Anna memicingkan mata, menatap balik anaknya yang divonis bersalah, lalu tersenyum kepada Pak Adam dan mengobrol sebentar sebelum mengantarnya ke depan. Sebelum kembali lagi ke ruang keluarga dengan muka yang lebih masam dari sebelumnya.
"Makan apa kamu?" tanya Anna galak, lalu beralih ke mbok yang memperhatikan kejadian tadi dari ruang sebelah sambil mengepel. "Makasih, ya, Mbok udah nelepon, tolong ambilin jaket Erky di kamar, mau saya bawa ke rumah sakit sekalian ini anak."
"Baik, Bu," jawab mbok singkat sebelum pergi ke kamar Erky di lantai dua.
Erky yang merasa peningnya kembali ketika mamahnya mulai marah-marah lagi, memejamkan mata. "Cuma minum jus, dibeliin pacar, gak bisa nolak."
"Kamu punya pacar baru?" Nada Anna langsung berubah. "Cepet banget move on-nya, anak mamah." Anna kemudian mengelus rambut Erky dengan penuh kasih sayang.
Erky menghela napas lagi. "Tadi aja marah-marah."
"Ya, beda, dong, sekarang."
Ia tidak menanggapi, Anna memang tidak begitu suka dengan Anggi. Dari pertama kali cerita tentang Anggi, Anna selalu bilang kurang sreg dengan mantannya itu. Entah dosa apa meskipun belum pernah bertemu, ketika Erky cerita lamarannya ditolak, Anna terlihat sangat senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshower ✔
RomanceCowok yang diidam-idamkan wanita itu Erky. Ganteng, tinggi, super tajir, dan super friendly ke semua orang. Sayangnya, bahkan dengan fisik dan kepribadian yang hampir sempurna di mata orang, tetap saja diputusin pacarnya sewaktu ngelamar dengan alas...