Ep.08

68 10 0
                                    

Di Ruang VIP 3...

Regina dan Hilda duduk di sofa. Sedangkan aku...

Dan...

Aku memikirkan kapan kau akan kembali. Hampir seminggu hidup tanpa senyumanmu... Aku merasa tidak bertenaga. Harapanku memudar. Aku bahkan tidak bisa fokus.

Aku selalu saja bertanya-tanya soal keadaanmu. Aku ingin kau kembali seperti semula. Aku ingin kita bermain bersama seperti dulu. Sering bercanda, kadang juga kita pergi ke perpustakaan untuk belajar.

Kita berlarian di taman, menghirup udara segar. Jauh dari polusi. Menikmati alam yang luar biasa. Melihat awan berjalan dan menebak bentuknya.

"Ellie," Hilda memanggilku dan aku melihatnya.

"Ya?"

"Regina baru saja keluar. Aku ingin bicara dengamu sementara dia keluar."

Aku baru menyadari kalau Regina tidak ada dan aku langsung duduk di sebelah Hilda.

"Aku belum selesai soal Regina. Kita tidak pernah sempat melanjutkannya." ucap Hilda.

"Ok. Ayo kita lanjutkan." aku siap mendengarkan.

"Entah aku salah atau tidak. Sepertinya dia mencoba menyingkirkanmu dari Daniel." Hilda memulainya dengan hal yang sudah aku tahu sejak awal.

"Ya... Aku sudah tahu itu sejak awal." ucapku.

"Oh... Begitu? Baiklah.

"Dia sudah berhasil merusak persahabatan bahkan hubungan pacar sekitar sepuluh kali. Mungkin kalian berdua akan menjadi yang kesebelas. Dia cukup berpengalaman untuk menghadapi korbannya yang kesebelas. Aku yakin dia akan menjadi orang yang lebih baik darimu dan membuat Daniel lebih menyukainya. Dan dia bisa menjatuhkanmu dengan ribuan fitnah yang akan membuat Daniel dingin padamu. Sangat dingin. Bisa jadi dia tidak akan bicara apapun padamu. Tersenyum saja tidak. Sama halnya seperti kakak kelas kita tahun kemarin."

Aku langsung merinding membayangkan Daniel yang bersikap lebih dingin padaku daripada orang lain.

"Ka... Ka- kalian...

"Kalian pergi dari sini."

Suara lemah itu masuk ke telingaku. Aku melihat Daniel yang duduk dan menatap kami tajam.

"Dan, syukurlah!"

"Aku akan memanggil dokter." Hilda langsung bertindak.

Aku langsung menghampirinya dengan senang. Aku sungguh bersyukur dia telah bangun. Dan aku sangat senang mendengarnya bicara.

"Aku bilang per-"

Aku langsung memeluknya. Ia berhenti bicara. Aku tahu dia menyuruh kami pergi. Tapi aku tak peduli. Aku mendengar detak jantungnya yang begitu kencang. Dan napasnya juga cepat. Tubuhnya juga hangat.

"Aku benar-benar khawatir padamu! Apa yang kau lakukan?" tanyaku.

Dia tidak menjawabku. Tapi aku bersyukur dia baik-baik saja sekarang. Aku senang dia bangun. Tapi...

Aku tidak senang dengan keadaannya.

"Jawab aku, Dan. Apa yang kau lakukan?" tanyaku lagi.

"Aku gagal." ucapnya.

"Gagal?" tanyaku bingung sembari melepas pelukanku.

"Mereka menyelamatkanku. Mereka menyelamatkanku!!" ia mengambil bantal dan melemparnya ke arah laci yang di atasnya ada sebuah vas bunga.

Trang...

Aku langsung menghindar dari pecahan vas itu.

"Dan, ada apa sebenarnya?" tanyaku yang mulai keras padanya.

Bitter Fate (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang