SEPULUH.

66 9 0
                                        

•••

Gyna menatap lekat kalung yang terpatri di lehernya. Kalung ini sangat indah dengan satu butir berlian kecil yang tersemat di antara inisial namanya dan nama Sehun. Terlihat sederhana namun elegan.

"Hun." panggil Gyna pelan.

"Hm?"

"Mau aku buatin kopi gak?"

Sehun mengangguk pelan di ceruk leher Gyna. "Espresso,ya."

Gyna melepaskan tangan pria itu yang merangkul pinggangnya erat. Ia membenarkan tatanan rambutnya sebelum pergi untuk membuatkan Sehun secangkir espresso hangat.

Diambilnya satu sachet espresso instan dari lemari penyimpanan,dituangkan isi espresso itu kedalam secangkir gelas berisi air panas yang mengepul. Aroma espresso itu menyeruak ke indra penciumannya. Sungguh melenakkan.

"Hun,ini kopinya!"

Gyna meletakkan secangkir espresso untuk Sehun di meja makan. Lama menunggu Sehun yang tak kunjung turun menghampirinya,tanpa sadar Gyna tertidur pulas karena kelelahan setelah melaksanakan acara pertunangan tadi.

Tak lama kemudian,Sehun turun dan mendapati Gyna tertidur di meja makan—menumpukan kedua tangannya sebagai bantal. Senyuman kecil terbit di bibirnya menatap Gyna yang tampak pulas. Sehun merapikan anak rambut yang menutupi wajah Gyna sehingga dia bisa melihat wajah damai gadis ini saat sedang tertidur.

Sehun menyesap espresso—yang telah mendingin—dengan satu tegukan. Dia menggendong Gyna,memindahkan gadis itu ke kamar sehabis mencuci gelas. Sehun terkekeh mendengar Gyna menggumam tak jelas di dalam ceruk lehernya,menghadirkan sensasi aneh yang menggelitik.

"Selalu berhasil buat aku gemes,ya." Sehun berkomentar sembari menidurkan Gyna di ranjang. Diusapnya kening gadis itu yang tampak berkerut. Sehun mengecup pelan kening Gyna,meninggalkan gadis itu yang sudah terjebak di antara mimpi-mimpi ketika telah mematikan lampu kamarnya. Berujar pelan,menatap Gyna penuh kasih sayang. "Sleep well,pumpkin. I love ya."

Esoknya,Gyna terbangun pagi sekali. Demi menurunkan berat badannya yang meningkat selama di Bandung karna neneknya selalu menyuruhnya makan dalam porsi yang,ehm membludak untuk melakukan lari pagi setelah melaksanakan ibadah paginya.

Ia membasuh wajahnya dan mengenakan setelan tanktop berwarna hitam beserta training di bawah lutut yang senada. Gyna mencepol rambut blonde nya asal,mengambil earphone dan sebuah handuk kecil.

Gyna berlari mengitari kompleks yang tampak sepi dengan semangat. Peluh mulai bercucuran di pelipisnya,menandakan banyak kalori yang terbakar di tubuhnya. Ketika sedang berlari,Gyna berandai,bagaimana jika Sehun telah sah menjadi suaminya nanti? Apakah semua itu akan terasa berbeda nantinya? Atau justru sebaliknya?

Pria itu sulit ditebak. Gyna juga tak tahu dari semua perlakuan yang Sehun berikan kepadanya,apakah semua itu semata-mata karna ia mencintai Gyna? Atau hanya ingin memainkan hatinya saja? Hanya saja...hatinya masih ragu. Entah mengapa. Coba pikirkan,apakah cinta selalu tumbuh pada pandangan pertama seperti kata orang-orang? Bukankah cinta pada pandangan pertama adalah cinta yang diartikan sebagai cinta fisik? Bukankah cinta itu ada karena seiring berjalannya waktu? Tidak cepat dan butuh proses yang panjang. Seperti beberapa buku novel yang dibacanya.

Intinya,cinta itu sulit diterka tanpa ada usaha.

Gyna tertawa pelan,membuyarkan beberapa pikiran pasif itu di kepalanya. Ayolah,kenapa dirinya menjadi puitis seperti ini? That's not the real her. Gyna mengistirahatkan dirinya sejenak. Ia duduk di sebuah kursi taman panjang untuk membasuh keringat yang mengalir di pelipis dan lehernya.

falling for you ■ osh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang